☠️18. First Mission, Succesed?

36 3 0
                                    

☠️☠️☠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☠️☠️☠️

"Joan, bangun."

Tidur pagiku yang nyenyak terasa dirusak oleh munculnya suara Jay yang tiba-tiba itu. Pertama ia membuka gorden jendela, sehingga aku merasa kesilauan sampai aku terpaksa bangun. "Apaan, sih, masih pagi!" bentakku kemudian membalikkan badan membelakangi Jay yang berdiri di dekat jendela.

"Kamu boleh tidur lagi, tapi makan sup dulu, ya? Aku sengaja buatin sup pagi-pagi gini, soalnya aku mau pergi."

Mendengar ucapan Jay barusan membuat mataku terbuka dan langsung bangun dari berbaring. "Ke mana?" tanyaku.

"Ngurus perkembangan kasus Jessica. Sekeluarga ikut, tapi berhubung kamu masih sakit dan lemes, kamu nggak usah ikut dulu, ya?"

Aku tidak salah dengar, kan? Akhirnya ada waktu untuk mencari dua benda misterius itu di rumah utama keluarga ini. "Lama?" tanyaku memastikan. Ya, semoga saja lama, agar aku juga tidak terburu-buru dalam mencari benda itu.

"Ya ... nggak tau. Emang kenapa? Takut kangen, ya?" tanyanya dengan kepercayaan diri yang tinggi. Bisa-bisanya sepercaya diri itu!

Aku memutar bola mata malas. "Nggak, ya! Ya, udah keluar. Gue mau makan." Aku segera duduk dan mengambil sup ayam buatan Jay yang ia taruh di meja, tepatnya di samping lampu tidurku.

"Oke, selamat istirahat. Jangan lupa berjemur, ya. Sinar matahari itu baik buat kesehatan, apalagi orang sakit kayak kamu." Ucapan singkat itu adalah kalimat terakhir sebelum Jay benar-benar keluar dari kamarku. Masih sempat-sempatnya dia menyuruhku berjemur. Aku tidak ada waktu untuk itu.

Memakan sup hangat sembari duduk menghadap jendela dan menyaksikan keluarga Jay berangkat satu per satu adalah kegiatanku selanjutnya. Aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Harus gerak cepat agar aku juga bisa secepatnya keluar dari rumah terkutuk ini.

Meski area perutku masih terasa perih, aku akan paksa untuk menjalankan misi. Aku kemudian mencari nomor telepon Revan di handphone-ku, tetapi ia tak kunjung menerima panggilan dariku. Sok sibuk sekali laki-laki itu. Apa mungkin ia sedang sibuk mengejar cinta dari wanita impian yang pernah ia katakan padaku waktu itu? Dasar, bucin akut!

Akhirnya, Revan menerima panggilan dariku. Terdengar bunyi seperti gesekan. Ah, mungkin dia baru saja bangun tidur. "Halo?" ucapnya dari balik telepon.

"Ke mana lo? Lama amat angkat telepon gue."

"Loh? Joan?! Lo nggak mati ternyata?!" Revan terdengar kaget saat mendengar suaraku. Astaga, ternyata memang dia baru bangun tidur.

"Dih, lo berharap gue mati, gitu?!" bentakku padanya.

"Y-ya bukan gitu, Jo. Gue waktu tau lo ditusuk orang, gue sama Eren langsung ke rumah sakit. Tapi di sana ada suami lo yang nungguin lo terus. Makanya gue sama Eren nggak berani masuk. Suami lo setia banget, deh, sampe lo nggak ditinggal sekali pun," jawab Revan.

Midnight Shadow [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang