☠️24. Past Memory

29 2 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


☠️☠️☠️

Setelah beberapa menit berlalu, kue kering berbentuk kepala anjing itu selesai dioven. Masih sangat panas untuk dicicipi. Tadi saja aku ingin mencicipi satu, malah tanganku ditampol oleh Jay. Sialan memang.

Kue itu disuguhkan pada Rehan dan Revan yang sedang bermain catur sejak tadi.

"Nih." Aku menaruh kasar piring berisi cemilan itu di papan catur mereka hingga mereka berdua menoleh padaku.

"Kak Jo, nih, jadi jatoh semua catur kita," keluh Rehan yang terlihat kecewa. Namun, seketika pandangannya teralihkan ke kue yang aku letakkan di depannya. "Wah ... Kak Jo yang bikin, nih? Kayaknya enak." Dia lalu mengambil satu kue itu dan memakannya.

"Nggak mungkinlah. Joan aja nggak pernah megang peralatan dapur. Nggak mungkin langsung bisa bikin kue yang unyuk begini," timpal Revan yang sepertinya sengaja membuka aib jelekku.

"Bacot lo berdua. Makan cepet, terus pulang sono. Mual gue liat muka lo berdua," sinisku pada mereka. Sialnya mereka berdua malah saling lihat-lihatan. "Kenapa dah?"

"Jiakh, penganten baru emang gitu, Han. Maunya nempel terus!" sorak Revan yang makin mengejek sembari memakan kue kering.

"Udah, nikmati aja dulu mainnya. Karena besok aku sama Joan mau pergi bulan madu!" Jay tiba-tiba datang dan menaruh cerek kaca berisi air sirup berwarna merah dengan isian es batu.

Jay sialan. Dia malah dengan lantang membongkar tentang rencana liburan itu. Padahal ini hanyalah liburan biasa, bukan bulan madu.

"Wih ... serius, Bang? Kita bakalan dapet ponakan, dong entar?" Rehan bertepuk tangan dengan riang, sedangkan Rehan hanya terdiam. Entah ada apa dengan Regan, tumben tidak ikut mengejek.

Aku memelototi Rehan, sedangkan Jay malah tertawa dan enggan menatapku.

☠️☠️☠️

Malamnya, Jay bilang bosan memasak untukku. Dia bilang ingin aku yang memasak untuknya, tetapi sudah tentu aku tidak mau. Kalau dia mau memakan hasil masakan yang gosong, sih, tidak masalah.

Akhirnya Jay putuskan untuk makan di restoran saja. "Gue titip aja, deh. Males gue keluar." Aku masih memakai kaos lusuh, sedangkan Jay sudah siap dengan pakaian kemeja yang rapi. Sebenarnya Jay sudah mengajak dan menyuruh bersiap-siap sejak tadi. Namun, aku-nya saja yang malas.

Aku lebih memikirkan bagaimana jika ada orang yang merekam dan mem-viralkan ketika aku dan Jay makan di restoran tersebut? Videonya akan langsung naik dan otomatis seluruh dunia tahu kalau Jay si idola yang selalu mereka sembah itu menikah dengan gadis urakan seperti aku. Sudah pasti gempar.

"Kalau kamu nggak ikut, aku nggak beliin. Aku makan sendiri aja di sana." Jay kemudian berdiri dan berjalan keluar.

"Iya, iya ... gue ikut!" Aku segera menyusul Jay keluar paviliun. Kalau aku tidak ikut, aku bisa kelaparan karena tidak makan malam ini. Makan gratis, tidak boleh dilewatkan. Hahah!

Midnight Shadow [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang