☠️20. Little Surprise

36 3 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


☠️☠️☠️

"Kenapa lo pulang duluan, dah? Bukannya lo harusnya ada di sana, ya, buat mantau perkembangan kasus hilangnya sahabat kecil lo itu." Aku duduk di sofa karena masuk terlebih dulu ke paviliun.

Jay berjalan melewatiku, ia langsung menuju dapur dan mengambil minum. "Emangnya kenapa kalau aku pulang duluan? Di sana ada banyak orang, sedangkan aku pengen ngerawat istri aku di rumah. Tapi dia malah jalan-jalan keluar," ucap Jay seperti menyindirku. Memangnya kenapa coba kalau aku keluar? Haruskah izin dulu dengannya?

"Mau gue ke mana pun itu bukan urusan lo. Jangan nganggep gue kayak istri beneranlah, yang ke mana-mana harus izin."

"Udah ngomelnya? Bantuin aku masak sini daripada kamu ngomel terus, emang nggak laper?"

Aku melipat kedua tanganku di depan dada. "Males. Udah tahu nggak bisa masak, malah disuruh masak," jawabku ketus pada Jay.

"Maka dari itu aku ditakdirkan jadi suami kamu." Jawaban yang sangat percaya diri. Bagus, dia tidak tahu saja kalau takdir yang akan ia hadapi selanjutnya adalah kematian. "Ayo, sini." Jay tetap kekeh memaksaku.

Ya, sudah mau tak mau aku datang ke dapur dengan langkah yang sangat terpaksa. Aku mengembuskan napas malas saat sudah sampai di belakang Jay. "Mana? Apaan yang bisa banget gue bantu?!" Aku melihat-lihat dapurnya.

"Ini, tolong kamu kupas kentangnya, ya." Jay memberikanku sebuah wadah berisi beberapa kentang.

"Ngupas kentang doang, nih? Easy!"

Aku menggulung lengan bajuku dan segera mengambil pisau. Membawa wadah berisi kentang tadi ke samping kotak sampah lalu mengupasnya. Meski jarang memegang sayuran, masalah kupas-mengupas, ya, tidak terlalu sulit.

"Ya, ampun, Joan!" Jay tiba-tiba berteriak di belakangku. Aku baru saja memperoleh sedikit kentang yang sudah dikupas, dia sudah bawel saja. "Kamu ngapain, Joan?!" teriaknya tambah keras. Astaga, bisa-bisa aku budek kalau begini.

"Ya, ngupas kentanglah. Buta emang mata lo?!" balasku tak kalah nyolot.

"Nggak gitu cara ngupasnya, Joan." Jay tiba-tiba merebut pisau dan kentang dari tanganku. Tidak begitu, katanya? Setelah aku lihat-lihat tidak ada yang salah dari cara mengupasku. Hasilnya pun bagus, meski kecil.

"Terus cara yang bener gimana? Hasil punya gue bagus-bagus aja, tuh." Aku berusaha mencari pembelaan. Ya, memang, sih, aku tidak pernah mengupas sayuran seperti ini.

Jay mencontohkan cara mengupas kentang yang katanya benar itu. "Nih, begini caranya. Kamu ngupasnya ketebelan, jadi kenyang semua daging kentangnya." Omelan Jay diiringi mengupas kentang dengan membuang kulitnya. Sangat tipis kulit kentang yang dibuang oleh Jay.

Kalau dipikir-pikir benar juga. Aku mengupas terlalu tebal, sehingga kentang banyak yang terbuang. Mau bagaimana lagi, namanya juga tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Aku terbiasa membeli makanan yang siap saji di tukang sayur atau kantin kampus.

Midnight Shadow [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang