Chapter 20 - Eksekutor

16 1 0
                                    

*Haloo guys. Tolong buat vote, komen dan share biar aku makin semangat buat update ceritanya. 😘

HAPPY READING! 🥰  *

Setelah terdiam selama beberapa menit sembari mencoba untuk berpikir jernih dan mengatasi perasaan kalut yang kurasakan, ku berbalik dan menatap Shyntia,"Apakah tidak ada pilihan lain? Maksudku apakah aku bisa meminta tugas lain?" , Shyntia menggeleng,"Tidak bisa, Barry. Terima saja." , baru beberapa jam lalu aku bersenang-senang bersama teman-teman di sekolah dan sekarang ku diharuskan menghabisi nyawa seorang pria yang bahkan tidak kuketahui sebelumnya.

Kumasukkan plastik berisi suntikan racun itu ke dalam ransel,"Baiklah. Akan kulakukan sekarang." , Shyntia tersenyum,"Baguslah. Ayo ke ruangan VIP tempat Robert dirawat." , mendadak ku teringat sesuatu,"Tadi kamu bilang bahwa tidak ada yang mengawasi Robert Cruiz. Bagaimana mungkin seorang anggota dewan tidak memiliki penjaga?", gadis itu mengangkat bahunya,"Entahlah. Yang kutahu hanya bahwa saat ini sampai satu jam kedepan, tidak ada orang yang mengunjungi Robert." , kuanggukan kepalaku mendengarnya. 
"Saatnya ke ruangan VIP", Shyntia tersenyum lebar lalu memeluk lenganku.

Shyntia melompat-lompat saat menuruni tangga. Ku sama sekali tidak khawatir dia akan terjatuh karena sudah tahu keahliannya. Gadis itu menekan tombol lift. Sambil menunggu lift terbuka, kulirik Shyntia lalu bertanya,"Bagaimana kalau ada orang didalam kamar Robert?" , Shyntia menatap lurus ke depan,"Tidak perlu khawatir. Tidak akan ada seorangpun yang akan mengunjunginya sebelum jam 11 malam." , tampaknya rencana untuk membunuh Robert Cruiz sudah sangat matang. Ingin rasanya bertanya lagi ke Shyntia namun tidak sekarang. Akan kutanyakan nanti saat sudah di rumah. Tidak perlu menunggu waktu lama, pintu lift terbuka lalu Shyntia masuk terlebih dahulu ke dalam lift dan kuikuti dia dari belakang. Saat pintu lift menutup, Shyntia menekan tombol lantai 6.

Sesampainya di lantai 6, Shyntia keluar dari lift terlebih dahulu dan ku berjalan di belakangnya. Dia menghampiri meja perawat dan hanya ada satu orang perawat wanita yang sedang berjaga di sana. Perawat wanita itu berusia sekitar 30 tahun dengan tubuh kurus, rambut pirang kecoklatan dan mata biru. Shyntia berkata,"Halo, namaku Shyntia Wilson. Aku datang kemari bersama kakakku untuk menjenguk Robert Cruiz. Kami mewakili ayah kami yang saat ini sedang berada di luar negeri.", perawat wanita itu mengamati kami sejenak kemudian mengambil buku besar dan menyodorkan buku itu dengan bolpoin hitam pada Shyntia,"Isi namamu dan nama kakakmu terlebih dahulu di buku ini.", Shyntia menulis namaku kemudian namanya di buku tersebut. Setelah selesai, gadis itu tersenyum,"Sudah kuiisi. Sekarang bisakah aku segera menengok Robert Cruiz?", perawat itu melihat jam dinding, rupanya sudah hampir jam 10 malam.

Perawat wanita itu mengangguk,"Ya kamu bisa namun sisa waktu untuk menjenguk itu tinggal 25 menit lagi. Saat jam 10, kalian berdua harus meninggalkan ruangan. Lalu Robert Cruiz dirawat di kamar no 602.", Shyntia mengangguk kemudian mulai berjalan menuju ruangan tempat target dirawat. Hanya berjalan beberapa langkah dari ruang perawat dan sampailah di ruangan 602. Shyntia menatapku sebentar kemudian masuk ke dalam kamar pasien. Ku ikut masuk ke ruangan itu lalu kututup rapat pintu kamar. Kamar ini sangat luas untuk ukuran pasien yang dirawat seorang diri. Kulihat seorang pria yang kutebak usianya sekitar 50 tahun, sedang terbaring di kasur dan ekspresinya tampak sangat terkejut ketika melihat Shyntia datang.

Shyntia menyeringai kemudian mengambil ponsel dari saku celananya. Gadis itu menatapku dengan serius,"Lakukan tugasmu dengan cepat. Waktu kita terbatas.", ku tarik nafas perlahan kemudian meletakkan ranselku ke sofa krem. Pria itu menatapku dengan tatapan memohon. Kuabaikan pria itu lalu menatap Shyntia,"Apa pria itu akan menjerit atau memberontak?", Shyntia menggeleng,"Dari laporan yang kuterima, beberapa jam lalu rekan kita yang bekerja sebagai dokter disini sudah menyuntikkan obat penenang dosis rendah yang membuatnya tidak bisa melakukan apapun.", kuambil plastik kecil berisi suntikan beracun. Kuambil suntikan dari dalam plastik lalu kumasukkan kembali plastik kecil ke dalam saku jaket. Shyntia berkata,"Tunggu aba-aba dariku. Serta ini akan kurekam sebagai bukti bahwa kamu berhasil melaksanakan tugas pertama."

Shyntia mulai merekam kemudian memberi isyarat untuk mulai. Kudekati ranjang pasien dan berbisik pada Robert,"Maafkan aku." , lalu kusuntikkan cairan beracun ke dalam selang infus. Setelah selesai, kumasukkan kembali jarum suntik ke dalam saku jaket kemudian mundur sebanyak empat langkah. Kuamati reaksi Robert dan pria itu tampak memejamkan matanya. Tanpa kusadari, Shyntia sudah berada di sebelahku lalu menarik lenganku dan berbisik,"Sudah selesai. Waktunya pulang.", kutatap Shyntia lekat lalu kudekati Robert dan tidak ada reaksi apapun atau mungkin belum. Shyntia mengambil ranselku di sofa dan mendesis pelan. Kudekati Shyntia untuk mengambil ranselku lalu dia berjalan keluar. Kulihat lagi Robert sekilas sebelum menyusul Shyntia. Gadis itu sudah menunggu di depan lift. Sewaktu pintu lift terbuka, dia memeluk lengan kiriku. Kami masuk ke dalam lift lalu kupencet tombol lantai dasar. Kuusap pelan rambut adikku lalu berkata,"Tampaknya tidak ada reaksi apapun dari Robert. Benarkah itu racun mematikan?", Shyntia menjawab,"Itu racun mematikan. Mungkin saja efeknya tidak langsung. Kita lihat saja besok. Kalau Robert Cruiz mati, pasti akan ada beritanya." Kutatap Shyntia yang sedang menatap lurus ke depan. Baru saja hendak bertanya soal bagaimana cara pulang ke rumah, pintu lift sudah terbuka.

Shyntia melepaskan lenganku dan berjalan keluar terlebih dahulu. Kuikuti dia dari belakang dan sewaktu sudah keluar dari gedung rumah sakit, di luar halaman terdapat mobil limusin hitam dengan seorang pria yang mengenakan kemeja putih, celana hitam dan topi abu. Saat pria itu melihatku dan Shyntia, dia membukakan pintu penumpang. Shyntia langsung masuk ke dalam mobil sementara kutatap pria itu,"Apakah kamu salah satu supir yang bekerja untuk kami?" , pria itu berkata,"Ini adalah pertama kalinya anda melihatku, Tuan Barry. Perkenalkan saya John Swartz. Saya ditugaskan untuk mengantar anda dan Nona Shyntia pulang ke rumah. Oh ya saya bekerja untuk ayahmu tetapi aku bukan supir. Bisa dibilang aku asistennya di perusahaan cabang New York." , ku mengangguk mendengar penjelasan pria itu lalu masuk ke dalam mobil. John menutup pintu kemudian masuk ke dalam dan mulai mengemudi.

Shyntia melihat ke arah jendela dan gadis itu tampak berpikir. Kugenggam tangannya lalu bertanya,"Apa yang kamu pikirkan?" , Shyntia menatapku lalu tersenyum tipis,"Tidak ada. Aku hanya lelah dan mengantuk." , kemudian ku teringat soal boneka kelinci yang kudapatkan dari tempat permainan untuk Shyntia. Kubuka ranselku lalu kuambil boneka kelinci tersebut. "Hei, kudapatkan boneka kelinci ini untukmu.", mata Shyntia berbinar saat melihat boneka itu," Terima kasih, Barry." , kemudian mengambil boneka itu. Shyntia menatapku,"Aku ingin tidur sebentar. Bangunkan aku saat sudah sampai di rumah." , Shyntia merebahkan kepalanya di pahaku sambil memeluk boneka yang kuberikan. Kuusap rambutnya dan menyanyikan lagu tidur. Tidak lama gadis ini mulai tertidur lelap. Kubuka sedikit jendela dan menatap ke jalanan New York yang mulai sepi.

The Secret Of Me & My FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang