Chapter 14 - Aturan Baru

59 2 3
                                    

*Haloo guys, tolong buat vote, komen dan share biar aku makin semangat buat update ceritanya. 😘

HAPPY READING! 🥰 *

Kupilih beberapa baju santai untuk dipakai malam ini. Butuh waktu beberapa menit sebelum kuputuskan untuk mengenakan kaos merah bergaris dengan celana biru selutut. Kulihat diriku sebentar dari kaca lalu pergi ke kamar. Nesta sudah membawakan roti panggang coklat, beberapa potong kue coklat dan jus jeruk yang kupinta. Malam ini tidak ada tugas dari sekolah jadi bisa menonton rekaman CCTV yang tadi sore kuambil. Setelah menyalakan laptop, kukirim pesan untuk Okāsan (ibu) kalau aku merindukan beliau.

Saat laptop sudah menyala, kuambil flashdisk dan headphone lalu kumasukkan flashdisk ke laptop. Untuk berjaga-jaga apabila Shyntia mendadak masuk ke kamar, kunyalakan TV dan kupindahkan ke saluran berita. Kembali fokus ke laptop, kubuka folder CCTV di flashdisk lalu kupilih folder area parkir dan kuputar tayangannya. Kupercepat tayangan sampai di menit ketika Shyntia ditarik keluar dari lift oleh pria bertopeng. Kulihat dalam rekaman setelah diriku pingsan akibat setruman stun gun, ekspresi Shyntia berubah dari takut ke dingin. Kemudian gadis itu melayangkan tendangan ke wajah pria yang menariknya.

Dengan gerakan cepat, Shyntia melompat ke belakang melewati pria itu lalu mengaitkan kakinya ke leher dan menusukkan pisau logam kecil ke leher pria itu. Darah menciprati lengan Shyntia lalu gadis itu melompat ke samping sementara pria tersebut roboh. Salah satu dari mereka menembakkan pistol ke arah Shyntia dan dengan gesit dia melakukan gerakan melompat-lompat ke belakang sehingga peluru tidak mengenai gadis itu. Shyntia berlari dengan gerakan lincah dan cepat ke arah pria yang tadi ingin menembaknya kemudian menusukkan pisau ke kaki dan leher pria itu lalu merebut pistol dan menembak rekan mereka dengan tepat ke kepala. Kutekan tombol berhenti di video, ku merasa terkejut karena sama sekali tidak percaya Shyntia yang bagiku hanya gadis kecil berusia 12 tahun mampu membunuh tiga pria dewasa dalam waktu 2 menit 18 detik.

Kupijat pelan pelipis sambil menghirup udara dan menarik nafas. Cara ini cukup efektif untuk membuatku kembali tenang. Setelah berhasil mengatasi rasa terkejut dan kembali tenang, kuputar kembali video rekaman di menit saat Shyntia menembak kepala pria itu. 35 detik setelah kejadian tersebut, mobil Chevrolet hitam datang mendekat dan berhenti di samping Shyntia. Pak Henry turun dari mobil lalu memberikan beberapa lembar tisu kepada Shyntia. Sulit untuk melihat bagaimana ekspresi Pak Henry melihat apa yang terjadi namun dengan gestur tubuhnya, tampaknya pria itu tidak terkejut sama sekali. Shyntia menyeka darah yang ada di tangannya dengan tisu lalu melempar tisu tersebut ke lantai parkir. Tampak dua orang pria muncul mendekati Shyntia lalu mereka berdua berbicara pada gadis itu. Shyntia tampak senang lalu dia dan Pak Henry membopongku dan memasukkanku ke dalam mobil.

Kuputuskan untuk mematikan video rekaman itu dan menghapus seluruh rekaman yang ada di flashdisk. Sungguh menarik mengetahui fakta bahwa keluargaku adalah bagian dari organisasi. Tidak sabar rasanya untuk segera bergabung dan menjadi bagian dari organisasi ini. Dengan status dan posisiku, terpikir ide agar sekolah menyediakan kelas khusus di setiap jurusan dengan total lima siswa pilihan. Sudah pasti aku akan masuk di kelas itu. Akan kupinta Dad untuk mewujudkan ideku ini.

Terdengar ponselku berdering nyaring. Kuambil ranselku yang terletak di lantai lalu kuraih ponsel di dalam tas. Terlihat di layar ponsel bahwa yang meneleponku adalah Okāsan. Langsung kuangkat teleponnya, "Halo, ibu." , kuputuskan untuk berbicara dalam bahasa Inggris. "Halo, Nak. Aku baru saja membaca pesan darimu. Aku juga merindukanmu. Bagaimana sekolahmu? Apa kamu mempunyai teman dekat?" , ku berdeham pelan sebelum menjawab,"Sekolahku baik dan lancar sejauh ini. Lalu aku belum benar-benar mempunyai teman dekat tapi ada beberapa teman yang baik dan bisa kuandalkan." , sejujurnya itu tidak sepenuhnya benar tapi tidak masalah mengatakan itu kepada Okāsan. Ibu tiriku menjawab,"Syukurlah, Barry. Rencananya bulan depan aku akan berkunjung ke Amerika saat Shyntia ulang tahun." , aku senang mendengarnya,"Oh baiklah. Sampai bertemu bulan depan, ibu." , beliau menjawab,"Ya. Ada rapat sebentar lagi. Nanti aku akan meneleponmu lagi, Nak. Selamat malam, Barry." , "Malam juga, Okāsan.", jawabku lalu telepon dimatikan.

Seseorang mengetuk pintu kamarku yang begitu kubuka ternyata Nesta. Dia memberitahuku bahwa ayahku ingin bertemu denganku di ruangan kerjanya. Ku bergegas pergi ke ruangan kerja Dad. Bisa kutebak kalau beliau sudah mengetahui apa yang kulakukan di departemen store tadi sore. Tidak aneh mengingat mereka semua bekerja untuk ayahku jadi sudah pasti ancaman yang kuberikan hanyalah ancaman kosong. Sesampainya di depan pintu ruangan kerja Dad, kuketuk pintu terlebih dahulu. Kudengar suara Dad dari dalam yang berkata,"Masuklah, Barry."

Aku masuk ke dalam ruangan. Setelah menutup pintu, kulihat ayahku menutup buku tebal yang sedang dibacanya lalu menatapku dan berkata,"Kemarilah, Barry." , ku berjalan mendekati ayahku dan duduk di kursi coklat. Kini posisiku berhadapan dengannya. Dad berdeham lalu berkata,"Salah satu anak buahku memberitahu bahwa kamu mengunjungi departemen store bersama kedua temanmu lalu kamu meninggalkan mereka kemudian kamu pergi ke tempat satpam dan mengambil rekaman hari minggu kemarin. Hal yang lucu bagiku adalah kamu mengancam mereka setelahnya. Beritahu aku, apa yang kamu lakukan dengan rekaman itu?", "Aku hanya menonton rekaman itu dan setelah selesai, kuhapus rekamannya. Dad bisa mengecek laptop dan flashdisku." , Dad menatapku tajam, kurasa beliau mempercayai apa yang kukatakan. "Apakah kamu lupa atas ucapanku bahwa aku akan selalu mengawasimu?" , kutatap Dad dengan tegas,"Tidak. Aku selalu mengingatnya." , kulihat ayahku tersenyum tipis lalu meminum alkohol dari gelas kecil,"Baguslah. Kuharap kamu tidak melupakannya." , kujawab dengan tegas,"Tidak perlu khawatir, Dad. Ingatanku sangat baik."

Ekspresinya tampak bangga,"Baiklah. Aku sangat bangga padamu, Nak. Aku menyayangimu lebih dari Elena dan Shyntia. Kamu adalah masa depan keluarga ini. Aku percaya kamu akan menjadi jauh lebih berhasil daripada aku dan kakekmu di masa depan." Respons terbaikku adalah tersenyum senang dan berkata,"Terima kasih sudah mempercayaiku seperti itu, Dad. Ada satu yang kuinginkan. Dengan posisiku, aku merasa akan lebih baik apabila aku belajar di kelas khusus bersama beberapa murid terpilih lainnya. Yang kumaksud adalah aku ingin agar Dad meminta kepada pihak sekolah untuk memberikan fasilitas lebih kepadaku dan kepada beberapa murid yang memang berkualitas dan cerdas. Tentu saja guru yang mengajar di kelas khusus adalah guru pilihan." , setelah selesai menyampaikan pemikiranku, kulihat Dad berpikir sejenak. Setelah beberapa saat saling terdiam, Dad tiba-tiba tertawa,"Idemu sangat menarik. Aku bahkan sama sekali tidak berpikir mengenai hal itu. Well, itu hal yang sangat mudah. Besok akan kukirim anak buahku untuk menemui kepala sekolah agar dia menyiapkan gedung baru untuk kelas khusus dan ujian kompetensi kepada murid untuk bisa masuk ke kelas khusus. Bagus sekali, Barry." , kulihat tatapan Dad begitu tulus. Ku tersenyum, merasa senang dengan pujian-pujian yang diucapkan oleh ayahku dan tatapan tulusnya,"Kuharap aku akan terus memberikan ide yang bagus."

Setelah mengatakan itu, ku bangkit berdiri dan berkata,"Dad, aku izin kembali ke kamarku. Ada satu PR yang belum kukerjakan." Dad mengangguk,"Baiklah. Pembicaraan kita bisa dilanjutkan besok. Selamat mengerjakan tugasmu." ,"Baik, Dad." , ku membungkuk dengan hormat lalu berbalik dan meninggalkan ruangan. Sejujurnya muncul perasaan tidak nyaman saat aku menyadari bahwa ada seseorang di luar sana atau di sekolah yang mengamati setiap gerak gerik yang kulakukan lalu melaporkannya kepada ayahku. Kuharap aku bisa menemukan orang itu dengan cepat.

The Secret Of Me & My FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang