ستة وثلاثون

264 9 0
                                    

Aleena akhir-akhir ini selalu mual. Setiap pagi, dia bangun dengan perasaan tidak nyaman dan langsung berlari ke kamar mandi.
“aku kenapa sih ” keluhnya sambil duduk di lantai kamar mandi, memegangi perut yang bergejolak.

Alzam, yang biasanya dingin dan cuek, mulai terlihat khawatir. “Kamu kenapa ?” tanyanya dengan nada yang mengungkapkan kepedulian yang jarang dia tunjukkan.

“ngga tau cuma mual aja , mungkin masuk angin ” jawab Aleena dengan suara lemah, air mata mulai mengalir dari matanya. Akhir akhir ini ia juga menjadi lebih sensitif dari biasanya melebihi sensitif saat haid
“hormonku kayaknya berantakan. Aku gampang banget nangis"

Alzam, yang sudah terbiasa dengan keseimbangan emosi yang stabil, merasa cemas dan frustasi melihat Aleena terus-menerus menangis tanpa alasan jelas.
" Aku coba semua yang aku bisa, tapi kamu masih aja mual.” alzam juga bingung ia sudah mencoba membantu masuk angin yang diderita istrinya

Dia mencoba berbagai cara untuk membantu Aleena. Dari memasak makanan yang katanya bisa meredakan mual, hingga mencari tahu tentang gejala yang dia alami dari berbagai sumber online. Namun, usaha Alzam tampak sia-sia. Aleena masih saja mual dan sering menangis tanpa bisa diajak berbicara secara rasional.

Seperti kemarin setelah kembali dari kerja, Alzam menemukan Aleena duduk di sofa, menatap TV dengan air mata mengalir deras. “Kamu kenapa ?” tanya Alzam, tampak frustasi dan kelelahan

“iklan nya bikin aku sedih” jawab Aleena sambil menyeka air mata. “Rasanya aku nggak bisa berhenti nangis.”

Alzam duduk di sampingnya, terlihat bingung. “Aku nggak ngerti, sayang.Aku pengen banget ngebantu kamu, tapi aku nggak tahu caranya.”

Aleena mencoba tersenyum meski dia masih mual. “Aku juga nggak tau kenapa aku kayak gini. Aku cuma pengen semuanya kembali normal.”

Alzam memandang Aleena dengan ekspresi campur aduk antara frustasi dan kepedulian. “Aku cuma mau kamu baik-baik aja. Mungkin kita perlu cari cara lain buat ngebantu kamu, daripada cuma nunggu ini berlalu.”

Malam itu, Alzam duduk di meja makan sambil memikirkan solusi. Dia mencatat berbagai cara yang mungkin bisa membantu Aleena, mulai dari mencari tahu lebih lanjut tentang gejala yang dia alami hingga mencoba pendekatan baru dalam perawatan.

Saat Aleena datang dan duduk di sampingnya, Alzam menyuruhnya untuk tenang. “Kita bakal coba semua cara yang bisa kita pikirin"

Aleena tersenyum, merasa sedikit lega karena Alzam yang biasanya dingin akhirnya menunjukkan perhatian dan usaha yang besar. “Makasih, sayang"

Alzam hanya mengangguk, tetap dengan ekspresi dinginnya tapi dengan sedikit kehangatan di matanya. “Nggak apa-apa. Kita bakal hadapi ini bareng-bareng.”

Mereka berdua mencoba berbagai cara untuk meredakan mual Aleena. Meskipun Alzam masih merasa bingung dan frustasi, dia tetap berusaha keras demi kesejahteraan Aleena.

Alzam, yang merasa cemas melihat kondisi Aleena, berusaha keras untuk membantu. Dia mencari tahu makanan yang bisa membantu meredakan mual, memasak bubur hangat, dan menyediakan teh jahe. Meski demikian, Aleena masih merasa tidak nyaman dan sering mual.

Selain masalah kesehatan, Aleena juga merasa frustasi dengan pekerjaannya sebagai arsitek. Proyek desain untuk klien yang harus dia kerjakan terasa semakin lambat karena rasa mual yang mengganggu konsentrasinya. Setiap kali dia mencoba fokus pada gambar dan desain, kepalanya berputar dan mualnya semakin parah, padahal tidak biasanya ia seperti ini

“Kenapa mualnya sekarang sih , ga bisa diajak kerja sama ” keluh Aleena sambil duduk di depan meja kerja, menatap layar komputer yang penuh dengan sketsa yang belum selesai. “proyeknya jadi lebih lambat ”

Dibalik Lencana Dan SketsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang