Suara dentuman musik yang begitu keras memekakkan telinga tiga orang perempuan yang tengah menempati salah satu meja di bar. Masing-masing dari mereka memegangi gelas berisi wine.“Aku akan meminta pamanku untuk memasukkan kau ke tempat dia bekerja”
Manik mata cokelat itu menatap ke arah Agnes yang tengah berbicara padanya. Ruby, perempuan yang baru saja mengeluh kepada kedua sahabatnya, Agnes dan Elsa. Ruby mengeluh tentang dirinya yang belum juga mendapatkan pekerjaan padahal sudah memasukkan lamaran ke mana-mana, dan belum ada panggilan interview sampai detik itu juga.
Ruby menatap Agnes dengan mata memicing, sedikit tidak percaya dengan perkataan Agnes yang meminta pamannya untuk memasukkannya bekerja. Setelah lama menatap Agnes, Ruby tertawa kecil, kemudian menyesap minumannya sedikit. Ruby harus tetap menjaga kesadarannya jika tidak ingin di gondol laki-laki hidung belang di kelab ini. Segelas wine sudah cukup, dan tidak boleh lebih.“Kau jangan bercanda”
Agnes tertawa ketika Ruby tidak mempercayai perkataannya. “Aku bisa membantumu, pamanku pasti mau memasukkan kau di tempat dia bekerja. Dia kepala gudang di MFood, kau bisa bekerja bersamanya”
Ruby yang tadi sudah mengalihkan pandangannya ke arah orang-orang yang sibuk berjoget ria di bawah lampu kelap-kelip itu, kembali menarik matanya menatap Agnes. Ruby masih belum mempercayai Agnes, masih menaruh kecurigaan.
“Kau percaya saja dengan Agnes, Ruby” Elsa yang sedari tadi hanya diam menikmati minumannya, ikut mengangkat suara. “Selama ini, di antara kita, apakah ada yang mengingkari ucapannya?” Perempuan itu beralih mengeluarkan sebatang rokok, mengapit rokok itu dengan bibirnya, mulai menyulut api di ujung rokok.
Ruby menggeleng, memang, persahabatan mereka begitu erat. Mereka sudah seperti saudara, bahkan mereka tinggal di tempat yang sama, hidup bersama. Berkat kehadiran kedua sahabatnya itu juga, Ruby masih bisa bertahan hidup di kota besar ini meskipun belum mendapatkan pekerjaan.Bahkan Ruby masih bisa menikmati malamnya di kelab meskipun tidak memiliki penghasilan. Semua itu berkat Elsa dan Agnes, dua perempuan itu berasal dari keluarga yang berada, berbeda dengan Ruby yang hidup sebatang kara.
Agnes menyesap minumannya sejenak, menatap Ruby yang masih tampak berpikir. “Bagaimana? Kau mau aku bantu?”
“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Ruby. “Aku tahu, kau tidak akan langsung membantuku tanpa ada sesuatu yang berkeliaran di otakmu itu” Ruby menunjuk ke arah kepala Agnes. Dia hafal betul dengan isi kepala Agnes, perempuan itu pasti tengah memikirkan sesuatu. Agnes, perempuan yang menyukai hiburan, yang paling berduit di antara mereka bertiga.
Agnes terkekeh kecil, menaruh gelasnya di atas meja. “Kau tahu saja jika aku sedang memikirkan sesuatu” Pandangan Agnes mengedar ke sekitar kelab, terutama ke sofa-sofa yang di tempati oleh laki-laki yang tengah menikmati wine, dan ada juga yang di dampingi oleh perempuan malam. “Aku ingin menguji keberanianmu”
Elsa menatap ke arah Agnes dengan mata memicing. “Kau jangan aneh-aneh, Agnes. Kau ingin membiarkan Ruby kita bertindak nakal?” Seakan tahu isi otak dari Agnes, Elsa langsung memperingati.
Ruby kita. Panggilan kesayangan Agnes dan Elsa kepada Ruby. Mereka sudah menganggap Ruby sebagai sahabat, saudara, bahkan hubungan mereka sangat dekat. Ruby, teman yang begitu mereka jaga layaknya adik sendiri, memang, di antara mereka Ruby yang paling muda. Panggilan itu tercetus tanpa sengaja, dan di pakai sampai sekarang.
Agnes tertawa, kembali menatap ke arah Ruby yang masih menunggu apa yang di inginkan oleh Agnes. Agnes tersenyum penuh arti menatap Ruby. “Kau dekati laki-laki di kelab ini, Ruby, dan ajak dia ke hotel. Kau bebas memilih siapa saja, aku tidak menentukan orangnya.”
Ruby menelan ludahnya susah payah, pandangannya mengedar, mencoba melihat laki-laki di kelab, dengan melihatnya saja membuat Ruby bergidik ngeri. Walaupun dia sering ke kelab, tapi dia sangat anti di dekati oleh laki-laki hidung belang. Setiap ke kelab, Ruby juga selalu di jaga oleh kedua sahabatnya itu.
Ruby menarik matanya untuk menatap Agnes lagi, perempuan itu masih tersenyum penuh arti. “Kau serius, Agnes? Kau ingin aku di culik ke hotel oleh laki-laki hidung belang itu?” Ruby memastikan lagi. Bulu kuduknya makin meremang ketika Agnes mengangguk. “Aku tahu kau tidak berniat membantuku. Kau sengaja memberikan syarat yang sulit bagiku”
Agnes tertawa, mengangkat gelasnya ke atas. “Kau masih saja takut mendekati laki-laki, Ruby” Agnes menyesap minumannya dengan pandangan terus mengarah pada Ruby.
“Begini saja” Elsa yang tadi sibuk merokok, mematikan rokoknya dengan menekan puntung yang menyala ke asbak yang ada di meja. Elsa melipat kedua tangannya di atas meja, menatap Ruby, sepertinya ide Agnes juga tidak terlalu buruk. “Aku dan Agnes akan memantaumu dari kejauhan, kami akan memastikan kau aman seperti biasa. Kami tidak mungkin membiarkanmu di terkam laki-laki hidung belang. Kau aman selagi ada kami”
Ruby mendesah mendengar Elsa yang ikut mengomporinya. “Aku tahu kalian akan memastikanku aman, tapi ini masalahnya kalian menyuruhku mengajak laki-laki ke hotel. Bagaimana jika di dalam sana dia mengeksekusiku. Kalian tidak mungkin ikut masuk ke dalam hotel”
“Kau hanya perlu menciumnya, dan mengirimkan fotonya kepadaku. Hanya itu, Ruby” Agnes menatap Ruby serius. “Aku tidak akan membiarkan dia melecehkanmu. Anggap saja ini sebagai uji nyali karena selama ini kau tidak pernah mau di dekati laki-laki di kelab”
Ruby tampak menimbang-nimbang, menatap Agnes dan Elsa secara bergantian. Ruby kembali mendesah frustasi kala melihat Elsa yang mengangguk-anggukkan kepalanya. “Apa tidak bisa di kelab saja aku menciumnya?”
Agnes menggeleng kuat. “No. Kalau kau melakukannya di sini, rasanya kurang menantang, Ruby. Aku tidak memaksa, kau bisa melakukannya jika kau ingin”
“Tapi, kau berjanji akan meminta pamanmu untuk memasukkanku ke tempatnya bekerja?”
Agnes mengangguk. “Kau tidak perlu meragukan itu”
Ruby menggigit bibir bawahnya, masih memikirkan ulang tantangan dari Agnes dan Elsa. Cukup lama Ruby berpikir, sampai akhirnya dia mengangguk, menyetujui. “Oke. Aku terima tantangannya”
Agnes dan Elsa saling memandang, mereka tidak percaya jika Ruby akan menyetujuinya. “Kau yakin, Ruby?” tanya Agnes. Kali ini dia yang menatap Ruby tidak yakin.
Ruby mengangguk. “Asalkan aku dapat pekerjaan, aku akan melakukan apa saja” tekadnya sudah begitu kuat. Dia sudah bosan hidup menganggur dan terus menjadi beban bagi Agnes dan Elsa.
“Kau bisa menghubungi kami jika dia berbuat macam-macam denganmu. Kirimkan nomor kamarnya sebelum kau masuk ke dalam kamar hotel agar aku dan Agnes bisa menyusulmu jika terjadi sesuatu” peringat Elsa, memberikan kiat agar Ruby tetap aman.
Ruby mengangguk, pandangannya mengedar, mencari-cari siapa orang yang akan dia ajak ke hotel. Ruby mencari laki-laki yang sekiranya tidak akan terlalu bahaya.Ruby tersenyum saat pandangannya jatuh kepada satu laki-laki yang sedang duduk di salah satu sofa di bar, menikmati wine dengan pandangan mata menatap ke arah orang-orang yang tengah berjoget. Laki-laki itu tidak duduk sendirian, dia di temani oleh dua temannya yang sama-sama menikmati wine tanpa di temani perempuan malam.
Ruby menatap ke arah Elsa dan Agnes. “Aku sudah menemukan target” ucapnya, mengulum senyum.
Ruby memperbaiki penampilannya, menata kembali rambutnya. Ruby membawa semua rambutnya ke cekuk leher kirinya, sementara sebelah kanan tidak tertutup rambut lagi, dia ingin menggoda laki-laki itu dengan memperlihatkan bahu kanannya yang memang terbuka.Ruby saat ini memakai dress dengan bahu terbuka, dan panjang dress itu di atas lutut. Lekuk tubuhnya terlihat begitu jelas karena dress yang dikenakan sangat pas di badan rampingnya.
Elsa dan Agnes terkesiap saat Ruby mulai melangkah menjauhi meja mereka. Ternyata, Ruby benar-benar menerima tantangannya. Agnes dan Elsa harus bersiap mengikuti pergerakan Ruby tanpa kehilangan perempuan itu. Ruby bisa di culik dan berakhir di ranjang bersama laki-laki jika mereka mengalihkan pandangan sedetik saja.
Ruby memantapkan langkah kakinya, memasang senyuman terbaik yang dia punya. Tangan Ruby meremas ujung dress, gugup melandanya, kakinya sedikit gemetar. Ruby berhenti melangkah, menarik napas, lalu menghembuskannya secara perlahan. Setelah di rasa dirinya mulai tenang, Ruby kembali melanjutkan langkahnya mendekati sofa yang sedari tadi menjadi tujuannya.
“Apa aku boleh bergabung?” tanya Ruby setibanya di dekat sofa di mana laki-laki incarannya duduk. Kedua laki-laki yang duduk di sofa itu menatap ke arah Ruby, berbeda dengan laki-laki yang Ruby incar, dia tidak memedulikan suara Ruby yang menanyakan persetujuannya.
“Boleh. Kau bebas bergabung dengan kami” jawab Irfan, laki-laki yang memakai pakaian nyentrik, berbeda dengan yang lainnya, mereka memakai kemeja dan jas, terlihat begitu formal.
Ruby tersenyum, memilih duduk di sebelah laki-laki incarannya, Christoper. Ruby menghadapkan tubuhnya ke arah Christoper sambil tersenyum. Hal itu membuat kedua teman Christoper merasa heran, terlebih Chris yang hanya tetap diam saja, tidak menatap Ruby.
“Sepertinya kau tertarik dengan Chris” ucap Davin, laki-laki yang memakai kaca mata, memperhatikan Ruby dengan tangan yang memegangi gelas berisi wine.
Ruby menoleh ke arah Davin, menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Kemudian, Ruby kembali menatap ke arah Chris. “Kau ingin ke hotel bersamaku?”
Irfan tersedak minumannya mendengar ajakan Ruby yang langsung tanpa berkenalan terlebih dahulu, wajah laki-laki itu memerah, tangannya menepuk-nepuk dadanya pelan.Sementara Davin, laki-laki itu juga terkejut, tapi tidak separah Irfan. Davin menatap ke arah Chris yang masih duduk santai, menikmati minumannya, sama sekali tidak terganggu dengan ajakan Ruby.
“Apa kau tidak mendengarku?” tanya Ruby, mulai sedikit jengkel dengan Chris yang mengabaikannya.
Chris menoleh ke arah Ruby, matanya bergerak memindai penampilan Ruby dari atas sampai bawah, pandangannya berhenti lebih lama di dada Ruby. Hal itu membuat Ruby merasa gelisah di dalam duduknya, merasa sedang di telanjangi oleh tatapan mata Chris.
Ruby berdeham singkat, memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah Irfan dan Davin yang duduk di sofa seberangnya. Karena gugup, Ruby malah mengambil gelas yang ada di meja, di depan Chris, gelas milik laki-laki itu tentunya. Ruby meneguk wine yang masih tersisa sedikit di gelas itu.
Agnes dan Elsa yang memperhatikan dari kejauhan tampak tertawa kecil melihat Ruby. Mereka tahu jika sahabatnya itu kini tengah gugup setengah mati. “Aku yakin Ruby tidak akan berhasil” gumam Elsa.
Agnes tersenyum. “Aku kasihan melihat Ruby kita yang duduk di tengah-tengah laki-laki itu. Sepertinya dia salah memilih target”
Elsa mengangguk, menyetujui argumen Agnes. Di lihat dari kejauhan saja sudah terlihat aura mengintimidasi yang begitu kuat. Pantas saja Ruby tampak sangat gelisah, meskipun perempuan itu berusaha menyembunyikannya dengan baik.
“Dari pada kau mengajak Chris, lebih baik kau mengajakku saja” ucap Irfan, menawarkan dirinya kepada Ruby. Menurut Irfan, Ruby sangat menarik, tubuhnya juga bagus, berisi di tempat-tempat yang disukai laki-laki. “Bagaimana? Kau mau bersamaku saja?”
Ruby menatap Irfan, tidak ada salahnya menukar targetnya. Dia hanya perlu mengajak laki-laki ke hotel dan menciumnya, hanya itu saja. Jadi, tidak harus Chris. Ruby membuka mulutnya, hendak menerima ajakan Irfan, tapi, suara dari laki-laki di sampingnya terdengar, membuat Ruby menarik matanya untuk menatap ke arah Chris.
“Aku yang menentukan hotelnya”
Ruby tersenyum kepada Chris, dia berhasil, laki-laki itu menyetujui ajakannya. “Tentu. Kau bebas menentukan”
Chris mengangguk, bangkit dari duduknya. “Ayo” Chris mengulurkan tangannya kepada Ruby.
Ruby menerima uluran tangan Chris, berjalan bersama dengan laki-laki itu meninggalkan kelab. Irfan dan Davin hanya saling lempar pandang, mengangkat bahu, tidak begitu peduli dengan Chris yang akan menikmati malamnya dengan perempuan itu. Sementara Agnes dan Elsa, mereka sudah mengikuti Ruby yang di gandeng oleh Chris yang keluar dari kelab.
******Mohon dukungan dengan memberikan vote dan komen
Terima kasih,
Uri_rin
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Boss!! (Tamat)
Romance(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE ACAK!) WARNING!! (21+) Tak kunjung mendapatkan pekerjaan, Ruby menerima tantangan dari kedua sahabatnya untuk mengajak tidur laki-laki acak yang berada di bar di mana mereka sedang minum...