“Kau gila!”
Ruby tahu jika dia benar-benar gila. Agnes dan Elsa tidak berhenti mengatainya gila saat mendengar ceritanya. Ruby juga merasa malu sekarang karena dia merendahkan dirinya sendiri, tapi siapa yang peduli, toh, dia mengatakannya hanya pada Chris seorang. Tidak mungkin Chris membeberkan semua yang dia ucapkan ke orang lain bukan? Atau, Chris akan mengatakannya kepada Davin?
Ruby mendesah frustrasi, mengacak rambutnya. Dirinya saat ini sedang berada di sofa, merebahkan dirinya di atas sofa, sementara Agnes dan Elsa duduk di lantai akibat Ruby yang menguasai sofa. “Aku tidak bisa memikirkan alasan yang lain. Jika aku masih menghinanya, aku pasti tidak akan bisa kalian lihat sekarang ini”Ruby menarik tubuhnya untuk duduk, menatap ke arah kedua temannya. “Kalian tidak tahu betapa mencekamnya tatapan mata laki-laki itu. Di tatap begitu saja sudah membuatku ketakutan setengah mati”
“Tapi, tidak dengan cara kau mengatakan hal menjijikkan seperti itu” bantah Elsa. “Jika Agnes yang mengatakannya aku masih terima”
“Enak saja!” Agnes tidak terima, menatap Elsa kesal. “Aku memang sering berganti pasangan, tapi aku tidak selonggar itu” suara Agnes memelan di akhir kalimatnya. Dia yakin dirinya tidak longgar.
Elsa tertawa kecil. “Maksudku, jika Ruby yang mengatakannya sangat mustahil”
“Dia tidak akan tahu. Lagi pula aku hanya memikirkan keselamatan diriku. Pamanmu juga membiarkan Chris membawaku ke ruangannya” Ruby masih kesal dengan Pak Burhan yang memberikan izin Chris untuk membawanya.
“Pamanku pasti juga tidak mungkin melarang. Chris atasannya”
Ruby mengangguk, dia juga mengerti situasinya. Walaupun Pak Burhan mengenalnya sebagai teman Agnes, laki-laki itu akan di pecat jika berani menentang Chris, dia yang memberikan mereka gaji. “Jika aku kehilangan pekerjaan, dan menganggur lagi” Ruby menatap Agnes dan Elsa secara bergantian. “Apa kalian bersedia menampungku lagi?”
“Tentu saja, Ruby” jawab Agnes cepat, di balas dengan anggukkan setuju oleh Elsa. “Selama ini apakah pernah kami mengeluh? Kau bebas menikmati masa pengangguranmu”
Ruby menghela napas lelah. Tetap saja, dia merasa tidak enak jika terus merepotkan kedua temannya itu. Baru saja Ruby berpikiran akan mentraktir Agnes dan Elsa saat dirinya memperoleh gaji pertamanya nanti, tapi karirnya yang baru dimulai harus redup seketika.
“Dia mengatakan akan memecatmu?” tanya Elsa.
Ruby menggeleng. Chris tidak mengatakan apa-apa karena Ruby pergi meninggalkan ruangan Chris begitu saja setelah mengatakan sesuatu yang merendahkan dirinya sendiri. “Aku tidak tahu. Aku pergi dari ruangannya, aku sudah sangat malu”
“Coba aku tanyakan ke pamanku dulu” Agnes mengambil ponselnya yang berada di atas meja, mencoba menghubungi Burhan untuk menanyakan perihal Ruby.
Tidak butuh waktu lama, Burhan langsung mengangkat telepon dari Agnes. “Halo, paman” sapanya saat sambungan telepon terhubung.
Elsa dan Ruby segera mendekat ke arah Agnes, ikut mendengarkan apa yang akan di katakan oleh Burhan nanti. Agnes yang merasa terganggu dengan kedua temannya yang begitu dekat, dan membuatnya kegerahan, memilih menjauhkan ponselnya dan menghidupkan loudspeaker.
“Iya, halo, Agnes. Bagaimana kabarmu?”
“Baik, paman. Aku sudah lama tidak berkunjung ke rumahmu. Bagaimana dengan keadaan keluargamu? Apakah baik-baik saja?”
“Kami semua baik, Agnes”
“Begini, Paman. Ada yang ingin aku tanyakan padamu perihal temanku yang waktu itu aku minta tolong untuk dimasukkan kerja di tempatmu”
“Maksudmu Ruby?”
“Iya, paman”
“Aku juga ada yang ingin aku sampaikan padanya”
Ruby mengernyit bingung. Apa yang ingin di sampaikan oleh Pak Burhan? Apakah beliau ingin mengatakan jika Ruby sudah di pecat?
“Kau ingin menyampaikan apa, Paman? Apa temanku membuat masalah di sana?”
Burhan tertawa, membuat ketiga perempuan itu mengernyit heran. “Dia tidak membuat masalah. Tadi dia menemui Pak Chris, atasanku, dan setelah menemui Pak Chris, Ruby langsung pulang begitu saja tanpa mengatakan apa-apa padaku”
Agnes dan Elsa menatap Ruby horor. Ruby yang di tatap begitu malah menyengir. Dia memang pergi begitu saja, bahkan tas miliknya dia tinggalkan di ruangan tanpa berniat mengambilnya lagi. Ruby sangat yakin jika dia akan di pecat.
“Pak Chris mengabariku jika dia menyukai Ruby, dan dia sangat suka dengan pola pikir Ruby. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, sepertinya Ruby berhasil membuat Pak Chris senang dengan pola pikirnya”
Ruby menjauhkan dirinya dari Agnes dengan perasaan penuh kebingungan. Di bagian mana Chris menyukai pola pikirnya? Apakah di bagian dia yang mengatakan Chris sangat perkasa? Jika benar begitu, maka Ruby sangat bersyukur dengan apa yang telah dia katakan tadi.
“Baik, paman. Nanti akan aku sampaikan kepada Ruby. Lain kali aku akan mengunjungi rumahmu” Agnes mematikan sambungan telepon, menatap ke arah Ruby.
Ruby tersenyum-senyum tidak jelas, duduk di sofa dengan punggung yang dia sandarkan ke sofa. Senyuman itu perlahan berubah jadi sebuah tawa yang tampak begitu aneh di mata kedua temannya. Apa Chris merasa bangga setelah mendapatkan validasi dari Ruby? Benarkah?
“Kali ini kau selamat, Ruby” ucap Agnes.
Ruby masih tersenyum, membenarkan posisi duduknya. “Benar bukan? Jadi pilihanku merendahkan diriku sangat tepat. Dia menyukainya, dan aku tidak jadi di pecat” Ruby begitu bangga dengan pencapaiannya itu.
Elsa berdecak heran sambil geleng-geleng kepala melihat Ruby yang tersenyum lebar sekarang. “Baru kali ini aku melihat orang yang senang setelah merendahkan dirinya di depan orang lain”
“No, no, no” Ruby menggerak-gerakkan jari telunjuknya di depan dengan kepala yang ikut menggeleng-geleng juga. Dia tidak setuju dengan apa yang di ucapkan oleh Elsa. “Aku hanya rendah hati”
Elsa menatap Ruby bergidik ngeri. “Kau bisa membedakan antara rendah diri dan rendah hati, Ruby? Keduanya memiliki perbedaan yang sangat jauh”
“Aku tidak peduli, yang terpenting pekerjaanku aman” sorak Ruby, perempuan itu malah senang, merebahkan dirinya kembali di sofa dengan senyuman lebar yang tidak berhenti dia tampilkan. Begini rasa senang itu rupanya.
*****
Perasaan senang itu masih Ruby bawa ketika dirinya menginjakkan kaki di kantor, perempuan itu bersenandung memasuki gudang. Suasana hati Ruby sangat baik hari ini, bahkan tatapan tidak suka yang langsung di layangkan Melly padanya tidak membuatnya kesal. Ruby malah tersenyum lebar kepada Melly, menyapa perempuan itu dengan begitu ramah.
“Selamat pagi, Melly” sapa Ruby, duduk di kursi yang biasa dia tempati di gudang, membuka layar komputernya. Ruby masih terus bersenandung, bahkan tidak peduli dengan Melly yang menatapnya aneh.
“Apa harimu begitu cerah hari ini?” tanya Daffa, duduk di sebelah Ruby, menatap perempuan itu dengan wajah keheran-heranan.
Ruby menoleh ke arah Daffa, menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat. “Aku seperti baru saja terlahir kembali”
Melly dibuat mual saat mendengar ucapan Ruby, perempuan itu memilih pergi dengan membawa dokumen untuk mengecek barang-barang yang ada di gudang. Melly tidak mau mendengarkan cerita menyenangkan yang di miliki oleh Ruby.
Daffa ikut tersenyum senang. “Apa kau menjadi bayi lagi?” tanyanya, mengusap-usap pucuk kepala Ruby dengan gemas.
Ruby terdiam, menatap Daffa bingung. Merasa aneh dengan Daffa yang semakin lama semakin berani melakukan kontak fisik yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang rekan kerja. Ruby yakin jika laki-laki itu menyukainya.
“Kenapa kau malah diam? Apa kau keberatan jika aku mengusap kepalamu?” tanya Daffa bingung, dia sudah menarik tangannya dari kepala Ruby.
Ruby tersenyum kaku, menggelengkan kepalanya. Dia hanya merasa sedikit aneh saja, dan tidak terbiasa. Ruby mengusap kepalanya sendiri, mengikuti apa yang dilakukan oleh Daffa tadi. “Apa aku terlihat seperti bayi?” tanyanya.
Daffa tersenyum, menganggukkan kepalanya, menyetujui. “Kau seperti bayi yang baru lahir” ucapnya, diiringi dengan tawa. “Apa aku harus memanggilmu my baby?”
Ruby tersenyum malu, dugaannya terkonfirmasi. Daffa benar-benar menyukainya. “Apa aku salah satu dari kumpulan your baby?” Ruby tahu jika bukan hanya dirinya yang sering di rayu oleh Daffa, laki-laki itu juga berapa kali kedapatan merayu Melly. Ruby tetap harus berhati-hati sebelum melabuhkan hatinya.
Daffa tertawa kecil. “Kau satu-satunya. Kau tahu aku tertarik denganmu semenjak pertama kali bertemu”
Ruby memilih menanggapinya dengan senyuman tipis saja. Ruby memutar tubuhnya untuk menatap ke layar komputer di depannya. Ada pekerjaan yang harus dia selesaikan dari pada menanggapi rayuan Daffa yang tidak hanya ditujukan kepadanya. Walaupun tidak bisa dipungkiri jika Ruby sedikit tertarik dengan Daffa, laki-laki itu sangat pandai mengambil hati perempuan, termasuk Ruby.
“Apa aku ditolak?” tanya Daffa, menatap Ruby.
Ruby menoleh ke samping, mengangkat alisnya sebelah. “Di tolak?” ulangnya.
Daffa mengangguk. “Iya, aku baru saja mengutarakan perasaanku padamu, Ruby. Aku tertarik padamu dari lama, dan aku ingin melakukan pendekatan denganmu, tapi kau terlihat tidak begitu tertarik denganku”
“Ah, bukan begitu. Hanya saja kita masih di kantor, dan di sini tempat kita bekerja”
“Jadi, kau menerimaku?” Daffa tergelak saat Ruby terlihat akan membantah ucapannya. “Aku hanya bercanda. Aku harus melakukan pendekatan terlebih dahulu bukan?”
Ruby mengangguk, tidak ada salahnya mencoba melakukan pendekatan dengan Daffa. Seperti kata Elsa, jika Ruby ingin memiliki laki-laki yang mencintainya, maka dirinya harus membuka hatinya, membuka jalan bagi laki-laki yang ingin mendekatinya. Sepertinya ini saatnya bagi Ruby untuk membuka diri kepada laki-laki, dan mungkin Daffa laki-laki itu.
“Aku akan memikirkannya”
Daffa tersenyum. “Kau membuatku jadi gelisah, Ruby. Apa tidak bisa di percepat saja?”
Ruby tertawa kecil. “Kau ingin aku langsung memutuskan detik ini juga?”
Daffa menggeleng. “Tidak. Aku tidak menyuruhmu memutuskan saat ini juga, tapi beri aku kesempatan untuk lebih mendekatkan diri padamu” Ruby mengernyitkan dahinya bingung. “Nanti sepulang kerja, kau bisa keluar bersamaku?” tanya Daffa.
Ruby tampak berpikir, dia sama sekali tidak punya agenda setelah selesai bekerja. Agenda Ruby tidak akan jauh-jauh dari berkumpul dengan kedua temannya, membicarakan apa pun yang sedang ingin mereka bahas, dan pembicaraan itu tidak akan jauh dari laki-laki yang akan Agnes incar untuk dia kencani.
Kabarnya, Agnes sudah putus dengan pacarnya, dan sedang mencari pacar baru. Agnes juga sempat meminta Ruby untuk mendapatkan nomor Chris. Perempuan itu berniat mengincar Chris saat mendengar cerita Ruby tentang ukuran pusaka laki-laki itu. Agnes memang pencinta pusaka.
Sekarang berhenti membicarakan Agnes, Ruby harus kembali memikirkan jawaban untuk pertanyaan dari Daffa. “Apa kau mengajakku berkencan?”
Daffa terkekeh, mengangguk-anggukkan kepalanya. “Bisa di bilang begitu. Kau akan mempertimbangkan ajakanku? Atau aku harus menunggu berhari-hari dulu untuk tahu jawabannya?”
Ruby tertawa lagi. “Tidak perlu. Aku akan menyetujui ajakanmu, nanti selepas bekerja, aku juga tidak memiliki rencana lain. Jadi, aku bisa pergi keluar bersamamu”
Daffa tersenyum senang, laki-laki itu mengangkat tangannya. “Kau lihat ini, tanganku gemetar saat menunggu jawabanmu” Daffa beralih menggenggam tangan Ruby yang berada di atas meja. “Tanganku juga dingin”
Ruby tersenyum, tangan Daffa benar terasa dingin saat menyentuh tangannya. “Apa kau segugup itu?”
Daffa mengangguk cepat. “Tentu saja. Ini penentuan langkah awalku untuk mendekatimu”
******Hello everyone
For your information, habis ini kita udah masuk ke babak Chris dan Ruby semakin dekat karena satu alasanAlasannya rahasia ya, hehe
Baca BAB selanjutnya
Mungkin 1 atau 2 Bab lagi akan ada adegan wleo-wleo
Jadi hati-hati buat yang masih kicikSalam hangat,
Jangan lupa vote dan komen
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Boss!! (Tamat)
عاطفية(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE ACAK!) WARNING!! (21+) Tak kunjung mendapatkan pekerjaan, Ruby menerima tantangan dari kedua sahabatnya untuk mengajak tidur laki-laki acak yang berada di bar di mana mereka sedang minum...