Chapter 1

23.3K 1K 16
                                    

Happy reading


   "Buna, Bam main kelual boleh?" tanya anak kecil dengan mata sedikit sipit. Tangannya yang mungil memegang hujung kemeja Buna Yana yang sudah terlihat lusuh namun bersih.

   "Habisin nasinya dulu. Kalau nasinya belum habis, buna nggak akan bolehin Bam main keluar bareng abang sama kakak," ujar Buna Yana. Bam melepaskan genggamannya pada baju Buna Yana lalu beralih memeluk kaki kanan Buna Yana.

   "Tapi Bam udah kenyang. Lihat pelut Bam udah gede. Bam takut nanti pelut Bam meledak," jawap Bam nggak mau kalah. Abangnya sudah menunggu di luar panti asuhan.

   Kalau udah kayak gini, Buna Yana nggak tau mau bicara apalagi. Bam ini kadang keras kepala, untungnya Bam ini imut dan lucu. Marahnya jadi turun dikit.

   "Boleh ya buna? Bam janji nanti malam Bam abicin nacinya," ujar si imut membujuk Buna Yana. Buna Yana melepaskan keluhan, ia tahu itu cuma kata-kata manis yang keluar dari mulut si mungil Bam. Nanti malam pasti Bam nggak abisin nasinya lagi. Bam ini manja, kalau nggak disuapin mana mau dia habisin nasinya. Katanya tangannya pegel.

   "Iya. Tapi Bam jangan nakal-nakal ya? Kalau kakak bilang pulang langsung pulang. Buna nggak mau jemput kamu di rumah warga lagi," nasihat Buna Yana. Kalau saja kalian tahu kelakuan Bam yang satu ini pasti kalian geleng kepala.

   Saking imutnya Bam, ia kemana mana pasti ada yang manggil. Warga desa di sekitar panti asuhan memang udah kenal sama Bam. Terkadang Yana harus mengambil Bam di rumah warga karena Bam ditahan disana dan nggak dibolehin pulang. Bam kayak boneka gembul soalnya.

   "Okay buna," jawap Bam.

   "Ini susunya Bam. Simpan di dalam tas. Kalau udah habis simpan lagi botol susunya Bam, jangan buang kayak kemarin. Bam dengar buna?"

   "Dengal buna." Bam mengambil botol susunya dan memasukkannya ke dalam tas selempangnya. "Buna hali ini Bam pakai tac ini."

   Bam menunjukkan tas selempangnya yang bermotif kodok berwarna hijau. Bam ini suka pakai tas selempang teman-teman. Dia punya enam tas selempang yang mungil - mungil. Cuma muat botol susunya doang sama beberapa permen.

   "Imut kaya Bam." Pipi Bam memerah mendengar pujian dari Buna.

   "Makacih buna."

   "Sama-sama."

***

   "Abang main ke sungai dulu ya? Jangan bilang sama buna."

   "Bam?"

   "Adek di sini aja. Main sama yang lain. Nanti abang jemput adek di sini lagi. Jangan main jauh-jauh," pujuk Tommy. Tommy ini salah satu anak yatim yang tinggal di panti asuhan bersama Bam. Tommy ini usianya sudah 11 tahun sedangkan Bam baru masuk 4 tahun. Masih balita ya.

   "Bam ikut ya? Bam nggak nakal."

   "Adek nggak nakal tapi adek mau jadi nakal kayak abang?" Bam langsung menggelengkan kepalanya. Rambutnya yang dikucir kayak air mancur bergerak gerak membuat Bam terlihat semakin imut. "Kalau nggak mau tunggu abang di sini ya. Kalau bosen adek ke rumah abah. Dia lagi panen buah. Nanti adek minta aja buahnya sama abah"

    Bam hanya mengangguk.

    "Pintarnya adek abang. Abang pergi dulu ya. Ingat, jangan bilang sama siapa siapa terutama buna." Teriak Tommy sambil berlari meninggalkan Bam. Si kecil hanya mampu mengajukan jempol bantetnya sambil melihat Tommy yang semakin jauh.

   "Bam mau mam buah," gumam si kecil lalu berlari ke rumah abah yang tidak jauh dari sana. Sekitar tiga menit kemudian Bam tiba di halaman rumah seorang lelaki berusia yang selalu dipanggil abah oleh warga sekitar. Ternyata abangnya benar, abah sedang memetik buah pepaya yang sudah matang di sekitar rumahnya.

    "Abah! Bam di cini!" teriak si kecil. Ia berlari perlahan menuju ke arah lelaki tua itu. "Bam datang abah."

   "Eh, cucu mbul abah. Sama siapa mbul?" tanya abah. Tubuh mungil Bam diangkat ke dalam pelukannya. Pipi Bam yang memerah dicium lembut oleh abah.

   "Bam cendili abah. Abang main di cungai," jawap Bam tanpa sedar membocorkan rahasia abangnya.

   "Kasian cucu abah. Mau makan pepaya? Pepayanya manis, kaya mbul abah ini." Abah nggak perlu khawatir dengan abangnya Bam yang katanya main di sungai karena sungai di situ nggak terlalu dalam, paling dalam cuman sebatas lutut mereka.

   "Bam mau yang manis."

   "Iya. Bam duduk dulu ya? Abah panggil nenek kamu dulu. Nanti setelah Bam mam pepaya, temenin abah ke kebun ambil pisang ya?"

    "Bam bica abah." Abah meletakkan Bam di atas meja yang berada di teras rumahnya. "Tunggu di sini."

   "Okay."

.
.
.

To be continue

Hallo semua. Aku penulis baru. Hehehe. Bantu vote dan komen yuk!

03/08/2024  Saturday
16/11/2024 Saturday -1st edit
  

BAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang