Ngobrol

1.2K 119 7
                                    

Keesokan paginya, Mika terbangun dan lagi-lagi tidak mendapati Ala ada disampingnya. Ia melirik ke arah jam diatas nakas, masih pukul enam kurang. Gadis itu mendengus, sebenarnya Ala itu suka bangun jam berapa sih? Heran, sepagi ini aja udah hilang.

"Udah bangun, sayang?"

Mika menoleh ke arah pintu kamar, Ala baru saja masuk ke dalam seraya membawa nampan berisi sarapan. Istrinya itu mengenakan kaos oblong dan celana training, rambutnya masih setengah kering pertanda ia sudah mandi.

"Belum, ini khodam gue."

Ala tertawa mendengarnya, ia letakkan nampan yang dibawanya diatas nakas. Lalu duduk di tepi ranjang, tangannya terjulur untuk mengusak gemas rambut Mika yang tampak seperti singa saat ini.

"Saya tadi bikin sarapan buat kamu. Nah sekarang kamu cuci muka sama sikat gigi dulu baru makan," titah Ala dengan suara begitu lembut, tatapannya pun begitu teduh membuat Mika terdiam sesaat.

Emang semua pasangan bakal langsung keliatan beda gini ya kalau abis dapet jatah? Mika bertanya-tanya dalam hatinya.

"Gue mandi sekalian deh," balas Mika lalu segera beranjak, namun pergerakannya buru-buru ditahan oleh Ala.

Mika menatap Ala dengan dahi berkerut, "apaan sih? kan elu juga yang nyuruh," ujarnya sewot.

Ala tersenyum, "saya boleh minta cium dulu enggak?"

Mata Mika membulat, kalau dipikir-pikir semalam mereka beneran pure muasin nafsu satu sama lain aja. Enggak ada kissing, bikin bitemark atau apapun itu yang lebih intim.

TAPIKAN ALA UDAH CIUMAN SAMA BIBIRNYA YANG BAWAH!

Jadi, dengan gerakan cepat dan penuh dendam. Mika dorong wajah Ala menjauh yang sialnya membuat tubuh Ala oleng karena serangan tiba-tiba itu. Kesempatan tersebut Mika manfaatkan untuk segera beranjak dari atas ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi. Tidak lupa menguncinya dari dalam.

Sumpah, yang semalem dampaknya enggak main-main. Karena Mika rasa Ala udah makin berani aja kelakuannya.

Tapi, kegiatan semalem seenggaknya bikin rasa penasaran Mika terjawab. Kalau ternyata emut penis sensasinya senagih itu walaupun enggak bisa masuk semua dan bikin gumoh dikit kalo dipaksa. Sensasi dijilat juga rasanya seluar biasa itu.

Mungkin kapan-kapan Mika mau minta lagi ke Ala kalau rasa malunya lagi hilang entah kemana.

Dua puluh menit, Mika keluar dari kamar mandi mengenakan bathrobe berwarna merah muda yang membalut tubuh telanjangnya. Mendapati Ala yang masih setia pada posisinya seraya memainkan ponsel.

Mika langsung melangkah mendekati Ala, mengurungkan niatnya untuk memakai pakaian terlebih dahulu. Ia mendaratkan pantatnya disamping Ala, membuat yang lebih tua menoleh dan segera meletakkan ponselnya setelah mematikan benda itu.

"Pakai baju dulu, sayang," ujar Ala. Jujur saja, ia takut tegang hanya karena melihat belahan dada milik sang istri yang terpampang nyata tepat dihadapannya.

Mika menggeleng, "nanti aja."

Ala hanya bisa mengulum senyum, ia lalu meraih piring berisi waffle dengan saus coklat dan buah stroberi diatasnya.

"Mau makan sendiri apa disuapin?" tanya Ala menggoda. Ia sendiri merasa bahwa kegiatan mereka tadi malam setidaknya membuat mereka terasa sedikit lebih dekat. Didukung dengan sikap Mika yang sudah tidak terlalu kasar dan terkesan ketus padanya.

Ala sampai berfikir kalau istrinya itu luluh setelah melihat ukuran penisnya. Ya, lumayan buat bikin sang istri geter-geter keenakan kalau di mentokin semua.

"Dih! Makan sendiri lah!" dengus Mika seraya melayangkan pukulan main-main pada bahu Ala membuat yang lebih tua tertawa. Setelahnya ia merebut piring dari tangan Ala dan mulai melahap waffle yang tampak lezat itu.

"Lo yang bikin ini?" Ala mengangguk sebagai jawaban.

Mika mengerucutkan bibirnya, pipinya menggembung karena menguyah makanan. Sedikit merasa minder karena wanita sekelas Ala saja bisa memasak, coba Mika, sudah pasti waffle ini sudah gosong.

Apa Mika harus belajar masak biar enggak kalah sama Ala? Tapi dirumah ada juru masak, ngapain repot?

"Besok sepulang sekolah kalau saya ajak kamu ke rumah orang tua saya mau enggak?" tanya Ala, matanya menatap wajah menggemaskan Mika begitu lekat. Perlu diketahui jika Ala sudah jatuh hati pada sang istri.

"Hm? Tapi pulangnya mampir ke rumah Mama ya?" balas Mika dengan mata berbinar. Semenjak menikah, Mika memang sama sekali belum bertemu lagi dengan sang Mama. Kadang Mika kangen diomelin.

Ala tanpa ragu mengangguk, "boleh, sayang. Tapi emangnya kamu enggak kecapekan nanti?"

"Enggak! Nanti kita nginep aja disana!"

Ala mengerti bila sang istri pasti merindukan sang Mama, jadi ia akhirnya mengiyakan permintaan Mika. Membuat gadis itu memekik kegirangan dan berakhir memeluknya.

Setelah pelukan itu terlepas, senyuman manis di wajah Mika tidak luntur. Ia tampak begitu senang.

"Eh iya, lo udah sarapan belum? Kok cuman bawain buat gue?" tanya Mika, lalu meletakkan piring yang sudah kosong di atas nakas. Ia kini duduk bersila berhadapan dengan Ala.

Ala dengan polos menggeleng, karena ia memang hanya membuatkan waffle untuk Mika. Sebagai bentuk tanggung jawabnya karena sudah lancang menyentuh bagian intim istrinya itu semalam, walau belum sampai ia jebol.

Mika berdecak, berhubung ia mager ke bawah walaupun bisa pakai lift jadi Mika langsung meraih ponselnya untuk mengirim pesan pada kepala juru masak agar memasak menu sarapan untuk Ala lalu mengantarnya ke kamar mereka.

Mika sedang berusaha sedikit berbakti pada pasangannya. Ya kalau dipikir-pikir lagi, kayaknya menikah sama Ala enggak buruk juga. Walau mukanya itu nyebelin menurut Mika, tapi yaudahlah, semua orang juga punya kekurangan.

“Pertanyaan saya tadi belum kamu jawab, Sayang,” celetuk Ala sesaat setelah Mika menyimpan kembali ponselnya.

Alis Mika menukik bingung, “yang mana?”

Tangan Ala terulur menyentuh pipi Mika, ibu jarinya bergerak mengusap lembut bibir Mika yang tampak menggoda. Sungguh, Ala akan sangat senang jika bisa mencium bibir itu lagi. Karena jujur, ia hanya pernah mencium Mika dua kali selama ini. Itupun hanya menempel sebentar.

Pipi Mika sontak memerah menjalar hingga telinga, ia tepis tangan Ala sebelum akhirnya mengangguk malu-malu.

Dan dengan senyum merekah, Ala segera mendorong tubuh Mika hingga berbaring telentang diatas ranjang dengan hati-hati. Ia posisikan dirinya diatas sang istri, satu tangannya menumpu siku menahan bobot tubuhnya agar tidak menindih yang lebih kecil.

“I love you..” bisik Ala sebelum akhirnya menautkan bibir mereka, membawa Mika pada ciuman lembutnya. Menyalurkan segala perasaannya pada sang istri tercinta.

“Nghh..”

Mika mulai mengerang saat tangan Ala dengan nakalnya bergerak untuk meremas payudara miliknya yang masih tertutupi oleh bathrobe. Namun, Mika terlalu lemas untuk mendorong Ala agar menjauh. Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah pasrah dan menerima apapun yang Ala lakukan pada tubuhnya.

Toh, mereka sudah menikah kan?

BELOM BELOM
mental aku blm siap kalo beneran masuk😔

Mendadak Nikah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang