"Beneran enggak bisa diwakilin?" Ala menggeleng sebagai jawaban, tangannya menggenggam erat tangan Mika dan menariknya mendekat pada bibirnya. Mendaratkan sebuah kecupan lembut yang cukup lama disana.
"Saya selesaikan secepatnya jadi nanti saya enggak bakal lama-lama disana," ujar Ala, dirinya berusaha sangat keras untuk mendapatkan izin pergi dari Mika.
Dalam bayangan Ala, harusnya Mika senang ditinggal sendirian dengan fasilitas memadai. Apalagi Mika masih seorang remaja, pasti rasanya lega bisa bebas dalam kurun waktu satu Minggu lamanya.
Namun nyatanya, istrinya itu langsung melarang Ala pergi jika bisa diwakilkan oleh orang lain. Dengan alasan yang sebenarnya masuk akal bagi Ala. Istrinya itu tengah dihadapkan dengan ujian sekolah, yang pastinya akan membuatnya stress. Keberadaan Ala disekitarnya pasti setidaknya bisa membuat Mika tidak merasa sendirian dan larut dalam pikirannya sendiri.
"Beneran?" Ala cepat-cepat mengangguk.
Mika menghela nafas, "yaudah deh boleh.. tapi aku nginep dirumah Mama ya? Nanti anterin kesana, terus kalau udah pulang jangan lupa jemput aku nya."
"Iya, boleh sayang. Biar kamu enggak sendirian banget," ujar Ala, satu tangannya menganggur membelai pipi lembut sang istri.
"Rumah kamu ini ramai kalau kamu lupa," cibir Mika, kemudian berdiri membuat Ala langsung menatapnya bingung.
"Ngapain?"
"Bantu ngemasi barang-barang kamu lah, besok kan berangkatnya ke Dubai? Habis ini anterin ke rumah Mama ya?"
"Serius enggak mau manja-manja dulu? Buat stok nanti," ujar Ala dengan alis menukik, matanya mengikuti pergerakan Mika yang kini melangkah mengambil koper miliknya dari dalam lemari.
"Kan bisa nanti," balas Mika enteng, ia mulai menyiapkan barang-barang yang sekiranya diperlukan Ala dan memasukkannya ke dalam koper. Menyusunnya dengan rapi.
Ini kali pertama Mika melakukannya, sebelumnya jika hendak bepergian begini selalu Mama yang menyiapkan kebutuhan Mika. Kini ganti Mika yang harus menyiapkan kebutuhan istrinya.
"Biasanya yang nyiapin siapa?" tanya Mika, kepalanya menoleh sebentar ke arah Ala yang asyik memperhatikan kegiatannya.
"Bibi lah," jawab Ala seadanya, "sebenernya enggak usah disiapin enggak papa loh, sayang. Tapi saya seneng sih kalau liat kamu berbakti sama saya begini," lanjutnya.
"Beliin aku kucing kalo gitu," pinta Mika lalu tersenyum lebar pada Ala.
Sebenarnya Mika bukan tipe orang yang gemar memelihara hewan peliharaan, apalagi semenjak tragedi ikan cupang kesayangannya mati waktu dirinya kelas satu sekolah dasar.
Namun, melihat betapa gemasnya gumpalan berbulu milik teman-temannya membuat Mika jadi ingin punya juga. Sebenarnya sudah lama, sejak awal SMA. Sayangnya Mama tidak mengizinkan.
"Boleh, kamu mau jenis dan warna apa?"
"Aku mau yang kakinya cebol!" ujar Mika bersemangat, ia melangkah mendekat pada Ala setelah menyelesaikan kegiatannya. Dirinya langsung duduk diatas pangkuan Ala, mengalungkan tangannya pada leher yang lebih tua.
Cup
"Makasih!" serunya setelah meninggalkan satu kecupan singkat pada pipi Ala.
"Lagi," pinta Ala seraya menepuk-nepuk pipinya yang belum terjamah oleh bibir Mika, dan tanpa ragu istrinya itu kembali mengecupnya.
Cup
Baru saja Mika hendak menjauhkan wajahnya, tengkuknya ditahan oleh Ala dan wanita itu langsung mencium bibirnya. Mika sempat terdiam sejenak hingga merasakan Ala mengigit kecil bibirnya, mengisyaratkan agar Mika membuka mulut agar lidah ada bisa masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Nikah ✓
Fanfictiona jiminjeong local au! Mika Cempaka harus membuang jauh-jauh ekspektasinya menikah dengan duda kaya raya karena dinikahkan Mamanya dengan seorang wanita yang sialnya seorang konglomerat; Calandra Candramaya. warn ; gxg content, age gap, g!p, mature...