Cemburu Tanda Cinta

1K 123 4
                                    

"Dia siapa?!"

Mika bertanya dengan nada meninggi, meluapkan seluruh amarahnya yang terkumpul akibat spekulasi negatifnya tentang sosok asing yang baru saja berduaan bersama Ala.

Ala jelas saja terkejut, namun detik berikutnya ia segera mengambil langkah maju, berusaha meraih Mika untuk didekap, namun gadis itu dengan cepat menghindar.

"Dia siapa?! Kok aku enggak pernah lihat?" tanyanya sekali lagi, dengan nada sinis serta tatapan tajam bak silet, yang sayangnya malah terlihat lucu dimata Ala.

"Dia sekretaris saya, sayang," jawab Ala seadanya, kemudian terkekeh pelan karena raut istrinya yang semakin merah padam karena marah.

Ala tahu betul, bahwa sang istri tengah dilanda rasa cemburu karena tidak sengaja memergoki Ala berduaan dengan Jessica beberapa saat lalu.

Alis Mika menukik dibuatnya, "terus, Pak Agung.. kemana?" tanyanya bingung.

"Beliau udah ngajuin pensiun dari beberapa bulan yang lalu, tapi saya tahan dulu karena saya memang belum punya planning buat cari sekretaris baru. Jessica baru mulai kerja beberapa hari ini setelah ngelewati masa trainee. Jadi sekarang Pak Agung udah resmi pensiun, sayang. Dan penggantinya adalah Jessica," jelas Ala.

Bibir Mika mengerucut, jadi sedikit ragu antara ingin menyampaikan pendapatnya tentang sekretaris baru sang istri atau tidak. Tapi jika dipendam, Mika merasa ada yang mengganjal di hatinya.

Kakinya ia bawa melangkah menuju sofa yang tersedia diruangan Ala, ia letakkan tas berisi kotak makan yang dibawanya diatas meja lalu mendaratkan pantatnya diatas sofa.

Ala yang melihatnya, segera mengunci pintu dan menyusul untuk duduk disamping Mika yang wajahnya tampak begitu masam.

"Kenapa emangnya, sayang?"

"Aku enggak suka dia."

Ala menatap istrinya itu bingung, "hm?"

"Aku enggak suka sama sekretaris baru kamu."

Ala mengulas senyum mendengarnya, ia mengisyaratkan agar Mika duduk di pahanya dan beruntung karena gadis itu langsung melakukannya tanpa protes sedikitpun.

Lengan Ala melingkar di pinggang ramping istrinya, sementara Mika mengalungkan tangannya pada leher Ala. Mereka saling melempar tatap, berusaha menyelami netra satu sama lain. Cukup lama keduanya ada diposisi saling diam hingga akhirnya Ala buka suara terlebih dahulu.

"Kenapa, hm? Coba sini cerita sama saya, coba kasih tau semua yang bikin kamu enggak suka sama dia. Saya enggak akan marahin kamu, jadi jangan ragu buat ngomong semua yang kamu rasain," Ala berujar penuh kelembutan, tatapannya begitu teduh hingga mampu membuat Mika tersentuh karenanya.

Yang lebih muda berdehem beberapa kali, keraguan masih tersisa dalam hatinya. Namun, kata-kata Ala akhirnya buat Mika yakin untuk mengatakannya secara jujur.

"Ayo, sayang. Kamu bilang kalau ada masalah harus kita yang selesaikan, yang tadi udah termasuk masalah loh. Kalau di diemin terus nanti malah jadi besar, kan enggak baik juga buat rumah tangga kita."

Mika menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. "Di kantor kamu, emang enggak ada peraturan etika berpakaian ya, Kak?"

Alis Ala bertaut mendengarnya, "Kenapa emang?"

"Tadi aku lihat, sekretaris baru kamu itu, pakaiannya bukan kayak selayaknya orang kerja di kantor, tapi lebih ke ani-ani mau mangkal di taman kota. Sumpah, Kak! Jangan marah dulu, aku liat tadi roknya beneran pendek banget, mungkin pas tadi dia agak ngebungkuk disamping kamu bokongnya keliatan dari belakang. Terus! Kancing bajunya yang paling atas juga enggak dikancing, jadi belahannya keliatan. Coba tadi kamu langsung noleh gitu aja tanpa ngedongak pasti udah langsung disuguhin payudara pas didepan mata!" ujar Mika menggebu, begitu bersemangat menyampaikan pendapatnya. Wajahnya yang begitu ekspresif saat bercerita membuat Ala mengulas senyum.

Mendadak Nikah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang