Gemas

698 105 4
                                    

Ala baru saja selesai mandi kala telinganya dengar suara pekikan Mika yang tengah duduk di sofa kamar mereka―posisinya membelakangi Ala.

Lantas, ia segera melangkah cepat menghampiri istrinya dengan raut khawatir.

“Kenapa? Ada yang sakit?” tanya Ala khawatir, ia bersimpuh didepan Mika, memegang kedua tangan sang istri dan mendongak menatap wajah cantik Mika. Perasaannya begitu cemas saat ini.

Gelengan Mika berikan, ia kemudian bawa tangan Ala agar sentuh perut buncitnya. Usia kandungannya kini sudah capai dua puluh empat minggu, dan ini kali pertama Mika rasakan bayinya bergerak di dalam sana.

Hal itu jelas buat Mika kaget sekaligus senang di waktu yang sama.

“Baby baru aja gerak,” jelas Mika pada Ala yang kebingungan.

Mendengarnya buat kekhawatiran Ala hilang begitu saja, wanita itu tersenyum sumringah lantas mulai dekatkan telinganya pada perut buncit Mika setelah sempat singkap baju yang dikenakan sang istri hingga sebatas dada.

Keduanya tersenyum haru saat rasakan sang buah hati tercinta lagi-lagi bergerak, bahkan Ala tidak bisa bendung air matanya hingga jatuh menetes pada pipinya buat Mika tertawa.

Ia usap air mata yang lebih tua, “aku yang kena tendang kok kamu yang nangis?”

Ala tidak menjawab, ia malah mengusap-usap lembut perut Mika yang direspon pergerakan oleh sang buah hati didalam sana.

Kedua calon orang tua itu saling tatap untuk sesaat, lalu tertawa bersama.

“Baby.. ini Mimo,” sapa Ala dengan suara bergetar, lagi-lagi air matanya menetes. Tidak pernah mengira bahwa dirinya akan ada di saat membahagiakan seperti ini. Dulu, Ala mana pernah berpikir jika hidupnya akan sebahagia ini pada akhirnya.

“Jangan nangis ih, Kak.”

Ala mendongak, bersitatap dengan Mika. Ia genggam kedua tangan sang istri kemudian mendaratkan kecupan lembut disana.

“Makasih..”

“Hm?”

“Makasih karena kamu sudah mau menikah dengan saya, mencintai saya, bahkan bersedia mengandung buah hati saya. Makasih karena buat hidup saya jadi jauh lebih berarti, Mika.”

Mika mengangguk, ia yang tadinya tidak ingin menangis kini ikut menitikkan air mata. Biasa, perasaan orang hamil memang begitu sensitif.

“Udah ah, jangan sedih-sedih gini nanti baby di dalam perut badmood,” ujar Mika lalu mengusap air matanya yang jatuh ke pipi.

Ala mengangguk, ia berikan kecupan bertubi-tubi pada permukaan perut buncit istrinya lalu kembali turunkan baju Mika yang sempat ia singkap.

Wanita itu berdiri, berikan kecupan ringan pada kening Mika sebelum akhirnya berlalu untuk kenakan pakaian.

 Mendadak Nikah 

“Kenapa, sayang? Saya udah dijalan pulang kok,” ujar Ala sesaat setelah panggilannya dengan Mika tersambung. Matanya terus fokus pada jalanan seraya menunggu Mika berucap diseberang sana.

“Kak, bawain duren dong. Aku tiba-tiba kepengin deh,” pintanya.

Mika baru saja selesai menonton film kartun bocah kembar asal Malaysia, jadi jangan tanya bagaimana ia akhirnya mengidamkan buah berkulit tajam itu.

“Hm? Bukannya kamu enggak suka ya? Beneran dimakan enggak nanti kalau saya belikan?”

Alis Ala menyatu heran, setahunya Mika paling anti dengan buah durian. Gadis itu bisa saja mual-mual hanya dengan cium baunya saja.

Mendadak Nikah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang