Epilog

843 114 10
                                    

Malam ini, Mika kembali terbangun karena dengar suara tangis Atha yang begitu nyaring. Ia perlahan-lahan bangun dan dapati Ala yang sudah menggendong tubuh kecil putri mereka. Ala bergerak kesana kemari seraya gumam kan melodi sebagai usaha untuk buat Atha kembali terlelap.

Mika tersenyum hangat, kemudian berjalan perlahan-lahan hampiri dua orang terkasihnya. Iya, masa nifasnya belum selesai.

“Atha haus kayaknya, Kak,” celetuk Mika seraya peluk pinggang Ala dari samping, ikut perhatikan Atha yang belum juga tenang. Bayi itu masih terus menangis meski Ala sudah berusaha membuatnya tertidur kembali.

Ala menoleh, “harusnya panggil saya aja, sayang. Biar saya yang nyamperin kamu,” omelnya.

“Enggak apa-apa, sebentar lagi juga sembuh kok. Ini udah agak mendingan. Sini, anak kamu haus itu.”

Keduanya kemudian berjalan menuju ranjang. Mika langsung ambil posisi bersandar pada headboard ranjang, ada bantal yang bantu menyangga pinggul dan kepalanya agar nyaman. Kakinya ia luruskan, berusaha buat posisinya senyaman mungkin.

Setelah pastikan Mika merasa nyaman, Ala perlahan pindahkan tubuh mungil Atha pada pangkuan Mika.

Mika buka tiga kancing teratas piyama yang dikenakannya, menampakkan payudaranya yang memang tidak terbungkus bra. Ibu baru itu memang tidak pernah kenakan bra saat tidur, ngilu katanya.

Atha langsung saja meraup puting milik Buna nya dengan rakus kala mulutnya didekatkan dengan payudara Mika, yang mana buat ibu muda itu meringis.

“Pelan-pelan, sayang. Iya.. semuanya buat kamu kok..” ujar Mika seraya usap-usap pelipis Atha dengan jari telunjuknya.

Ala sendiri dudukkan dirinya disamping sang istri, perhatikan Atha yang sibuk menyusu kemudian beralih perhatikan Mika yang taruh atensi sepenuhnya pada putri mereka.

“Makasih,” celetuk Ala tiba-tiba.

Mika menoleh, mendengus pelan saat Ala curi satu kecupan singkat pada bibirnya. “kamu setiap hari ngomong begitu enggak capek apa?”

“Enggak, karena istri saya hebat jadi perlu di apresiasi setiap hari. Ucapan terima kasih salah satunya.”

“Kalau gitu makasih buat kamu juga karena selalu bantu aku ngurusin Atha, selalu ngertiin aku dan enggak pernah ngebiarin aku ngerasa sendirian atau ngerasa enggak berguna. Kamu juga hebat. Sesibuk apapun kamu, kamu selalu punya waktu buat kita. Terima kasih banyak banyak, Kakak.”

Ala mengulas senyum mendengarnya, ia tunjuk pipi kirinya bermaksud meminta Mika agar menciumnya disana.

Mika tertawa, kemudian berikan kecupan ringan pada kedua pipi Ala, bergantian.

Keduanya kemudian taruh atensi pada Atha yang masih asyik menyusu, sesekali tangannya meremas payudara Mika buat orang tuanya—khususnya Mika, mendengus sebal.

“Masih bayi udah punya bibit cabul kayak Mimo nya,” cibir Mika lalu melirik pada Ala yang malah terkekeh.

Menit menit berikutnya keduanya hanya diam, sibuk perhatikan sang buah hati yang perlahan mulai terlelap kembali.

“Biar saya yang pindahin,” bisik Ala, kemudian dengan perlahan ambil alih Atha ke dalam dekapannya. Ia kemudian turun dari atas ranjang dan kembali baringkan sang buah hati ke atas ranjangnya sendiri.

“Tidur lagi aja, masih jam setengah empat kok,” ujar Ala seraya naik kembali ke atas ranjang, ia segera tarik selimut tutupi tubuhnya dan tubuh Mika. Lalu memeluk erat-erat tubuh mungil istrinya.

“Kak.. yang sebelah masih kerasa penuh, enggak mau nyusu?” celetuk Mika tiba-tiba, buat Ala yang tadinya sudah pejamkan mata kini melotot tidak percaya.

Mendadak Nikah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang