Anak

1.2K 132 7
                                    

Mika menggerutu kesal saat tidur nyenyaknya harus terganggu oleh suara bel yang ditekan berkali-kali, dengan perasaan ogah-ogahan Mika segera melangkah keluar kamar untuk membukakan pintu dan berpikir jika dia akan memarahi siapapun yang bertamu dikala senja seperti ini.

“SABARR! GUE JALAN KAKI BUKAN NAIK WHOOSH!” teriak Mika saat bel pintu semakin nyaring berbunyi, ia buru-buru meriah gagang pintu. Mulutnya terbuka hendak mengomel sebelum akhirnya melihat sosok yang berdiri di depan pintu rumahnya.

“BANGSAT! PULANG KOK ENGGAK BILANG SIH?!” umpatnya lalu segera masuk ke dalam dekapan Ala, membuat yang lebih tua tertawa dan memeluknya erat-erat. Menyalurkan rasa rindu yang dipendam selama dua minggu belakangan.

“Sst, baru ditinggal sebentar mulut kamu udah kasar lagi hm.”

“Ya kamu ngeselin! Dari kemarin ditelpon enggak bisa tuh maksudnya apa? Bikin khawatir aja!” omel Mika lalu menggesekkan pipinya pada bahu Ala.

“Hape saya hilang, Sayang. Tadi pagi saya baru beli yang baru,” balas Ala seraya mengusak lembut rambut panjang sang istri.

“Masuk yuk? Enggak enak nanti dilihat orang,” ajak Ala yang kemudian diangguki oleh Mika. Namun, gadis itu tidak kunjung melepas pelukannya.

“Kok diem? Lepas dulu sayangku, kita masuk.”

“Mau gendong..” cicit Mika pelan, namun Ala masih bisa mendengarnya.

Ala tertawa pelan, “yaudah ayo.”

Ala langsung mengangkat tubuh mungil Mika apa bridal dan masuk ke dalam rumah, sebelumnya, mereka sudah berbalik untuk menutup dan mengunci kembali pintu.

“Mama dimana?” tanya Ala, kemudian mengecup singkat kening istrinya.

“Ada acara sama temen-temennya jadi aku dirumah sendirian, besok aja ya pulangnya ke rumah?” balas Mika.

Ala mengangguk mengiyakan, hingga akhirnya mereka sampai di kamar milik Mika. Ala turunkan tubuh mungil sang istri dengan penuh kehati-hatian diatas ranjang, kemudian mendudukkan diri disampingnya.

“Jadinya kapan wisuda kamu?” tanya Ala, tangannya bergerak untuk merapikan rambut Mika yang berantakan. Ingat, Mika sebelumnya tengah tertidur sebelum terbangun karena suara bel yang berisik.

“Masih empat hari lagi, kamu datang kan?” balas Mika.

“Iya, sayang. Saya pasti datang kok, Daddy sama Mommy harus diajak juga enggak?”

“Kalau mereka sibuk mending enggak usah deh, Kak. Tapi kalau emang mau datang ya aku bakal seneng banget.”

“Mereka pasti mau datang kok, kamu kan menantu kesayangan mereka.”

Mika membawa tubuhnya mendekat pada Ala, lalu tanpa permisi duduk di paha sang istri. Ia mengalungkan tangannya pada leher Ala, menyandarkannya kepalanya pada bahu kokoh yang lebih tua.

Ala sendiri merengkuh pinggang ramping Mika, mendekap tubuh yang lebih kecil darinya itu. Satu tangannya yang menganggur ia gunakan untuk mengusap lembut rambut Mika. Memberikan kenyamanan bagi istri cantiknya.

Ala mendaratkan satu kecupan singkat pada bibir ranum istrinya lalu mengukir senyum manis yang jarang-jarang ia tunjukkan untuk orang lain.

“Ala..” panggil Mika pelan, ia tatap lamat-lamat figur istrinya itu dari samping. Mika berani bersumpah, mau dilihat dari sudut manapun. Ala itu sempurna.

Mungkin orang-orang diluar sana banyak yang menyayangkan bahwa orang dengan paras bak dewi seperti Ala berakhir dengan Mika―yang sudah jelas sekali juga seorang perempuan. Padahal kenyataannya, Ala memang membutuhkan pasangan yang mampu memberinya keturunan.

Mendadak Nikah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang