05

1.8K 142 7
                                    

Takut kena jiplak, soalnya ada beberapa kasus author kecil seperti aku ceritanya di jiplak author besar walau punya aku ini gak bagus tetap aja takut .⁠·⁠´⁠¯⁠'⁠(⁠>⁠▂⁠<⁠)⁠´⁠¯⁠'⁠·⁠.

.
.
.

Sedam menyadarkan tubuhnya yang baru saja kena cambuk oleh kepala bodyguard, Arlo. Membiarkan punggung telanjang nya menempel di sisi kasur yang membuat sprei putih berubah menjadi merah dalam sekejap karena terkena darah pemuda itu.

Hukuman nya masih tersisa 2 hari. Itu tidak masalah tapi pikiran nya yang bermasalah karena terus-menerus terbayang oleh wajah Ares. Pemuda mungil sedada nya itu menarik atensinya sejak melihat Ares menangis. Sedam jadi ingin melihat air mata itu lagi, lagi dan lagi.

.
.
.

Jingga yang berada di kantin bersama dengan murid sekelasnya itu merasa senang. "Nama kalian siapa aja?" tanya nya antusias.

"Gue Arbella Purnama," sahut seorang gadis dengan penampilan agak tomboi. Kemudian di ikuti gadis yang berpakaian feminim, "gue Seyla Arnova."

"Aku Jinggawa Domanic, salam kenal ya."

Mereka berdua mengangguk menanggapi ucapan Jingga. "Aku boleh nanya gak?"

Abel dan Seyla menatap Jingga. "Nanya apa?" jawab Abel lebih dulu.

"Yang di panggil ke ruang kepala sekolah tadi pagi itu siapa sih?"

Seyla menelan bakso nya lalu berbisik. "Mereka itu tuh pentolan JHS. Geng tukang bully, lo jangan dekat-dekat deh entar bernasib kaya Ares."

"Ares?" tanpa sadar Jingga juga berbisik. Abel mengangguk, "iya teman sekelas kita yang di panggil juga. Dia korbannya,"

Gala duduk di antara murid laki-laki yang sudah akrab dengan nya, lebih tepatnya mereka yang sok akrab dengan Gala.

"Jingga siapa lo Gal, cantik banget."

"Kenalin ke kita dong,"

"Adik gue, kenalan sendiri sana." Mendapatkan lampu hijau dari Gala mereka tersenyum sumringah. Kapan lagi kenalan dengan cecan yang abang nya gak galak.

"Benerin nih bro?"

Gala mengangguk. "Dia suka di samperin cowok apalagi di pacarin," ujarnya.

"Lo gak masalah adik lo pacaran?"

Gala mengedikkan bahunya. "Dia cuma adik gak guna, bagus kalo ada yang mau urus dia."

Mereka semua terdiam mendengar ucapan itu. Merasakan kalau hubungan keduanya tidak baik, mereka memilih untuk membahas hal lain sampai bel masuk berbunyi.

.
.
.

Jingga dari tadi tidak berhenti tersenyum karena banyak yang mendekati nya. Terutama anak laki-laki.

"Jingga kenapa kok senyum-senyum terus?" tanya Harana. "Cerita dong sama bunda," ucap Harana lagi.

"Jingga udah dapet banyak temen bun, rasanya seeenang banget!"

Harana tertawa. "Itu bagus. Anak cantik bunda harus jadi primadona di sana, em bagaimana dengan Gala? Udah dapet banyak temen jug―"

Trang

Gala melempar garpu ke atas piring nya asal, ia mengusap bibirnya dengan tisu. "Apakah attitude mu sudah hilang?" ujarnya datar. "Di larang berbicara saat makan!"

"Gala tidak ada yang salah! Bunda hanya ingin mengetahui perkembangan kalian di sekolah baru." imbuh wanita itu.

"Ck,"

Gala meninggalkan ruang makan padahal makanan miliknya masih banyak. "Ayah, bunda aku minta maaf."

"Tidak apa-apa sayang, ini bukan salahmu." hibur Harana.

Aglen yang merasakan nafsu makannya hilang karena mendengar tangisan Jingga memilih pergi tapi sebelum pergi ia berucap yang membuat Harana mengigit bibir marah.

"Bisakah kau urus anak perempuan mu dengan benar?! Terlalu cengeng, pantas saja Gala mulai jengah dengan nya!"

"Bunda .. Ayah sama kak Gala udah gak sayang sama Jingga,"

Harana mengusap air mata putrinya. "Ayah sama kakak masih menyayangi Jingga. Mereka hanya kecapekan jadi seperti itu. Lebih baik Jingga cerita sama bunda tentang teman-teman baru di sekolah tadi."

***

Jenggala Domanic.

Putra sulung dari Aglen dan Harana. Orang pertama yang begitu mencintai ibu dan adik perempuannya melebihi apapun tapi saat ia berumur 15 tahun ada kejadian yang membuat ia menjadi membenci kedua perempuan itu termasuk Aglen sendiri.

1 tahun yang lalu...

Gala baru pulang dari les piano bersama adiknya.

"Kamu masuk ke kamar duluan aja, kakak mau minum ke dapur dulu."

Jingga menurut karena memang dia sudah terlalu lelah karena terlalu banyak materi yang masuk ke dalam otaknya.

Gala yang berjalan ke arah dapur tak jadi saat mendengar suara ibu dan ayahnya bertengkar.

"Aglen sampai kapan kamu menolak aku?! Aku ini istri kamu, ibu dari anak kandung mu!"

"Anak hasil menjebak maksud mu?!" Balas Aglen tak kalah keras. "Aku sungguh bodoh sempat mengira pelaku nya adalah pelayan rumah ku sendiri! Dan lebih bodoh nya lagi aku baru tahu sekarang kebenaran nya." Aglen menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Setelah 10 tahun! Bayangkan Harana, bayangkan menjadi aku!"

"Aku lebih sakit, kamu selalu menyebut nama Daisy. Selalu wanita itu padahal dia sudah mati!"

PLAK

"SIAPA SURUH KAU MENJEBAK KU JALANG! Sudah tahu aku mencintai Daisy!"

Gala mundur beberapa langkah mendengar itu. Kaki nya gemetar, matanya berkaca-kaca.

"Masih untung aku tidak menelantarkan kalian, masih untung aku tidak memanggil Gala dan Jingga sebagai anak haram!"

Melihat Aglen yang ingin keluar dari ruang makan, Gala lekas bersembunyi di balik dinding pembatas. Ia menangis diam-diam sambil mengumpati Aglen. Setelah menghapus air mata ia bermaksud untuk menghampiri ibunya yang baru saja di tampar tadi namun apa yang ia dengar sungguh membuat Gala langsung mual.

"Kalau aku tahu akhirnya seperti ini, aku tidak akan membiarkan Daisy mati dengan mudah, seharusnya aku menyiksa dirinya sekaligus membunuh janinnya!"

Gala menatap langit yang gelap tanpa bulan dan bintang. "Maaf tante Daisy. Seharusnya aku tidak ada di dunia ini, maafkan aku. Maafkan aku sudah merusak kebahagiaan mu," bisik nya.

Alasan Gala membenci Jingga pun karena perempuan itu mirip sekali sikapnya dengan Harana. Senang dengan hal mewah, senang mendapatkan perhatian dari lelaki, bertingkah polos dan cengeng untuk menarik perhatian. Gala sepenuhnya membenci itu, sangat benci.

Tbc

Areska R̶e̶v̶e̶n̶g̶e̶ [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang