02

3.2K 177 10
                                    

Kalian tau brothership kan? Entar ada yang bilang ini BL lagi, yaaa walau ada adegan ambigay nya sih hehe ⁠(⁠ ͡⁠°⁠ ͜⁠ʖ⁠ ͡⁠°⁠)

Enjoy, jangan lupa untuk menyumbangkan vote!!!

.
.
.


Ares duduk dengan ekspresi cemberut di atas karpet bulu ruang tengah yang sering di gunakan untuk waktu bersantai atau menonton televisi. Alasan Ares cemberut adalah karena Deris yang tidak memperbolehkan pemuda itu untuk keluar malam hari.

"Berhenti cemberut baby atau bibir mu nanti di caplok wewe gombel,"

Sejak kapan bule semacam Deris tahu wewe gombel?! Pikir Ares.

"Hemp!" Ares memalingkan wajahnya, memunggungi Deris yang sibuk dengan laptopnya. Jari telunjuknya yang terlihat bantet itu mengusak-ngusak bulu karpet. Deris tentu saja merasa gemas dengan itu namun ia tidak bisa memeluk tubuh putra nya di karena kan pekerjaan yang banyak.

Ares sendiri merasa aneh dengan dirinya sendiri. Ia memang ingin memanfaatkan Deris dengan berpura-pura manja tapi di lubuk hati nya, Ares ingin melakukan hal itu dengan nyata. Karena selama hidup, Ares tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua.

Melihat putranya yang tak kunjung berbalik Deris jadi tidak tahan, ia mematikan laptop. Soal pekerjaan bisa di lakukan besok pagi.

"Ada apa, hm?"

"Huwaaa..."

Deris menjadi kalang kabut saat melihat Ares menangis keras. "Hei ada apa, katakan pada papi." bisik Deris sambil menenangkan Ares yang terisak di pelukannya. Putranya memang sering menangis entah itu karena jatuh, kesal ataupun merajuk tapi tangisan kali ini berbeda. Terdengar sangat memilukan sampai hati Deris rasanya tertusuk duri.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" gumam Deris menatap wajah damai Ares yang sudah tertidur karena kelelahan menangis.

Menggendong Ares lalu membawanya ke atas kemudian Deris menghubungi seseorang yaitu Juan.

"Selidiki apapun yang terjadi kepada Ares di sekolah Juan, seret orang yang membuat putraku menangis."

Deris menghela nafas berat. Ia kemudian naik ke atas ranjang tempat Ares tertidur. Ia ikut berbaring sambil memeluk tubuh Ares.

***

"Kalian akan bersekolah mulai besok, ingat jangan membuat masalah terutama kamu Gala."

"Ucapkan itu kepada putri mu bukan pada ku,"

Aglen diam mendengar sahutan dari putra nya. Entah apa yang terjadi sejak 1 tahun ini Jenggala Domanic putranya dengan Harana mulai menatap nya dengan kebencian.

"Gala tidak boleh ketus dengan ayah mu," tegur Harana yang menyajikan camilan. Mereka baru pindah dari luar negeri, kembali ke tanah air.

"Apa peduliku!"

Pemuda itu pergi meninggalkan ruang tamu. "Aglen maafkan Gala ya," ujar Harana sendu. "Tidak apa-apa, dia dalam masa pubertas." jawab Aglen.

"Ayah, bunda. Jingga naik ke atas ya, soalnya udah ngantuk."

Jinggawa Domanicーsaudara kembar Gala. Gadis cantik mungil yang mirip dengan Harana. Berbeda dengan Gala yang lebih mewarisi gen Aglen, Jingga itu lugu tidak pernah berbicara lebih dari 1 oktaf.

"Baiklah, selamat malam." ucap Aglen dan Harana secara bersamaan. Tinggallah Aglen dan Harana berdua.

"Aglen," panggil Harana dengan suara menggoda. Aglen berdiri, "maaf Rana aku sibuk, aku harus mengurus pekerjaan yang tertunda karena mengurus kepindahan kita."

Harana menatap punggung Aglen yang menjauh dengan kesal. Sudah hampir 16 tahun suaminya masih tidak bisa melupakan Daisy. Hubungan rumah tangga mereka tidak bisa di katakan harmonis karena kalau tidak di hadapan Gala dan Jingga, Aglen akan bersikap datar. Kebutuhan materi memang memuaskan sejak Aglen berhasil membangun perusahaan nya sendiri tapi kebutuhan batin Harana seringkali terabaikan. Aglen tidak mau menyentuh Harana sama sekali selama 16 tahun ini.

"Padahal sudah mati, masih saja menyusahkan ku. Dasar wanita sialan!" umpat Harana pelan.

Alasan Harana tidak melepaskan Aglen adalah karena kalau ia cerai dengan Aglen mau makan apa? Jadi gelandangan, dia tidak mau.

.
.
.

Deris yang sudah berkutat dengan berkas pagi-pagi buta di kantor nya. Terpaksa sekali ia meninggalkan Ares yang masih tertidur. Juan pun dengan masih terkantuk-kantuk datang ke kantor.

"Kau menemukan sesuatu?"

Juan berdecak. "Apa kau gila?! Ini masih jam 4 subuh!" ujarnya kesal. Ia saja masih memakai piyama, karena terlalu kaget di telepon Deris pria itu langsung ngacir ke kantor.

"Kau yang gila, ke kantor memakai piyama!" sahut Deris tidak mau kalah. Juan duduk di sofa dengan wajah kesal. "Ares mendapatkan perundungan dari kakak kelasnya dan itu ... Berlangsung selama 6 bulan ini." jelas Juan dengan nada lirih di akhir kalimat.

Deris yang menandatangani berkas menunda kegiatan nya. Tangannya menggenggam erat bolpoin melampiaskan amarahnya. Dia saja selama 16 tahun ini tidak pernah berkata kasar atau pun menyakiti fisik Ares tapi orang luar yang tidak ada hubungan darah berani menyakiti putra nya. "Katakan. Dari keluarga mana saja mereka?"

Juan menyebutkan nama satu-persatu orang yang kerap terlibat dalam perundungan itu. Yang ternyata beberapa rekan bisnis nya.

"Suruh mereka semua yang terlibat menemui ku di ruang rapat siang ini, tidak terkecuali para pelaku."

"Baik, tuan." sahut Juan yang sudah kembali ke mode serius nya.

****

"Sekolahnya bagus banget!" Jingga meremat tali tas punggung nya merasa kegirangan melihat bangunan kokoh yang gerbang nya bertuliskan Joedai High School.

"Gak usah norak bisa?!"

Senyuman ceria luntur saat mendengar suara ketus Gala. Ekor matanya melirik ayahnyaーAglen, tapi pria itu terlihat tidak ingin ikut campur.

"Belajar yang benar, jangan coba-coba mencari masalah terutama dengan orang yang statusnya lebih tinggi daripada kalian. Perusahaan ku baru berdiri 8 tahun."

Aglen tidak pernah lagi menyebutkan dirinya atau memanggil dirinya ayah saat berbicara kepada Gala maupun Jingga. Seakan peran ayah sudah usai sejak mereka berumur 10 tahun.

Gala keluar terlebih dahulu di ikuti oleh Jingga. "Jangan mengikuti ku!" Gala menepis tangan Jingga yang ingin menggandeng nya.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" lirih Jingga tak mengerti.

TBC

Mungkin bakalan slow update soalnya kouta sekarat ಥ⁠‿⁠ಥ

Areska R̶e̶v̶e̶n̶g̶e̶ [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang