Jam di dinding menunjukkan pukul 12 malam. Hari pun semakin larut, kedua insan sejoli nampak masih betah saling berbicara satu sama lain, mungkin karena besok hari weekend mereka sengaja tidak tidur.
"Kalo sekarang, kamu sadar gak siapa yang cinta sama kamu?" Tanya Kala.
Chindy merubah posisinya menjadi duduk, keduanya duduk bersila dengan saling memandang rayu mata.
"Gak tau."
"Kenapa gak tau?"
"Gue gak yakin dia beneran cinta apa enggak," Chindy mengalihkan tatapannya dari Kala, "Gue gak bisa baca gerak-gerik bahasa cintanya kayak gimana."
"Oke, stop. Jadi pertanyaannya kamu udah mulai ngerasain jatuh cinta kah sama seseorang?"
"Gak tau, Kal," Chindy kembali menatap Kala, "Gue gak yakin kalonya gue jatuh cinta. Tapi apa yang gue rasain sama dia, gue ngerasa nyaman, gue ngerasa dunia gue lebih bahagia. Gue selalu ngerasain perasaan aneh tiap sama dia."
Kala menatap bola mata Chindy, ia mengunci tatapan Chindy yang sudah terjebak ke dalam pesona matanya yang teduh. Kala benar-benar menyihir Chindy dengan tatapannya yang indah.
"Itu tandanya kamu mulai ngerasain jatuh cinta."
"Gue gak yakin."
"Kalo kamu gak yakin, kamu gak akan ngaku tentang perasaan kamu yang bahagia tiap sama dia."
"Oke. Gue kalah," Chindy menundukkan wajahnya, "Bener kata lo, gue lagi di fase jatuh cinta."
Chindy berusaha tak menatap mata Kala, ia lagi-lagi selalu merasakan perasaan aneh ketika tatapan mereka saling beradu. Mungkin dari sekarang Chindy mulai menyadari jikalau ia sedang jatuh cinta. Perlahan demi perlahan dirinya sadar akan cintanya yang selalu membuat perasaan aneh ini.
Chindy mulai jatuh cinta ke Kala.
"Siapa orangnya?" Tanya Kala.
"Gak tau dan gak usah kepo."
Kala mengalihkan bola matanya, ia kembali melihat jam, waktu sudah semakin malam ternyata. Perbincangan kecil mengenai sifat satu sama lain sudah memakan begitu banyak waktu, entah sampai kapan, pada akhirnya rasa kantuk mulai menyerang mereka berdua.
Chindy yang kebetulan masih membuka matanya menatap Kala yang sudah terlelap ke alam mimpi. Kala tidur telentang di sampingnya, ia memperhatikan tiap jengkal wajah Kala, tak terlewatkan sama sekali. Tatapan Chindy berhenti di mata Kala yang terpejam.
"Lo cantik, Kal. Kayak biasanya. Gue gak tau cara lo nanggepin sayang, suka, cintanya lo ke gue itu beneran apa enggak. Yang pasti, gue mulai bawa perasaan ke lo."
Chindy memilih merebahkan kepalanya di bahu Kala, menjadikannya bantalan ternyaman yang pernah ia tiduri. Chindy menyembunyikan wajahnya di antara leher Kala, dengan lantang ia memeluk Kala tanpa rasa malu. Ah, rasanya percintaan Chindy baru di mulai sekarang, bahkan, Chindy tidak tau, nantinya cinta itu akankah dari 0% ke 100% atau malah sebaliknya?
***
Kala merentangkan kedua tangannya setelah membuka mata dari tidur lelapnya yang nyenyak. Sudut matanya mencari tiap celah kamar. Chindy tidak ada. Entah kemana gadis si lebih tua itu pergi.
Namun, di pagi hari ini juga Kala mendengarkan suara musik yang lumayan keras dari luar kamar Chindy. Kala ikut bersenandung kecil mendengarnya, ia tau lagu ini, Kesempurnaan Cinta. Segera Kala beranjak dari kasurnya, tak lupa merapikan kasur sang calon kekasihnya itu, hitung-hitung menjadi pacar yang baik suatu saat nanti.
Kala membasuh wajahnya di kamar mandi, selesai melihat penampilannya yang sudah di rasa cukup, ia membuka pintu kamar. Matanya memandang ke arah dapur, seorang gadis bertubuh tinggi berdiri di depan kompor, dengan satu tangannya memegang ponsel, sesekali tangannya yang lain mengaduk adonan di panci.
KAMU SEDANG MEMBACA
11 MIPA 3
Teen Fiction[Cerita di deskripsi nyambung ke chapter 1] Pernah gak sih kamu naksir sama kakak kelas yang ngambil jurusan MIPA dan ternyata ada pelajaran matematika lanjut? Otomatis dia pinter matematika dong? Jelas. Ini tentang Kala yang naksir sama kakak kelas...