"Kamu masih di teror, Ndy?"
Kala bertanya sembari menatap wajah samping Chindy. Kini, keduanya duduk di kursi teras, sekedar menatap langit malam yang bergemuruh. Mereka memilih duduk di teras karena adanya Clara yang kesini, dari pada menganggu acara mesra-mesraan mereka, Chindy dan Kala memilih duduk di teras.
"Sekarang udah enggak sih," Jawab sang kekasih. Netranya menatap penuh pada gadis di sampingnya, "Terakhir pas malam Minggu, dia ngasih kado yang isinya gitar kesukaan aku."
Kala mengangguk paham. Sebenarnya hendak membahas lagi, namun ia enggan, ini privasi Chindy, walaupun gadis di sampingnya merupakan kekasih Kala, ia tetap tau batas.
"Kamu gimana hari-harinya?"
Chindy mengkerutkan dahinya, "Maksudnya?"
"Yaaa, maksud aku, dalam tiga hari semenjak kita putus, kamu ngapain? Selain ngerokok."
Chindy terkekeh pelan, ia menatap ke depan. "Aku ketemu bocil di Indomaret tau. Katanya dia naksir aku, terus dia bilang muka aku keliatan galau banget! Aku bingung, kenapa dia bilang gitu.. Tapi dia malah ngasih saran tentang percintaan aku."
"Kamu ceritain tentang kita?"
"Iya. Tapi aku cuman ceritain hubungan kita kenapa bisa putus. Aku ngga ceritain kita siapa atau kamu siapa. Cuman itu doang."
"Trus, dia ngasih sarannya kayak gimana?" Sejenak, kala ikut menatap ke depan, merasakan apa yang gadis itu tatap hingga begitu lekat di depannya.
"Katanya gapapa kalo ngasih kesempatan sekali lagi. Kalo kesempatan pertama ngga di hargain, mending putus aja sekalian."
Kala tersentak mendengarnya, ia tertawa pelan, "Kok bocilnya paham banget ya sama percintaan."
"Aku juga kaget dia bisa ngasih saran kayak begitu," Chindy henti ucapannya, menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan secara pelan, "Terus, aku ikutin saran dia. Niatnya aku pengen nyamperin kamu duluan, tapi malah kamu yang duluan nyamperin aku."
Kala tertawa, "Ngga papa lah. Seenggaknya kita sama-sama mau usaha disini. Bukan cuman sepihak doang."
Tatapan Chindy terkunci akan Kala yang tertawa. Sungguh, betapa beruntungnya Chindy bisa mendapati hati Kala. Mungkin dari banyaknya ribuan manusia, ia merasa orang yang paling beruntung disini. Dapat merasakan cinta kasih sayang Kala merupakan salah satu hal terbaik yang pernah ia dapati.
"Kalo kerjaan di cafe gimana, seru?" Tanya Kala.
"Seru, banget."
"Gimana tuh? Coba cerita."
"Kak Mawar kan manajer aku di cafe, dia orangnya baik banget, cuman agak bawel gitu deh orangnya. Trus cafenya enak, adem, vibesnya vintage gitu. Coba nanti kapan-kapan kamu kesana deh."
"Gimana kalo sekarang aja kita kesana?"
"Emangnya kamu ngga papa?"
Ekor mata Kala melirik jam tangannya, "Masih jam delapan, belum malem banget."
"Yaudah ayo."
"Tapi.."
Chindy menampilkan wajah bingungnya, "Tapi?"
"Kamu harus jadi barista. Aku pengen liat kakel cuek aku yang jadi barista kayak gimana."
Chindy tertawa, ia berdiri dari duduknya, "Yaudah ayo." Jawabnya sekali lagi, nadanya pun masih sama kayak tadi. Lantas, suara Chindy menjadi gelak tawa bagi Kala.
"Iyaa, kakak baristakuu." Ejek Kala.
Chindy menatap sebal dengan ejekan Kala, "Kamu tunggu disini, aku ngambil kunci motor."
KAMU SEDANG MEMBACA
11 MIPA 3
Roman pour Adolescents[Cerita di deskripsi nyambung ke chapter 1] Pernah gak sih kamu naksir sama kakak kelas yang ngambil jurusan MIPA dan ternyata ada pelajaran matematika lanjut? Otomatis dia pinter matematika dong? Jelas. Ini tentang Kala yang naksir sama kakak kelas...