8. Seluruh Nafas Ini

1.3K 88 8
                                    

"Emangnya kak Chindy sama sekali gak tertarik sama aku?"

Masih berlatar belakangkan di teras rumah dengan di huni dua sejoli yang duduk berdekatan di kursi teras.

Lalu langit malam memancarkan keindahannya dengan kendaraan yang berlalu lalang di depan mereka menjadi saksi bisu antara kedua perempuan remaja yang saling berdebat hingga sekarang. Walaupun si lebih tua suka merespon dengan cuek dan acuh tak acuh tiap si muda berbicara.

"Please... Kak Chindy... Aku udah cantik sexy and hot gini masa kamu gak tertarik sih?"

Chindy tak menjawab penuturan Kala, ia berusaha sibuk dengan aplikasi di ponselnya yang menampilkan kuis-kuis matematika, dimana pun ia berada Chindy akan selalu menjawab kuis-kuis matematika sekedar untuk melepas rasa bosannya. Aneh, masa ada sih orang yang kalonya bosan malah mengerjakan soal-soal matematika?

"Be-te-we, aku cantik gak?"

"Kak Chindy! Tipe idamanmu kayak gimana sih?"

"Aku udah termasuk tipe idaman kamu gak?"

Chindy terdiam. Tangannya yang ingin menekan kuis matematika di layar ponselnya terhenti. Apa tadi? Tipe idaman? Sabar, maksud Kala bagaimana? Chindy tak paham dengan yang di maksud Kala seperti ini, entah karena otaknya yang full berisikan rumus-rumus matematika atau malah sebaliknya, ia tak menangkap dengan yang di maksud Kala.

Setelah beberapa detik terdiam dan Kala yang masih mengoceh tak jelas ia langsung menatap Kala setajam silet, "Gue masih normal."

"Yang bilang abnormal siapa?" Jawab Kala dengan enteng.

Ahhh! Kepala Chindy rasanya mau pecah karena jawaban Kala yang selalu di luar pikirannya! Kenapa sih ada orang yang dengan gampangnya berani pendekatan secara terang-terangan seperti ini? Yang jadi masalahnya Kala ini perempuan! Chindy tak pernah mendapati perempuan yang pdkt secara terang-terangan seperti ini ke dirinya, hanya Kala yang berani.

Chindy sih tak masalah jika ada cewek yang suka sama dia, toh beberapa hari yang lalu atau bahkan tahun lalu ia selalu mendapati secret admirer cewek yang memberikannya makanan, hadiah, surat cinta di meja lacinya. Namun secara sembunyi-sembunyi, malahan sama sekali tak menampakkan dirinya. Tetapi tak pernah ada yang secara terang-terangan seperti Kala!

"Stop. Gue bukan lesbi." Tegas Chindy, ia sedikit menjauhkan duduknya dari Kala.

Kala dengan cepat kembali mendekati Chindy secara refleksi, hingga rasanya duduk mereka benar-benar mepet, "Aku sulap kamu jadi lesbi nanti."

Chindy menganga mendengar ucapan Kala yang di luar nalar, ia kira Kala akan sakit hati dengan ucapannya, karena ucapannya itu sudah termasuk penolakan secara kecil-kecilan, tetapi yang ia lihat Kala tetap santai setelah mendengar ucapannya, bahkan Kala masih bisa menjawab dengan enteng ucapan Chindy.

"Hahaha!" Kala tertawa pelan, "Baru kali ini aku liat kamu mulutnya nganga kayak gitu."

Chindy yang sadar image nya mulai turun langsung menutup rapat-rapat mulutnya, ia kembali melemparkan tatapan tajam dan dingin ke Kala.

"Jangan bikin gue pusing, Kala."

Deg

Debaran jantung Kala...

Sangat berpacu lebih cepat tak seperti biasanya.

Chindy memanggil namanya, untuk pertama kalinya. Setelah pertemuan mereka yang tak pernah baik, baru kali ini Chindy memanggil nama Kala. Kala sangat terkejut, cara Chindy memanggil namanya pun terkesan candu, ya walaupun ucapan Chindy terbilang datar dan tanpa ekspresi.

11 MIPA 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang