"Kamu beneran nginep disini?" Tanya Chindy sekali lagi, menyakinkan sang kekasih yang tersenyum lebar di depan pintu VIP rumah sakit. Kala mengangguk kecil, mau bagaimana lagi ia harus menemani ibunya yang dalam kondisi down.
Waktu hampir menunjukkan pukul 2 dini hari, kedua gadis itu sama-sama terjaga dari tidurnya, gimana mau tidur kalaunya mereka sama-sama di landa masalah?
"Iyaa. Aku harus nemenin bunda."
"Oke deh. Pola makannya tetap teratur ya, awas ngga, ntar ngga aku beliin milo."
Kala tertawa kecil, "Iyaaa, makasih Ndyyy-kuu. Makasih banyak yaa udah bulak-balik kesini nganterin aku."
"Ngga masalah cantik," Chindy membawa Kala ke dekapannya, mencium hangat dahi Kala-nya. "Kok aku di panggil Ndy sih?"
"Gapapa, biar beda. Temen-temen kamu kan udah sering manggil Chin, yaudah aku mau yang beda aja, manggilnya Ndy gitu."
Chindy geleng-geleng kepala mendangar alasan Kala yang sungguh menggemaskan di matanya. Tak tahan, ia mencubit pipi Kala lalu membawa ke pelukannya, sang empu cemberut suka tak suka. Kemesraan yang di lakukan Chindy benar-benar di luar dugaan, gadis bermata sipit itu melonggarkan pelukannya, sekilas menatap sekeliling yang sepi, sedikit merinding.
"Ekhem."
Ah, Chindy melupakan adanya Kinar yang baru keluar dari ruangan sebelah, kalau tidak salah sih itu toilet. Toilet khusus para pemakai ruang VIP. Kinar menatap malas kemesraan dua sejoli itu, andai saja ada Clara disini, mungkin ia bisa membalas kemesraan mereka yang lebih dari itu.
"Aku pulang yaa, kalo butuh apa-apa kabarin aku. Tolong kabarin aku juga sama.. jam pemakaman ayah kamu," Chindy hentikan suaranya saat Kala menarik nafas dalam, "Sayang, jangan nangis! Maaf! Aku ngga bermaksud bahas gitu.."
Terdengar cekikan geli dari suara Kala, pemilik wajah manis itu tersenyum seraya menangkup pipi Chindy. Tatapan keduanya terkunci begitu dalam, rambut yang menghalangi pipi Chindy ia sisir kebelakang telinga, sekilas netranya menatap sekeliling lalu berhenti pada Kinar yang asik memainkan ponsel.
Cup!
Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir kenyal Chindy. Hanya sebatas kecupan, langsung ia lepas dan berlalu masuk ke dalam ruangan. Chindy masih terdiam di depan pintu, membelalakkan matanya belum siap atas kejadian yang baru.
Kepala Kala menyembul dari balik pintu, "Hati-hati! Stay safety, sampe rumah langsung bersih-bersih, terus bobo. Jangan kemana-mana, langsung balik ke rumah, oke? Babai!!"
Cklek
Pintu tertutup rapat kembali. Pipi Chindy bersemu merah, tangannya mengangkat hingga dada, memberi gesture lambaian tangan.
"Ba-babai." Ucapnya gugup seraya menuruni tangannya, menatap sekilas ke arah Kinar lalu berlalu pergi.
Kinar merasa dongkol, ia buru-buru mengejar punggung belakang Chindy sebelum dirinya kehilangan jejak. Berjalan kaki menyusuri rumah sakit di dini hari rasanya ngeri-ngeri sedap.
Di balik pintu ruangan VIP milik Melody, terdapat Kala yang langsung merebahkan tubuhnya di kasur busa lipat. Ia tersenyum tipis, sedikit merasa malu dengan tindakannya sendiri. Matanya sempat melihat ke arah Melody yang masih tertidur pulas. Kala benar-benar tak mampu melihat keadaan ibunya.
Matanya mulai terpejam, mencoba mengurangi beban di kantuk matanya.
Najwan akan di kebumikan besok pagi, keluarga dekatnya yang mengurus jasad Najwan. Sang abang alias Kian sudah di beritahu sejak kecelakaan Najwan di tol, kepalanya pusing lantaran Kian yang nekad berangkat dari Malang menyusul kesini. Dengan cara apapun, Kian sudah harus sampai di besok pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
11 MIPA 3
Genç Kurgu[Cerita di deskripsi nyambung ke chapter 1] Pernah gak sih kamu naksir sama kakak kelas yang ngambil jurusan MIPA dan ternyata ada pelajaran matematika lanjut? Otomatis dia pinter matematika dong? Jelas. Ini tentang Kala yang naksir sama kakak kelas...