Part 24 : Memutuskan bersama

56 5 0
                                    

Sudah hampir 2 tahun mereka berpacaran secara sembunyi-sembunyi. Rachel pun memberikan kode kepada Evan agar segera menikahinya. Berhubung Rachel yang beberapa hari lagi akan wisuda.

Suatu hari, saat mereka jalan-jalan ke suatu tempat yang mereka pilih tidak banyak pengunjung. Di situ, Rachel melemparkan kodenya kepada Evan.

"Evan.." panggil Rachel.

"Ya?" Sahut Evan sambil memandangi Rachel.

"Gue bentar lagi lulus kuliah, gue bingung habis lulus ini ngapain" kode Rachel.

"S2 lagi atau mau kerja gitu?" Kata Evan.

"Ni anak bener-bener ye" batin Rachel.

"Tapi gue gamau keduanya, gimana dong?" Tanya Rachel.

"Diem-diem aja di rumah kan?" Kata Evan.

"Anjirr" batin Rachel.

Rachel terdiam dan mengalihkan pandangan dari Evan.

"Lo kenapa, chel?" Tanya Evan.

"Gapapa" jawab Rachel.

"Lo maunya apa?" Tanya Evan lagi.

"Gapapa" jawab Rachel.

"Yaudah, mau es krim?" Tanya Evan.

"Ga" jawab Rachel padat.

"Mau makan-makan?" Tanya Evan.

"Ga" jawab Rachel.

"Lo kenapa sih? Pms ya?" Tanya Evan.

"Ga" jawab Rachel.

Evan mengusap kepala Rachel, "lo mau apa? Bilang aja" kata Evan.

"Nikahin gue!!" Ucap Rachel.

Evan yang mendengar itu tiba-tiba tertawa.

"Kok ketawa sih?! Gamau ya? Yaudah kita putus!" Kata Rachel.

"Yaudah sih kita putus aja" jawab Evan.

Deggggg, rasanya hati ini benar-benar sakit.

Rachel tak menyangka bahwa jawaban Evan seperti itu, ia lalu memutuskan pergi meninggalkan Evan.

"Eh lo mau kemana?!" Kejar Evan menarik tangan Rachel.

"Bukannya lo mau putus ya? Yaudah gue pergi aja" jawab Rachel.

"Gue belum selesai ngomong! Makanya dengerin dulu omongan orang itu sampai selesai!" Ucap Evan.

"Ishh..yaudah apa?!" Tanya Rachel.

"Gue emang mau putus sama lo, tapi sebagai pacar. Kita mulai lagi kehidupan yang baru sebagai pasangan suami istri" jawab Evan.

Rachel langsung menatap Evan dan refleks memeluknya dengan erat.

Evan membalas pelukan mungil dari Rachel.

"Oh ya, gue punya sesuatu" ucap Evan melepaskan pelukan dan mengambil sesuatu yang ada di kantong jasnya.

"Rachelia, terima ini" ucap Evan berlutut di hadapan Rachel dengan sebuah cincin yang sudah disiapkan Evan.

Rachel tersenyum dan memberikan tangannya untuk dipasangkan cincin ke jari manisnya oleh Evan.

Setelah cincin itu terpasang di jari manis, suara tepuk tangan datang dari arah belakang Rachel.

Rachel pun menoleh ke belakang dan ia melihat orang tuanya dan orang tua Evan berkumpul.

"Loh? Kalian?" Tanya Rachel bingung.

"Kita udah rencanain semuanya" jawab Evan.

"Oalaaa, pantesan aja mama sama papa buru-buru pergi tadi" ucap Rachel.

"Biar ga telat ngasih suprisenya" jawab papa Rachel.

"Oh iya om, anaknya Evan ambil ya, Evan janji bakal jagain Rachel dan ga bakal bikin Rachel sakit hati" ucap Evan manis.

"Sebenarnya sakit nak , anak yang sudah om besarkan sampai sekarang tiba-tiba diambil oleh orang lain. Tapi mau gimana lagi, om harus bisa lepasin Rachel dan Rachel juga berhak bahagia dengan kehidupannya" jawab papa Rachel.

"Nanti kita bisa jenguk Rachel kok" ucap mama Rachel menenangkan papa.

"Gapapa pak, anak-anak sudah pada dewasa, udah waktunya mereka menikah" kata pak Devon.

Papa Rachel mengangguk dan menatap Rachel, anak perempuan satu-satunya.

"Chel.." panggil papa.

"Iya, pa?" Sahut Rachel.

"Kemari sayang" papa Rachel membentangkan tangannya.

Rachel yang paham itu langsung memeluk papanya.

"Papa sayang Rachel, tolong jaga diri Rachel nanti setelah menikah" ujar papa.

"Iya pa, Rachel bisa jaga diri, ada Evan juga yang bisa jagain Rachel" jawab Rachel.

Sedangkan pak Devon hanya menepuk bahu anaknya itu, "semoga bahagia, nak" ucap pak Devon.

Evan tersenyum dan mengangguk kepada ayahnya itu.

Suasana saat itu benar-benar mengharukan. Kesedihan orang tua ketika harus melepaskan anaknya, entah itu karena pekerjaan, pendidikan atau pun menikah.

Red BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang