Pagi hari, Rachel mendapatkan notif dari grup kampus yang memberitahukan kalau salah satu mahasiswi di kampus mati mengenaskan tadi malam.
Rachel terus membaca pesan-pesan di grup itu untuk mencari siapa mahasiswi itu. Salah satu dosen mengirim foto mahasiswi tersebut yang membuat Rachel kaget.
"Ini cewe kemaren? Viona?" Batin Rachel.
Tiba-tiba masuk telpon dari Raya, salah satu teman Viona. Rachel pun mengangkat telpon tersebut.
"Chel, maafin Viona tentang kemaren ya" ucap Raya.
"Gue maafin, ray. Kenapa tiba-tiba lo ngomong gitu?" Tanya Rachel heran.
"Gue saksi mata pembunuhan itu,chel" jawab Raya.
"HAH?! Gimana ceritanya?" Tanya Rachel.
Raya pun menceritakannya kepada Rachel,
"Gini, tadi malam Viona nginep di rumah gue. Kita berdua nonton bareng, terus tiba-tiba ada yang ngetuk pintu. Gue yang mager berdiri nyuruh Viona buat bukain pintunya. Pas dibuka ga ada orangnya. Tapi Viona malah mengecek keluar rumah dan meneriaki orang itu karena dikiranya itu orang iseng. Setelah itu ketika Viona mau masuk ke dalam rumah tiba-tiba satu pisau sudah menusuknya dari belakang sehingga darahnya keluar sangat banyak. Bukan cuma itu, pas Viona jatuh, orang misterius itu langsung mengambil kapak yang ada di saku belakangnya dan memotong kepala Viona dengan kapak tersebut. Gue yang melihat itu tidak berani mendekat, chel. Saat itu gue berusaha nelpon polisi, tapi orang misterius itu sangat pintar. Ia memutus semua jaringan internet yang ada di rumah gue. Gue bener-bener memohon sama orang itu agar tidak menyakiti dirinya seperti ia menyakiti Viona. Orang misterius itu terus mendekat kepada Raya dan dia berkata, "asal lo ga gangguin Rachel, gue gabakal bunuh lo. Temen lo itu, udah ganggu Rachel sehingga membuat Rachel gue sedih". Gue hanya bisa mengangguk dan memejamkan mata sambil menangis. Tidak lama, gue membuka mata dan orang itu sudah hilang. Gue mendekati mayat Viona yang sudah terpotong itu dengan tubuh yang gemetar. Gue bener-bener trauma sama kejadian tadi malam, chel!" Kata Raya."Lo tenangin diri dulu, ray" suruh Rachel.
"Tapi tunggu, pembunuhnya bilang apa?" Tanya Rachel lagi.
"Asal lo ga gangguin Rachel, gue gabakal bunuh lo. teman lo itu, udah ganggu Rachel sehingga membuat Rachel sedih, gitu katanya" jawab Raya.
"Hah? Kok gue? Lo bisa sebutin ciri-ciri pembunuhnya ga?" Tanya Rachel lagi.
"Orang itu menggunakan pakaian serba hitam dan memakai topeng badut. Badannya agak kekar dan tingginya kira-kira 190an cm" jawab Raya.
Kebetulan, Raya mempunyai bakat dalam mengukur tinggi badan seseorang hanya dengan melihat.
"190an? Topeng badut lagi?" Batin Rachel.
"Kenapa, chel?" Tanya Raya.
"Gapapa, ray. Oh ya lo jangan lupa istirahat" ujar Rachel.
"Makasih, chel. Gue matiin telponnya ya, makasih udah dengerin cerita gue" ucap Raya.
"Iya, ray. Makasih juga udah mau cerita sama gue" jawab Rachel.
Setelah telpon mati, Rachel benar-benar memikirkan siapa pembunuh itu. Entah kenapa, ia terpikir Evan adalah pembunuhnya karena ciri-ciri tersebut persis seperti Evan yang sering menggunakan pakaian berwarna hitam, tinggi 190an cm dan topeng badut yang ia lihat di kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Blood
Ficção AdolescenteEvan Argantara seorang lelaki yang haus akan darah. Ia tak segan membunuh siapapun yang menganggu kehidupannya. Tapi sayangnya, identitas psychopathnya tidak diketahui oleh pacarnya, Rachelia. Meskipun merasa janggal, Evan berhasil merayu Rachel den...