Hidup setelah perkuliahan bisa diibaratkan seperti zebra cross. Seperti sebuah titik awal di mana kita berada di titik penyebrangan antara dua tempat, yaitu masa sekolah dan dunia nyata yang tidak terduga. Kita yang biasanya menjalani hari dengan terjadwal dan bisa ditebak berubah menjadi kehidupan yang tidak terjadwal dan penuh kejadian-kejadian tidak terduga.
Fase hidup yang tidak bisa dihindari, harus dihadapi oleh semua orang yang hidup di dunia.
Info loker guys!
Aku membubuhkan caption pada status whatsapp yang akan aku unggah. Sebuah foto wisudaku bersama dengan Sinta yang sedang memegang buket bunga.
"Alay banget gak, Sin?" aku menunjukkan layar ponselku pada adik semata wayangku itu. Seseorang yang belakangan selalu menginap di apartemenku karena membantu persiapan wisuda.
Bukannya menjawab, dia justru menekan tanda panah dan membuat statusku terunggah. Membuatku yang sangat jarang sekali membuat status melotot. Pasalnya masih belum begitu yakin apakah statusku itu alay atau tidak. "Kenapa langsung dikirim?" tanyaku tak terima. Namun bukannya meminta maaf, dia malah meringis.
"Cuma status, Mbak. Dua puluh empat jam juga ilang."
"Lagian kontak di wa lo juga dikit kan?" lanjutnya. Seolah memberitahuku bahwa memang tidak penting untuk meributkan perihal status yang bahkan mungkin, yang melihat pun tidak ada.
Aku mendengkus. "Ya tapi kan gue jarang bikin status, Sin. Masa sekali bikin langsung begitu."
"Mas, adek lo ini." Sinta memanggil Mas Arlan yang sedang mengobrol bersama dengan dengan papa, Mas Bian, dan juga Biru.
Ya, semua orang memang berkumpul di acara kelulusanku. Bahkan Mas Bian sengaja mengambil cuti dan datang langsung dari Yongyakarta untuk menghadiri acara wisuda sepupunya yang cantik ini. Adapun dengan Biru, dia memang telah menetap di Indonesia setelah kepulangannya dua bulan yang lalu.
"Kenapa?" tanyanya sembari melangkah mendekat. Diikuti oleh Mas Bian dan Biru di belakangnya.
"Itu si Mbak, mau bikin status aja mikirnya banyak banget."
"Kaya nggak tau Mbak lo aja, Sin. Emang terlalu banyak mikir orangnya." Bukan Mas Arlan tentu saja, tetapi Biru. Dari ekspresi wajahnya saja, aku bisa menebak kalau dia sedang mengejekku.
Semua orang tertawa, sementara aku menjadi satu-satunya orang yang menunjukkan ekspresi sebal.
"Foto bareng yuk!" Tiba-tiba Mas Bian bersuara. Dia yang berdiri di sebelah kiri Mas Arlan mendadak mencetuskan untuk melakukan foto bersama. Padahal sesi fotoku sudah habis, sebab aku memang hanya menyewanya selama satu jam.
"Udah habis, Mas, fotografernya. Tadi lo gue ajakin foto gak mau."
"Gue kan bawa kamera sendiri, tenang aja. Jangan kaya orang susah." Lagi-lagi Biru bersuara. Semua kalimat yang keluar dari mulutnya memang tidak ada yang benar, selalu saja berisi dengan ejekan untukku atau hanya membanggakan dirinya sendiri.
"Temen lu mana yang mana yang bisa dimintai tolong?"
"Harusnya gak cuma bawa kamera, tapi sekalian bawa fotografernya." Mendengar jawaban dariku, semua orang yang ada di sana tertawa. Terkecuali kedua orang tuaku, sebab mereka sedang duduk dan beristirahat karena sedari tadi sudah lelah diajak berfoto-foto.
"Bentar, gue cariin dulu." Mas Bian akhirnya mengalah. Dia mencoba mencari orang untuk membantu kami berfoto, sebab teman-temanku memang sudah pulang setelah memberikan ucapan selamat dan hadiah wisuda.
Saat Biru sedang men-setting kamera danSinta serta Mas Arlan sibuk mengobrol, aku merasakan getaran dari ponsel yang ada di genggaman tangan. Membuatku yang memang tidak memiliki hal yang sedang dilakukan langsung membukanya.
Mataku membola sempurna, tepat ketika melihat notifikasi yang muncul dari layar ponselku.
"Serius atau bercanda? gue ada nih loker khusus buat lo."
Maksudnya apa coba? nggak pernah ngehubungun sama sekali setelah dapet nomor gue, terus tiba-tiba reply story dan nawarin kerjaan?
Kenapa lo selalu datang sesuka hati lo, Mas?
Gue bahkan ngira kalau lu ngehapus nomor gue.
Kalau suka ngilang gitu redflag gak sih, gaes?
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Love
ChickLitBaru saja mengucap salam, bola mata ku hampir keluar dari tempatnya. "Mas Angka?" ujarku saat melihat sesosok laki-laki yang pernah aku temui ketika dalam misi melarikan diri akibat putus cinta. "Mbak Raya, kamu kenal sama Pak Wali Kota?" Hah? Gima...