Boleh dong ya dikasih komen!
Each day millions of individuals are searching for a partner to experience that special loving feeling. But when they have found and carried out a relationship long enough, some of them will painfully separated because they have lost that feeling of love. While some others choose to stay together due to the loyalty and obligation, or from the fear of starting over.
And here, I have separated. Without considering the feeling and fear starting over.
"How is life, Ya?" sembari menikmati seafood, Biru kembali melontarkan satu pertanyaan. Meski yang dia tanyakan adalah pertanyaan normal yang sangat wajar ditanyakan oleh orang yang baru bertemu, tetapi aku paham kemana arah pembicaraannya.
"So so," jawabku. Singkat, padat, dan masih menimbulkan banyak pertanyaan.
"Time will heal anything," lanjutku. "Gue udah baik-baik aja ko. As you can see."
Biru tersenyum, lalu mengacak pelan ujung kepalaku. "Bagus. Emang udah seharusnya kaya gitu. Nggak cocok Rayana sedih lama-lama." Dia terkekeh setelah mengatakan satu kalimat tersebut.
"Cewek paling rasional yang gue kenal itu lo, Ya, jadi gak cocok galau gara-gara putus cinta."
Aku mendengkus. "Namanya juga udah bertahun-tahun, Ru. Tetep aja sedih lah rasanya."
"Apalagi suka tiba-tiba inget sendiri, padahal sebelumnya gue yakin kalau udah ngelupain dia."
"Udah better, tapi kayak belum sepenuhnya." Lanjutku menambahkan. Menjelaskan padanya bahwa apa yang selama ini aku rasakan memang masih suka berubah-ubah, Kadang sudah yakin terbebas dengan masa lalu, tetapi dalam beberapa waktu kembali teringat dan terbayang-bayang.
"Lagian lo gak percaya sama gue, Ya. Gue suruh putus dari lama tapi lo nya batu banget."
Memang benar bahwa Sabiru tidak begitu menyukai Arfian. Meski mereka sudah kenal cukup lama, dia tidak pernah benar-benar menerima mantan pacarku itu.Dia hanya menerimanya karena menghargaiku, dan bahkan masih memintaku memikirkan ulang rencana ketika aku mengutarakan rencana kami dulu untuk membawa hubungan ke arah yang lebih serius.
"Ya namanya juga cinta kali, masa semudah itu mau disuruh putus."
Mendengar jawaban seperti itu ke luar dari mulutku, Biru mencibir. Dia selalu mengatakan bahwa Arfian memiliki aura yang gelap sehingga dia tidak menyukainya. Makanya setiap kali aku membicarakan tentang orang itu, dia pasti akan bersikap malas, atau justru mencibirku seperti tadi. "Mendingan putus di awal kan? daripada ditunda-tunda ujungnya tetep sama."
"Nggak ada orang pacaran yang tujuannya buat putus, Ru. Cuma kan soal masa depan gak ada yang tahu." Aku mengaduk-aduk es tehku dengan malas. Untungnya pembicaraan ini muncul setelah kami selesai menikmati makan siang, jadi aku tidak harus merasakan kehilangan napsu makan saat sebenarnya sudah berada di tempat makannya.
"Kata orang nyembuhin luka dari cinta lama bisa pake cinta yang baru, Ya. Mungkin dengan cari pacar lagi?" tiba-tiba dia bersemangat. Memberikan solusi yang pasti menurutnya sangat brilian, tapi menurutku sangat tidak masuk akal.
Menjalin kisah baru ketika kita belum selesai dengan masa lalu hanya akan menyakitkan hati orang lain. Melibatkan seseorang untuk membantu mengatasi rasa sedih akibat patah hati adalah tindakan yang sangat egois. Apalagi berpura-pura untuk menunjukkan rasa kasih sayang saat hati sendiri masih dipenuhi luka, justru akan menarik orang lain yang hidupnya baik-baik saja menjadi ikut menyedihkannya seperti kita.
"Gue mau sembuh sendiri, Ru. Gak mau nyari pacar lagi sebelum I'm done with this fucking situation."
Biru mengangguk-anggukan kepalanya. "Kalau gitu gak harus langsung pacaran. Mungkin bisa deket lebih dulu?"
Aku menggeleng. "Nggak."
"Kenapa? gue punya banyak kenalan yang cukup potensial buat jadi pasangan lo. Gue jamin orangnya juga bener."
Lagi-lagi aku menggeleng. "Gue tau niat baik lo. Cuma gue tetep sama pendirian pertama gue, gue mau sembuh sendiri." jawabku menegaskan. Bukan karena tidak menghargai upayanya yang ingin membantuku, tetapi karena aku tau dengan pasti apa yang sebenarnya aku butuhkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Love
ChickLitBaru saja mengucap salam, bola mata ku hampir keluar dari tempatnya. "Mas Angka?" ujarku saat melihat sesosok laki-laki yang pernah aku temui ketika dalam misi melarikan diri akibat putus cinta. "Mbak Raya, kamu kenal sama Pak Wali Kota?" Hah? Gima...