33-35: Rev. Memilih Cinta Melepas Cinta

9 2 6
                                    

"Lo gak pernah sendiri, San. Kalau lo merasa sendiri, berarti lo gak menghargai kehadiran gue, semua sahabat lo, keluarga lo, dan bahkan Allah."

Alia menatap Sani sangat dalam. Seminggu Sani menjauh dari siapapun yang ingin menemuinya. Mencoba untuk menghilang meski sebenarnya ia juga ingin sekali ditemukan. Alia, Ari, Janu, dan Angga kini telah melakukannya. Beberapa figura foto sedang menyaksikan mereka, menemani dan menguatkan Sani.

"Gue ngerepotin kalian, ya."

"Jangan mikir gitu." Alia mendekap Sani.

"Makasih udah selalu ada buat gue."

"Kita senang, kok bisa selalu ada buat lo." Barulah Janu bersuara.

Angga berdehem. "Cie."

Kompor satu itu memang tahu saja celah untuk memanasi sahabatnya. Di situasi duka seperti ini pun dilakukan. Untungnya Sani justru tertawa sedikit. Disusul dengan tawa mereka semua karena berhasil membuatnya tersenyum.

33-34: (Sani sakit gerd, dirawat di RS. Husein, Nadya, Amah, dan Ustad Alim menjenguk.)

Janu sering menjenguknya.

35: Janu mendorong Sani untuk belajar. Sani menolak. Dia mau menjaga diri. Alia, Dira, dan adiknya yg membantu





Dunia memang tidak akan selalu menjadi tempat yang nyaman bagi siapapun. Ada saatnya membuat seseorang ingin pulang, tapi juga kadang membuat seseorang ingin hidup lebih panjang. Cerita hidup memang tidak bisa dirasa di lidah, tapi pahit, manis, dan asinnya sangat terasa. Tidak mudah, tapi bisa bisa dilalui. Sedikit-sedikit Sani mengumpulkan kepingan obat untuk menyembuhkan yang hampir sekarat. Ada ibu yang ingin menemaninya sampai tua. Ada Dira yang mengusahakan diri membuatnya bangga. Ada Maul yang telah berjanji tak akan mengulangi dan akan menjadi adik yang lebih baik lagi. Satu lagi, ada Allah yang tak pernah berpaling dari setiap hamba yang dititipi ujian dan percaya dengan pertolongannya.

Satu per satu mimpi Sani bangun lagi. Memungut mimpi lamanya, ia taruh untuk kemudian ia rangkai dengan berbagai usaha. Kalau nanti retak-retak sedikit, akan Sani perbaiki. Asal jangan roboh, karena hanya harapan dan usaha yang manusia punya. Satu tahun fokus bekerja dan belajar, Sani dapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Australia. Berat, tapi ibu merestuinya.

Di bandara, orang-orang sibuk melepas kepergian dan menyambut kedatangan orang tersayangnya. Beberapa saat lagi, giliran Sani untuk pergi.

"Selalu kabari ibu ya, Neng." Pelukan ibu sangat erat. Maul dan Dira merapat turut merentangkan tangan untuk mendekapnya.

Alia menghapus air mata. Diam saja ketika Sani kini menatapnya.

"Lo sahabat terbaik gue. Sampai kapanpun, San. Jangan lupain gue, ya."

"Kebalik, Al. Lo sahabat yang paling terbaik. Selalu sukarela masuk di kehidupan gue di cerita apapun."

Kepada Ari, Janu, dan Angga, Sani berpamitan. Tiga lelaki yang mengisi hari-harinya dengan kepribadian yang berbeda dan berwarna.

"San, kira-kira bakal ada cowok yang lo sukai gak ya di sana?" tanya Janu.

Sani diam sejenak. "Mungkin aja ada, mungkin juga gak ada."

Mengembuskan napas. "Oke."

"Kenapa?"

"Gak apa-apa."

"Dih, kayak cewek. Sok gak apa-apa."

Angga menyelinap di obrolan mereka. "Mungkin maksud Janu, tolong jaga hati lo di sana, karena ada dia di sini yang akan selalu menunggu lo."

"Apa, sih." Sani memutar bola matanya.

Satu persatu penumpang masuk ke tubuh pesawat. Mendengar informasi yang disampaikan operator. Menyaksikan tanah tempatnya tadi berpijak perlahan mulai tak kelihatan. Hanya tampak seperti rumah burung yang ribuan jumlahnya.

Sebuah kotak Sani buka saat pesawat telah berada di ketinggian 30 ribu kaki. Sebuah cokelat dan bunga tidak tangkai bunga melati ada di sana. Lengkap dengan selembar surat kecil.

Selamat sampai tujuan ya, cewek galak! Kalau kangen rumah pulang aja. Ada gue yang bakal jemput lo pake motor keren gue. Nanti kopernya gue iket pake tali di belakang. Lo duduk di kepala motornya. Cocok kan? Cocoklah!

Coklatnya dimakan, ya. Tapi melatinya jangan. Nanti jadi kunti. Tapi cari tahu aja makna bunga melati, karena li adalah bunga melati dan bunga melati adalah lo.

Sudah. Tidak ada penutup suratnya. Nanti Sani akan cari tahu, apa arti bunga melati. Awas saja kalau macam-macam artinya, Sani kirim peluru untuk Janu.

Kotak hitam dengan pita putih itu ia tutup lagi.

Selama ini, dia masih menjadi Janu yang sama. Jail, suka merayu, tapi ekspresinya selalu biasa saja.

Rasanya pengen banget bilang terimakasih ke dia, karena udah bikin gue merasa dicintai. Tapi apa dia tahu, kalau ada rasa takut yang selama ini gue simpan. Takut untuk paham dengan sikap seseorang yang seolah menaruh rasa, ternyata bersikap sama pada semua wanita. Jadi, gak bisa dipercaya kalau akad belum ada.

Satu yang luput dari kepekaan Sani. Di sebuah gereja, seorang lelaki berdiri menghadap patung Yesus. Menggenggam sesuatu di tangan kanannya yang diletakan di dada. Lalu tangannya perlahan turun. Melepaskan sebuah benda yang berisi foto Sani. Tapi mempertahankan satu benda lain di tangannya: tanda salib. Dialah Ari.

***

SELESAI

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Melamar HuseinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang