7: Launching Produk

4 2 0
                                    

Buku-buku tebal berwarna cokelat, rak tinggi, dan pencahayaan yang tak begitu terang sedang Sani tangkap pemandangan itu melalui sebuah foto yang diunggah Husein. Tak ada Husein di foto tersebut. Bahkan sekadar bayangan atau ujung jarinya pun tak tampak. Kacaunya, lihat yang begini saja Sani sudah senyum-senyum sendiri. Dia lihat berkali-kali sampai memalingkan diri dari sketsa project yang baru ia buat di beberapa sisi. Tadi di kursi kerja, sekarang sudah menyandarkan punggung di sofa.

"Ngeliat story kamu aja aku udah bahagia, Kang," gumam Sani. Di waktu yang sama, Husein masih melakukan diskusi dengan salah satu pegawai bagian naskah kuno di Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia yang terletak di Pasuruan, Jawa Timur. Ia dan beberapa temannya mendapat tugas untuk melakukan preservasi naskah-naskah kuno di sana.

"Nah, ini naskah-naskah hasil penelitian tahun 1997." Pegawai itu menunjukan satu rak. Husein dan teman-temannya mengangguk.

Tak lama kemudian, mereka mulai mengidentifikasi naskah dengan lebih intens. Masih menggunakan sarung tangan karet bebas asam dan masker.

"Masya Allah, naskah-naskah ini bermanfaat banget buat penelitian selanjutnya." Husein menatap beberapa naskah yang ada di tangannya. Memilah naskah yang harus diperbaiki atau dialih media ke bentuk digital agar tak hanya fisik yang terselamatkan, tetapi yang utamanya juga adalah informasi yang terkandung di sana. Tak sekali dua kali lelaki dengan postur tubuh tinggi itu berdecak kagum. Pengalaman pertamanm Husein dalam menjelajah pusat naskah kuno kian memintal cintanya di bidang preservasi.

Dalam beberapa hari ke depan, ia masih akan di Pasuruan. Harapannya, nanti ia berkesempatan mempreservasi pusat naskah kuno yang ada di Jawa Barat. Supaya bisa sejenak pulang. Membuang rindu pada ambu, abah, dan teman-teman di Herang Pustaka.

"Ya, semoga aja."

"Husein, coba tolong cek naskah ini. Gue mau cek yang lainnya lagi." Salah satu anggota timnya menyerahkan satu naskah kuno. Naskah yang memuat penelitian tentang tampilan makanan rendah gula untuk kebutuhan promosi. Sepasang mata Husein memejam sejenak. Mengingat sesuatu.

"Jadi inget perempuan catur itu." Garis senyum tipis timbul di wajahnya. Sampai ia menghela napas dan menggeleng kepala jika teringat kejadian kala itu.

***

Seluruh meja nyaris terisi penuh oleh tamu undangan. Mereka berbincang dengan teman satu meja. Acara belum dimulai, Sani juga belum datang. Sementara Janu sudah beberapa kali mengecek jam di ponselnya dan menghubungi Sani. Seperti biasa, penolakan tak hanya terjadi dalam hal perasaan tetapi juga tindakan seperti ia menelfon Sani.

"Gak diangkat?" temannya yang berambut ikal bertanya.

"Gak." Janu menaruh lagi ponselnya di meja. Ia mengusap rambutnya yang dikucir rapi.

"Coba gue yang telfon."

Sambungan terhubung. Panggilan bersambut dari seberang. Sani bilang, dia sebentar lagi akan tiba. Tak lama setelah itu, panggilan dimatikan sepihak.

"Punya gue diangkat. Meski akhirnya dimatiin sepihak sama Sani."

"Ya, karena Sani tahu lo gak suka dia." Janu mengunyah sebuah ceri yang dicomot dari kuenya.

"Lagian lo suka Sani sampe blak blakan banget, Jan."

"Ya gue harus gimana, Angga? Prinsip gue, kalau suka ya tunjukin. Jangan dipendem."

Ya, lelaki itu bernama Angga. Ia terkekeh mendengar pernyataan Janu yang tak bisa Angga iyakan.

"Tapi kalau salah tindakan juga bisa kacau, Jan. Prinsip lo gak tepat buat Sani."

"Terus?"

"Sani tipe muslimah gitu gampang ilfeel sama cowok model kayak lo gini. Banyak-banyakin deh follow akun islami."

Melamar HuseinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang