BAYANGAN hitam seperti asap muncul tiba-tiba dari udara di jalan kecil yang sepi. Di sebelah kiri, semak liar yang rendah tumbuh lebat, sementara di sebelah kanan, pagar tanaman yang tinggi dan terawat membentang rapi. Jubah panjang sosok itu berkibar pelan saat dia melangkah mantap. Ketika Severus berbelok ke kanan, menuju jalan raya yang lebih lebar di ujung jalan kecil itu, pagar tanaman tinggi terus memanjang, membentuk lengkungan di kejauhan di balik pagar besi yang terlihat kokoh menghalangi jalannya.
Namun, Severus tidak menghentikan langkahnya. Dalam kesunyian yang mengelilinginya, dia mengangkat lengan kirinya dengan anggun sebagai tanda penghormatan, lalu berjalan menembus pagar logam gelap itu seolah-olah tak lebih dari sekadar asap yang tipis.
Pagar tanaman yang rapat seolah meredam suara langkah kakinya. Di sisi kanannya, terdengar desisan lembut, yang ternyata berasal dari seekor burung merak putih. Burung itu berjalan dengan angkuh di sepanjang puncak pagar tanaman, bulu-bulunya yang putih bersinar samar di bawah sinar bulan.
Di ujung jalan yang gelap, rumah bangsawan yang megah berdiri dalam bayang-bayang malam, dengan cahaya lembut yang berkilauan dari jendela berpanel silang di lantai bawah. Di kebun yang terlindung kegelapan, air mancur bergemericik lembut. Kerikil berderak di bawah kaki Severus ketika dia mempercepat langkahnya menuju pintu depan, yang secara misterius mengayun terbuka ke dalam sebelum dia sempat menyentuhnya, seolah disambut oleh kekuatan tak terlihat.
Koridor yang dilaluinya luas dan remang-remang, dengan hiasan yang megah. Permadani mewah menutupi sebagian besar lantai batu, memberikan kesan keanggunan yang suram. Mata beberapa lukisan berwajah pucat yang tergantung di dinding mengikuti gerakannya dengan waspada. Severus berhenti di depan pintu kayu besar yang menghubungkan ke ruangan berikutnya. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum memutar gagang pintu perunggu itu dengan tenang.
Ruang tamu di balik pintu dipenuhi oleh orang-orang yang duduk membisu di sekitar meja panjang. Perabotan yang biasanya memenuhi ruangan itu telah disingkirkan, merapat ke dinding, menyisakan ruang kosong yang luas. Penerangan ruangan hanya berasal dari perapian pualam indah yang memancarkan cahaya redup, memantul dari kaca yang disepuh dengan keemasan.
Severus berdiri di ambang pintu, matanya menyipit saat menyesuaikan diri dengan kegelapan. Setelah pandangannya terbiasa dengan cahaya yang minim, dia melihat pemandangan yang aneh dan mengganggu: sosok manusia yang tak sadarkan diri tergantung terbalik di udara, berputar pelan seakan digerakkan oleh benang yang tak terlihat. Bayangannya memantul pada cermin besar di atas meja yang berkilauan. Tidak seorang pun di ruangan itu yang melihat ke atas, kecuali seorang pemuda berparas pucat yang duduk hampir tepat di bawah sosok itu. Wajahnya tegang, seolah dia tak mampu menahan diri untuk tidak mencuri pandang ke atas setiap beberapa menit sekali.
"Severus, aku sempat khawatir kau tersesat." terdengar suara jelas bernada tinggi dari ujung meja.
Sosok yang berbicara duduk tepat di depan perapian, membuat Severus hanya bisa melihat siluetnya. Saat dia mendekat, terlihat wajah bersinar dalam kegelapan, tidak memiliki rambut, seperti ular, dengan celah lubang hidung, dan pupil matanya berwarna merah vertikal. Wajahnya pucat seolah-olah memancarkan cahaya seputih mutiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SPECIAL ONE (Mattheo Riddle) (Draco Malfoy)
Fanfic🎃 (DALAM TAHAP REVISI) 🎃 What if? Harry Potter have a Twin Sister. Seorang penyihir muda tumbuh dalam bayang-bayang saudaranya yang terkenal. Namun, dia menyimpan kekuatan gelap yang jauh lebih besar dari yang orang lain bayangkan, terhubung denga...