06. Mainan

945 74 42
                                    

"Dia tidak pulang lagi?" Pertanyaan tersebut diajukan oleh Nagita pada pelayannya melalui panggilan telepon.

"Tuan Muda belum pulang, Nyonya." Sahut sang pelayan dari seberang

Nagita dapat menerima penjelasan tersebut dan langsung memutuskan sambungan telepon. Wanita itu melipat kedua tangannya, menatap pemandangan malam Kota Jakarta melalui jendela kamar hotel yang sekarang dia tempati.

"Kemana lagi kamu, Tristan? Kamu bahkan tidak mengirim kabar apapun padaku." Ujar Nagita

TING! Suara yang berasal dari bel kamar berhasil mengambil alih perhatian Nagita. Wanita cantik itu melangkahkan kedua kaki jenjangnya mendekat ke arah pintu.

Sudut bibirnya terangkat naik, membentuk senyum yang terlihat sangat manis. Barulah Nagita membuka pintu.

"Nagita." Panggil seorang lelaki yang datang dengan membawa serta bunga dan hadiah untuk Nagita

Tanpa tunggu lama lagi, Nagita langsung berhambur ke dalam pelukan lelaki itu. "Aku merindukanmu." Bisik Nagita

"Bohong sekali. Pasti karena suamimu itu tidak pulang kan?" Lelaki itu mendekatkan bibirnya ke samping telinga Nagita. "Suamimu tidak pulang dan kamu merasa kedinginan. Kamu butuh kehangatan kan?"

Nagita berdecih kesal tapi dia tidak menampik semua itu. Alih-alih marah apalagi mengusir. Nagita justru menarik tangan lelaki itu lalu mengajaknya masuk ke dalam kamar.

"Kita bersenang-senang malam ini, Nagita"

"Sure, Aidan" sahut Nagita manja. Hanya pada Aidan saja Nagita bisa bermanja seperti sekarang ini. Hanya lelaki itu yang bisa menerima sifat dan sikap kekanakan Nagita.

Di tempat lain,

Tristan baru saja menyelesaikan pekerjaannya yaitu mengawal dan menemani Presiden ke Jayapura.

Lelaki itu dapat menghela nafas dengan lega begitu sang Presiden sudah masuk ke dalam kediaman pribadinya. Dengan begitu selesai sudah pekerjaan Tristan hari ini.

"Permisi, Pak Mayor" panggil Ajudan lain

Tristan menoleh. "Ada masalah apa?"

Ajudan itu menyerahkan paper bag berukuran sedang pada Tristan. "Ini milik anda. Masih ketinggalan di mobil tadi."

Tristan menepuk pelan dahinya sendiri. Hampir saja dia melupakan barang bawaannya ini. Segera saja Tristan menerimanya dari tangan Si Ajudan

"Terimakasih" ucap Tristan

"Siap. Sama-sama, Pak Mayor" sahut si Ajudan

Tristan menepuk pelan pundak si ajudan sebelum dia berlalu pergi. Kini lelaki itu sudah berada diatas mobilnya. Tristan mengeluarkan beberapa barang yang di dalam paper bagnya. Rupanya paper bag tersebut berisi gasing tradisional, jimbe anak berukuran kecil, hingga rumah adat miniatur Papua. Tristan mendapatkannya sebagai hadiah saat menemani Presiden dalam acara peringatan hari anak selama seharian ini.

Jika dipikir Tristan memang belum punya anak. Tapi dia tetap menerimanya karena memikirkan anak kecil lain yang dia yakini akan sangat senang jika menerima semua ini.

"Arka pasti akan menyukai ini." Ujar Tristan

Tristan melajukan kuda besinya, malam ini dia akan pulang ke mansionnya sendiri.

Tapi jelas saja Nagita tidak akan ada di mansion untuk menyambut kepulangan Tristan malam ini. Meski sebenarnya agak jengkel tapi Tristan memilih untuk membiarkan saja.

Toh kemarin malam pun Tristan melakukan hal yang sama. Lelaki itu tidak pulang ke mansion bahkan tanpa mengatakan apapun pada Nagita.

"Nyonya Nagita sedang ada pemotretan di luar kota, Tuan. Itu yang beliau katakan." Seru Kepala Pelayan

BROKEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang