04. Menemui

842 60 63
                                    

DOR! DOR! DOR! Entah sudah peluru keberapa yang Tristan lepaskan dari mainan kesayangannya. Mainan yang selalu berada di pinggangnya tersebut.

Sekarang ini Tristan sedang berada di area khusus menembak. Menggunakan kacamata dan airpod khusus. Jujur saja Tristan terlihat semakin tampan dan mempesona dengan pistol di tangannya. Di tambah lagi kaus kerah berwarna hitam yang lelaki itu gunakan. Semakin meningkatkan damage dari seorang Tristan Hambalang.

Tidak puas dengan sejumlah peluru yang sudah dia habiskan. Tristan kembali mengisi pistolnya dengan peluru baru.

Kembali lelaki itu melepaskan pelurunya. Mengenai tepat ke tengah papan bidikan. Itu adalah salah satu cara Tristan untuk menterapi stress yang tengah dia rasakan.

Ya, apalagi jika bukan karena memikirkan Helena Gudono. Tristan yang semula telah menjalani kehidupan yang tenang bersama Nagita pun harus kembali merasa terombang-ambing oleh perasaannya sendiri.

"Helena Gudono, setelah menghilang 5 tahun. Kamu kembali lagi dan mengacaukan perasaanku." Umpat Tristan

Disaat yang bersamaan, Boy yang merupakan ajudan pribadi dari Salya Gudono melangkah mendekati Tristan. Wajah lelaki itu terlihat sangat tertekan.

"Pak Mayor." Sapa Boy hormat ala militer

Tristan memutar tubuh dan tangannya ke arah Boy. Menghunuskan senjatanya pada lelaki berpangkat Sertu tersebut. Sukses membuat Boy ketakutan.

"P-ak May-or" gugup Boy tidak berani menatap Tristan

Tristan menegakkan kepala dan dagu. "Apa yang kamu bawa, Sertu Boy?" Tuntutnya to the point

Boy menegak saliva dengan susah payah. Tangan kirinya bahkan bergetar hebat saat merogoh saku celananya.

"Letjen Salya akan menghabisi saya jika tahu ternyata saya melakukan ini. Tapi saya juga tidak mungkin menolak perintah dari anda." Gugup Boy mengeluarkan plastik berukuran kecil dari dalam sakunya lalu menyerahkannya pada Tristan

Tristan menerima plastik kecil tersebut. Lalu mengamatinya dengan seksama. "Kamu tidak menipuku, kan? Aku tidak akan diam saja jika kamu melakukan itu." Ancam Tristan

"Siap tidak, Pak Mayor. Saya tidak akan berani membohongi anda." Sahut Boy

"Dimana Helena bekerja sekarang?" Tanya Tristan lagi

Kali ini Boy terlihat ragu untuk menjawab. Dia takut kalau akan kena hukuman dari Salya.

"Kamu tidak ingin memberitahuku, Boy?" Tanya Tristan dengan nada yang terdengar mengintimidasi

"Dirumah sakit Cipto Mangunkusuma, Pak Mayor." Sahut Boy cepat

Tristan tidak lagi mengatakan apapun, lelaki itu memasukkan pistolnya ke dalam sarung yang ada di pinggang kemudian segera berlalu pergi dari depan Boy.

"Kamu berhutang banyak penjelasan padaku, Helena Gudono." Gumam Tristan

Di rumah sakit,

"Apa Damar bisa sembuh, Dokter? Ini tidak akan menghalangi masa depannya kan?" Tanya seorang Ibu dari pasien pada Helena

Helena mengangguk seraya tersenyum tipis. Tatapan teduhnya terkunci pada anak lelaki yang ada di depannya. Sebenarnya Helena merasa tidak tega pada bocah kecil di depannya ini. Anak lelaki kecil itu adalah penderita epilepsi yang sering kali kambuh tanpa mengenal waktu.

''Anda tenang saja, selama Damar menerapkan pola dan gaya hidup yang sehat. Penyakit ini tidak akan menghalangi masa depannya. Meski resiko kambuh itu pasti masih ada." Ungkap Helena

Ibu muda dari anak lelaki yang di ketahui bernama Ana itu memeluk erat sang putra.

"Damar ini kekuatan terbesar saya untuk tetap bertahan hidup sampai sekarang, Dokter. Setelah mantan suami saya meninggalkan kami begitu saja." Lirih Ana

BROKEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang