43. Melihat Masa Depan?

565 66 33
                                    

Setelah hampir 10 hari menerima perawatan di rumah sakit, akhirnya pada hari ini Tristan diijinkan untuk pulang.

Dokter Devon menyatakan kalau Tristan telah sepenuhnya sehat. Dia sudah tidak lagi mengalami kejang atau sesak nafas mendadak. Semuanya sudah baik-baik saja.

Memang benar kalau hati yang gembira adalah obat dari segala penyakit. Kehadiran Helena dan Arkana adalah obat termanjur untuk Tristan. Kekuatan dan semangat utamanya untuk bertahan dari segala rasa sakit yang menderanya.

Saat ini, Tristan masih berbaring sendirian diatas brankarnya. Helena pamit keluar untuk menemui pengacara. Dia akan kembali sebelum Tristan pulang.

Yuanita juga sedang dalam perjalanan. Untungnya Tristan sudah lebih mandiri dari yang biasanya. Dia tidak lagi bersikap rewel saat ditinggalkan sendirian oleh Helena atau pun Yuanita.

Hanya Suster Laras yang ada di rumah sakit untuk menunggui Tristan. Tapi wanita itu pun sedang turun sebentar, mengisi perut di cafetaria rumah sakit. Itu pun atas ijin langsung dari Tristan sendiri.

Jujur saja Tristan mulai jenuh karena hanya sendirian di dalam ruang perawatan ini. Film kartun yang sejak tadi dia tonton juga sudah selesai penayangannya.

KREK! Pintu ruang perawatan Tristan di dorong dari luar. Tristan senang, lelaki itu langsung mengunci pandangan matanya ke arah pintu. Dia berpikir kalau itu adalah Helena.

Tapi senyum kebahagiaan itu langsung luntur seketika. Setelah dia melihat siapa sebenarnya identitas dari orang yang baru saja masuk tersebut.

Langkahnya yang tegap, gagah dan kharismatik. Ditambah wajahnya yang sangar dan tegas. Aura di sekelilingnya begitu kuat, dan itu terasa mencekam.

Dan orang itu adalah Letnan Jenderal Salya Gudono, ayah kandung dari Helena Gudono.

Tristan meneguk saliva dengan susah payah saat melihat Salya mendekat. Lelaki itu berusaha duduk meski pada akhirnya dia tidak mampu.

Salya berjalan kian dekat ke sisi brankar Tristan. Helaan nafasnya terdengar kasar.

"Lama tidak berjumpa, Mayor Tristan." Sapa Salya dengan nada yang dingin

"Ih-ya, Jen-der-al" sahut Tristan gugup

Salya menegakkan dagu dan kepalanya. Pria paru baya itu menatap Tristan dengan pandangan menilai. Lelaki yang sedang berbaring di depannya ini jelas jauh berbeda dengan Mayor Tristan yang dulu dia kenal.

Dan itu membuat Salya merasa miris. Sekaligus heran, bagaimana Helena bisa secinta mati itu pada Tristan meski kondisinya tak lagi sama.

"Saya tidak datang untuk menjenguk atau melihat keadaanmu, Tristan."

"Meski begitu saya juga ingin memberi tahu kalau kamu tidak akan di pecat dari militer. Meski kamu sudah terbukti menghamili wanita di luar nikah." Salya berujar

Tristan mengangguk dengan lesu. "S-ay-a tah-u it-u, Jend-eral"

"Saya tidak ingin basa-basi, langsung saja. Saya ingin menegaskan kalau pernikahan antara Helena dan Rama akan tetap terjadi. Saya ingin Helena menikah dengan lelaki yang sempurna. Semua demi masa depan Helena juga." Salya berdehem singkat. "Jadi saya ingin kamu lupakan saja Helena. Jangan berharap apapun, karena saya tidak akan membiarkan Helena menikahi kamu. Tidak akan pernah." Tegas Salya

Seperti di tusuk menggunakan benda taja tepat di ulu hatinya. Itulah yang Tristan rasakan sekarang. Ingin rasanya lelaki itu memberontak, melawan perkataan Salya tapi dia tidak bisa. Lebih dari itu, Tristan sadar diri akan kondisinya sendiri.

Salya sadar kalau perkataan pedasnya sudah berhasil menyentuh titik sensitif Tristan. Kini dia harus memukulnya lebih kuat. Jika Helena tidak ingin menyerah maka Salya akan membuat Tristan sendiri yang menyerah.

BROKEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang