38. Makan Malam Keluarga

607 71 98
                                    

Tristan sekarang ini tengah duduk diatas kursi rodanya. Tubuhnya sudah bisa duduk dengan lebih baik daripada dulu.

Hanya sendirian saja di halaman depan. Suster Laras memutarkan berita terkini untuk Tristan melalui iPad yang dia letakkan di sisi kiri kursi roda.

Tristan juga terlihat fokus menonton berita yang diputarkan oleh Suster Laras untuknya

Berita tersebut memutar jelas wajah sang Presiden yang tengah melakukan kunjungan kenegaraan ke Filipina. Bagaimana sang Presiden tersenyum menyapa para awak media. Bagaimana pengawalan yang diberikan oleh Ajudan baru, pengganti Tristan.

Semua itu dilihat jelas oleh Tristan. Menyebabkan kesedihan kembali menggunung di dalam hatinya. Kedua mata Tristan tampak menyorot dengan sendu

Munafik jika Tristan tidak merindukan masa sehatnya. Karena pada kenyataannya, Tristan sangat merindukan masa sehatnya

Merindukan pekerjaan yang teramat dicintainya. Sebagai seorang perwira TNI yang super sibuk dengan berbagai kegiatan militer juga pengawalannya sebagai Ajudan.

Tristan rindu menggunakan seragam kerja kebanggaannya. Tristan merindukan semua tentang dirinya yang dulu kecuali Nagita.

Tak terasa sudah 1 tahun berlalu sejak tragedi penembakan itu terjadi. Penembakan yang merubah dan mengacaukan segalanya 

Penembakan yang membuat Tristan harus rela kehilangan segalanya. Kegagahan, kehormatan, dan kebebasan. Semua itu di renggut paksa oleh cidera otak yang menumbangkan Tristan.

Tristan tidak lagi bisa melakukan apapun tanpa bantuan orang lain. Bahkan untuk sekedar berpindah dari kursi roda ke ranjang pun dia tidak bisa.

Semua harus dibantu atau bahkan di kerjakan oleh orang lain. Untungnya sekarang Tristan sudah bisa bernafas secara mandiri. Dia tidak lagi memerlukan bantuan ventilator yang dulu terpasang di lehernya.

Meski terkadang Tristan juga tiba-tiba mengalami sesak nafas.

Bukan Tristan tidak mensyukuri kemajuan kondisinya. Hanya saja, Tristan masih belum bisa merelakan kalau ternyata dia telah kehilangan kehidupannya sebagai seorang perwira.

Yang dulu dia perjuangkan mati-matian. Yang sangat dia banggakan. Kini semua itu lenyap, menghilang bersama dengan hilangnya hampir seluruh fungsi tubuhnya.

Kalau pun suatu saat nanti Tristan pulih dan kembali. Tapi dia tidak yakin kalau karir militernya akan kembali seperti dulu. Tristan tidak akan sehebat dulu lagi meski dia kembali.

Dia tidak akan lagi menjadi pasukan terbaik. Lulusan ranger terbaik. Pasukan baret merah yang hebat dan di takuti. Semua itu tidak akan pernah bisa Tristan dapatkan lagi. Semuanya hanya tinggal kenangan.

Merindukan masa sehatnya membuat Tristan kembali meneteskan air mata. Lelaki itu menangis diatas kursi rodanya.

Dulu, kursi roda ini bahkan sangat dibenci oleh Tristan. Harga dirinya serasa runtuh saat harus menggunakan benda ini

Tapi sekarang? Kursi roda ini sudah seperti kaki untuk Tristan. Alat mobilitas yang membawanya kemanapun itu.

Satu hal yang tidak pernah Tristan duga akan terjadi dalam hidupnya. Dimana dia mesti menjalani kehidupan sebagai seorang penyandang disablitas. Hilang sudah jati dirinya sebagai Mayor Tristan yang gagah perkasa. Idola para wanita, ajudan Presiden yang hebat dan tangguh.

"Hhrrggh..." Tristan menangis dengan pilu

''Ch...-accat" lirih Tristan

Tangan kiri Tristan terangkat naik, lalu memukul pahanya sendiri. Tristan memang perlu melakukan itu untuk menjaga kewarasannya

BROKEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang