41. Calon Suami

698 72 53
                                    

Helena dan Arkana masih berada di taman bermain. Helena masih mempertahankan posisinya yang memeluk Arka di atas pangkuannya.

"Semua ini salah Mami, sayang. Mami yang terlalu pengecut dan melarikan diri begitu saja." Helena menggigit bibir bawahnya. "Hiks...andai Mami bisa sedikit bersabar dan mempercayai Papi, maka semua ini tidak akan terjadi."

Helena menangis dan terisak, dia sedang ingin menumpahkan seluruh lara dan rasa sakit hatinya atas apa yang terjadi hari ini.

Hari yang seharusnya indah dan menyenangkan, justru harus berakhir dengan seberantakan ini. Perkataan dan hujatan yang ditujukan pada Arka adalah apa yang paling tidak bisa di maafkan oleh Helena.

Publik dan orang lain tidak tahu, sekeras apa perjuangan dan usaha Helena untuk mempertahankan Arka di dalam kandungannya. Selama 9 bulan tanpa kehadiran siapapun. Seberat apa hidupnya saat harus kehilangan Arka pada orang tuanya sendiri.

Orang lain tidak tahu dan tidak peduli. Tapi mereka bisa melayangkan hujatan sekejam itu pada Arka yang bahkan tidak tahu dan mengerti tentang apapun itu.

Tidak membesarkan Arka juga bukan keputusan Helena. Jika dia boleh memilih, maka Helena akan membesarkan Arka sendiri sebagaimana niat awalnya. Tapi Helena bisa apa?

Dulu dia terlalu lemah untuk melawan Salya. Hingga terpaksa harus kehilangan hak dan kewajibannya atas Arkana, darah dagingnya sendiri.

Helena adalah orang yang paling menderita karena harus kehilangan anak kandungnya sendiri. Dan kini, dia juga yang terlihat seperti penjahat di hadapan publik.

Apapun itu, Helena tetap bersyukur karena dia berhasil melahirkan Arkana ke dunia ini. Meski prosesnya berat dan tidak mudah tapi Helena membuktikan kalau dia bisa.

Helena sudah pernah kehilangan Arka selama 5 tahun lamanya. Dan kini, dia tidak akan pernah mau kehilangan Arka lagi. Terlebih sekarang Arka sudah tahu semuanya. Tentang identitas aslinya

"Hiks...Mami tidak akan melepaskan kamu lagi, sayang. Mami akan memperjuangkan hak asuh atas kamu. Mami akan melakukan itu apapun caranya." Bisik Helena

Arka mulai merasa terusik dalam pelukan Helena. Lelaki kecil itu terbangun dari tidur lelapnya.

"Mami..." racau Arka

Helena tergugup, Arka tidak boleh tahu kalau dia sedang menangis. "Anak Mami udah bangun, sayang? Arka lapar? Atau ingin makan cake?"

"Ini kan hari ulang tahun Arka" ucap Helena

Arka menggelengkan kepala lemah, tatapan matanya masih terlihat sendu. "Arka gak jadi tiup lilin, Mami."

"Kita mampir ke toko kue bentar yuk? Biar Mami belikan cake buat Arka" tawar Helena

Arka kembali menggelengkan kepala. "Enggak mau. Hiks...nanti Arka diejek lagi. Arka enggak mau ketemu siapapun, Mami" gugu Arka

Sekali lagi, Helena merasa seperti sembilu tajam baru saja menusuk dadanya. Mengenai tepat pada uluh hatinya. Jantung hatinya yang terdalam. Helena selalu lemah jika itu tentang Arkana.

"Jangan takut, sayang. Arka enggak boleh lemah, anak Mami kan kuat" bisik Helena membelai wajah sang putra

"Enggak mau. Arka takut" Arka kukuh pada pendiriannya

Helena memutuskan untuk tidak memaksa Arka. Mungkin memang saat ini Arka masih butuh waktu untuk menenangkan dirinya. Apalagi Arka masih kecil.

Menerima cacian dan makian dari banyak orang pasti bukan hal yang mudah untuk dihadapi oleh anak kecil itu.

"Bentar, sayang" Helena merogoh saku dressnya. Dia yakin kalau memasukkan korek kecil ke dalam sana saat masih di mansion tadi. Semula Helena membawa itu untuk acara tiup lilin bersama keluarga Hambalang.

BROKEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang