50. Kapan Papi Pulang?

601 72 40
                                    

Beberapa Hari Kemudian.

Karena ini adalah hari minggu, maka Tristan bisa sedikit bersantai. Dia tidak perlu datang ke kantor untuk bekerja. Dia bisa menghabiskan waktu seharian dengan bersantai di rumah.

Jam dinding menunjukkan kalau sekarang adalah pukul 9 pagi waktu setempat.

Tristan masih berbaring diatas ranjang besarnya saat pintu kamar di dorong dari depan. Itu adalah Suster Laras yang masuk lalu menghampiri Tristan

Suster Laras sedikit heran karena melihat Tristan yang sepertinya masih terlelap. Padahal ini sudah pukul 9 pagi. Biasanya Tristan akan tetap bangun lebih awal meski hari libur.

"Tuan Muda." Sapa Suster Laras

Suster Laras hendak menyentuh kening Tristan yang berkeringat tapi langsung dihentikan oleh empunya. Gerakan tangan Tristan sangat cepat, membuat Suster Laras terkesiap

"Saya sudah bangun" sahut Tristan tanpa membuka lebar kedua matanya

Suster Laras merasa canggung sekaligus sungkan, wanita itu menarik tangannya dari Tristan.

"Maaf Tuan, kening anda berkeringat. Saya pikir anda sakit. Ternyata refleks anda masih berfungsi dengan baik." Seru Suster Laras

"Suster lupa? Saya mantan prajurit baret merah. Meski sekarang hidup saya begini, tapi naluri saya masih menyala." Sahut Tristan

Suster Laras menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jadi merasa sungkan karena perkataannya sendiri.

Tristan mengerutkan keningnya, bahkan kedua matanya pun terasa berat untuk dibuka.

"Kepala saya sakit, Suster." Adu Tristan

"Perlu saya telponkan dokter?" Tawar Suster Laras

Tristan menggelengkan kepala pelan. "Kamu lupa? Dokter sudah pernah bilang kalau ini salah satu efek samping cidera otak yang saya alami dulu."

"Baiklah, Tuan. Jadi anda ingin bersantai dulu, atau mau bebersih sekarang?" Suster Laras memastikan

Terdengar helaan nafas berat dari bibir Tristan. Lelaki itu membuka lebar kedua matanya yang terlihat sayu. Pandangannya sedikit berkunang-kunang. Hal pertama yang Tristan lakukan adalah memijat pelipisnya

Menggunakan kedua siku sebagai tumpuan, Tristan berusaha untuk duduk dengan benar. Dia melarang saat Suster Laras hendak membantu. Tristan ingin jadi orang yang lebih mandiri.

Usahanya berhasil, Tristan menyandarkan tubuh dan kepala pada dashboard ranjangnya.

Sedang Suster Laras bergerak menuju tempat dimana ia menyimpan obat-obatan milik Tristan. Suster Laras mengeluarkan beberapa butir obat lalu membawanya kembali mendekati Tristan.

''Minum obat dulu, Tuan. Biar sakit kepalanya reda" Suster Laras menyodorkan obat untuk Tristan

Tristan kian mengerutkan kening. Jujur saja dia sudah sangat bosan dengan obat-obatan yang sudah 3 tahun ini selalu menjadi teman setianya.

"Aku tidak mau. Nanti juga sembuh sendiri." Tolak Tristan

"Anda akan tersiksa seharian kalau tidak minum obat sekarang. Dan lagi, bukankah anda ingin melakukan panggilan video bersama Tuan Kecil?" Ucap Suster Laras

Tristan mencebik, bagaimana bisa dia melupakan itu? Bahkan selama semalam penuh, Tristan sudah sangat menantikan hari untuk segera berganti. Karena sudah sangat ingin melakukan panggilan video bersama Arka.

Akhirnya mau tak mau, Tristan menerima obat yang di sodorkan oleh Suster Laras. Meneguknya dalam satu kali percobaan.

''Bawa saya ke kamar mandi. Saya harus segera bersiap." Titah Tristan

BROKEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang