16. Kita Bisa Belajar

1K 86 37
                                    

"Dokter Helena sudah datang, Tuan Muda." Bisik Suster Laras pada sang pasien

Merasa mengenal nama yang dibisikkan oleh Suster Laras. Sang pasien pun merotasikan kedua bola matanya. Berusaha menemukan keberadaan Helena yang katanya sudah datang.

Kepalanya yang tidak dapat di tegakkan tampak menggeliat dengan lemah. Gerakan yang terlalu dipaksakan. Hanya menyebabkan air liur mengalir semakin deras, terjatuh ke atas dagunya yang sudah licin. Akibat terus dialiri lelehan saliva.

"Eeuggh..."

Helena mengamatinya dengan miris. Debaran dan rasa sakit hatinya semakin menggebu. Tapi dia tidak ingin menunjukkan perasaan itu disini. Katanya energi positif itu menular. Jadi Helena akan berusaha untuk selalu menciptakan suasana kondusif dan lingkungan yang positif. Helena menarik bibirnya melengkung naik ke atas.

Berjalan semakin dekat dengan Suster Laras dan pasien yang sudah menunggunya.

"Tristan, aku datang." Sapa Helena pada sang pasien yang ternyata adalah Tristan Hambalang itu

Helena mensejajarkan dirinya dengan Tristan yang sekarang ini duduk diatas kursi roda. Atau bisa dikatakan jika lelaki itu berbaring diatas kursi rodanya

Karena kenyataannya tubuh Tristan sama sekali tidak bisa tegak. Jika bukan karena sabuk pengaman maka bisa dipastikan kalau tubuh ringkih tersebut sudah terjatuh dari atas kursi rodanya.

"Bagaimana keadaanmu hari ini? Apa kamu melalui pagi yang menyenangkan?" Helena mengajukan pertanyaan meski dia tahu kalau pertanyaan tersebut tidak akan bisa dijawab oleh Tristan.

Helena sengaja memasang tampang antusias saat dia menemukan keberadaan boneka kecil yang terletak diatas perut Tristan. Itu digunakan oleh Tristan untuk melatih tangannya yang kini mengepal erat hingga buku jarinya memutih.

"Oh, boneka ini lucu sekali. Apa kamu menyukainya? Aku ragu kalau Tirexku menyukai hal seperti ini." Goda Helena sembari mengedipkan mata

Beribu sayang karena dia kembali tidak mendapatkan tanggapan apapun dari Tristan. Tapi Helena tidak pernah lelah apalagi menyerah.

Helena menarik secarik tissu basah yang tergeletak diatas meja. Lalu menggunakannya untuk membersihkan air liur Tristan yang mengotori dagu lelaki itu.

"Lihatlah. Tirexku sekarang bahkan perlu kubersihkan air liurnya. Tidak masalah. Aku tetap cinta." Ucap Helena dengan seceria mungkin

Tristan menggeliatkan kepalanya. Tangan kanannya yang menekuk kaku di depan dada tampak menghentak pelan. Pun tangan kirinya yang bergerak acak.

Semua yang ada di dalam diri Tristan sekarang. Semua itu hanya membuat Helena semakin sedih. Hingga sekarang, Helena belum sanggup menerima kenyataan kalau lelaki yang teramat dia cinta tak lagi sama kondisinya.

Tristan memang selamat dari insiden penembakan itu. Tristan bahkan berhasil mendapatkan kembali kesadarannya setelah koma selama 1 bulan.

Tapi Tristan tidak berhasil selamat dari kecacatan yang kini mendera tubuhnya. Memenjarakan jiwanya di dalam tubuhnya sendiri.

Sesuai dengan vonis yang telah dijatuhkan oleh Dokter Devon dan Helena sendiri. Tristan mengalami severe traumatic brainjury. Sebuah kondisi dimana penderitanya sadar dan membuka mata. Tapi tidak dapat melakukan apapun.

Tristan berada dalam keadaan dimana para medis biasa menyebutnya sebagai vegetative state. Lelaki itu bukan hanya kehilangan fungsi motorik tapi juga kognitifnya.

Tristan memang membuka kedua matanya. Tapi dia tidak benar-benar mengerti dengan keadaan yang terjadi di sekelilingnya. Dokter Devon bahkan tidak yakin jika Tristan bisa melihat. Kemampuan untuk mendengar pun bisa dipastikan telah berkurang

BROKEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang