• note: tokoh utamanya Kim Taehyung.
.
"Nggak. Nggak. Gue masih waras tau."
Taehyung dapat gelengan intens dari sang sahabat, Park Jimin. Menolak saran darinya untuk melakulan confess pada sosok yang selalu jadi topik utama perbincangan mereka.
"Lah. Kenapa, sih? Masa lo mau gini-gini aja, Jim?"
"Ya nggak apa-apa," sahut Jimin, kekeuh. "Daripada gue malu-maluin diri sendiri, kan?"
"Malu-maluin diri sendiri gimana?"
Taehyung berdecak lidah, mengubah posisi duduknya untuk lebih condong ke arah Jimin. "Semua kemungkinan buruk yang lo bayangin itu, cuma ada di kepala lo. Dicoba dulu, siapa tau dia juga sama lo, kan?"
Jimin mendelik, kepalanya digeleng hebat sebelum jawab, "gue nggak berani berangan-angan sejauh itu, Te," katanya. "Mana mungkin seorang Min Yoongi, si ketua kelas, anak olimpiade, kesayangan guru-guru, bisa suka sama gue?"
"Lo kan, juga kesayangan guru?"
"Iya. Guru BK maksud lo?"
Taehyung terbahak, angguk mengiyakan. Tidak jauh beda dengannya memang. Membolos kelas, terlambat mengumpulkan tugas, atau hal remeh seperti tidak mengenakan seragam dengan benar telah tertulis sebagai pelanggaran keduanya di catatan guru BK.
"Iya, sih. Kita sama Min Yoongi itu langit bumi banget," ujar Taehyung kemudian.
Lalu hening. Jimin pilih untuk tidak menanggapi, sementara Taehyung tampak sibuk dengan pikirannya sendiri selagi menatap langit siang.
Oh, omong-omong, keduanya sedang berada di atap sekolah untuk membolos kelas matematika.
"Tapi, Jim," Taehyung kembali berceletuk, setelah beberapa menit mereka saling diam. "Kata gue, nggak ada salahnya lo coba confess."
Jimin mengernyit, menoleh pada Taehyung yang berbicara sembari bersandar nyaman.
"Menurut lo gitu?"
"Iya."
"Kalo ternyata Min Yoongi nanti malah nonjok gue, lo nggak akan ngetawain gue, kan?"
Taehyung terkekeh, lalu menggeleng pelan.
"Nggak," katanya. "Gue justru yakin dia bakal nerima lo."
"Hah? Kenapa?"
Lalu diam sebentar. Mungkin sekitar 15 detik, sebelum akhirnya Taehyung kembali berucap.
"Jim. Jujur, gue beberapa kali liat Yoongi naruh hadiah di loker lo."
Jimin melebarkan pupilnya, menatap Taehyung tak percaya. "Lo bercanda!"
"Serius. Gue serius. Dan gue minta maaf baru bilang ini ke lo."
"Iya, buset. Kenapa lo nggak bilang dari awal? Kan gue jadi nggak usah galau begini."
Jimin tertawa salah tingkah. Maksud kalimat itu jelas bercanda, karena Jimin sendiri masih tak menyangka jika kiriman cokelat dan notes berisi kalimat penyemangat itu justru datang dari Min Yoongi. Crushnya sejak kelas satu.
"Sorry, Jim. Gue kira, gue ada kesempatan."
Kalimat Taehyung itu, membuat Jimin menelan tawanya seketika. Sang sahabat ditatap lamat, meminta penjelasan lewat ekspresi setengah bingung.
Taehyung tersenyum kecut. Raut wajahnya terlihat penuh sesal.
"Iya. Selama ini kita suka sama orang yang sama," ucap Taehyung pelan. "Gue emang nggak sevokal lo buat ngungkapin apa yang gue rasa. Tapi jujur, dihari lo bilang lo naksir Yoongi, dihari itu juga gue ngerasain sesuatu yang sama, Jim."
Jimin terdiam, belum mampu berkata apapun.
"Tapi tenang aja," Taehyung tersenyum, menepuk bahu Jimin satu kali. "Gue udah perhatiin, udah gue cari tau diem-diem, dan Tuhan juga bantu nunjukkin dengan jelas, kalo gue emang nggak ada kesempatan."
"Min Yoongi naksirnya sama Park Jimin, bukan sama gue."
Sejak saat itu, Jimin baru tau, jika menyukai seseorang bisa membawanya ke situasi yang rumit.
