Draft 10

132 12 3
                                    

Yoongi senang jika anak itu datang. Anak laki-laki yang belum genap berusia 10, tinggal tepat di seberang rumahnya.

"Yoongi yang membuatnya sendiri?"

Dibalas anggukan kecil dan rekah senyum manis, Yoongi membuat mulut kecil itu terbuka lebar menyuarakan kekaguman.

Satu potong kukis diraih, yang berbentuk karakter pokemon favorit. Yoongi tertawa kecil melihat manik mata anak itu membulat, ekspresi kekaguman lagi. Kali ini ditambah pujian singkat.

"Enak!"

"Suka?"

"Suka sekali!"

Berseru kencang, mengangkat kukis yang sudah tergigit itu tinggi-tinggi. Yoongi terkekeh sekali lagi.

"Kalau begitu, ini untuk Kookie semua."

"Semua?!"

"Iya. Mau tidak?"

"Mau sekali!"

Anak kecil itu, yang mempunyai nama asli Jeon Jungkook, melompat untuk memberi pelukan. Dia menggumam kata sayang pada Yoongi, entah dia paham atau tidak maksudnya.

"Terima kasih, Yoongi."

"Sama-sama, pangeran kecil."

Jungkook menggigit habis kukisnya. Pipi tembam itu menggembung dan bergerak-gerak. Ditambah mata bulatnya yang selalu menatap penuh binar. Tampak lucu sekali.

"Yoongi, Kookie mau pangku?"

Pria Min itu kembali menarik bibirnya, tersenyum lebar. Jungkook tidak berbeda dengan anak kecil seusianya. Terkadang memang manja begitu.

Dan Yoongi dengan senang hati menepuk pahanya, mempersilakan pangeran kecil itu naik dan duduk di pangkuan. Satu kukis kembali digigit, Jungkook menggoyang kepala senang.

"Yoongi."

"Ya, sayang?"

"Yoongi masih tidak mau jadi mama Kookie?"

Bukan kali pertama. Tapi sudah beberapa kali Jungkook menanyakan perihal yang sama. Jungkook menyukainya, sejak pertama mereka bertetangga.

Ayahnya bilang, ibu Jungkook pergi meninggalkan mereka bersama lelaki lain.

Jungkook masih kecil kala itu. Tapi memori anak kecil sepertinya justru lebih kuat untuk mengingat. Jungkook tidak pernah sama sekali mencari maupun menanyakan keberadaan ibunya. Anak kecil itu, tampaknya telah sakit hati.

Dan ketika Jungkook menemukan Yoongi dikehidupannya, dia berpikir bahwa Yoongilah sosok ibu yang sangat dia inginkan.

"Yoongi tidak bisa Kookie.."

"Tapi kenapa?"

Jungkook bersandar di dada Yoongi. Nyaman. Rasanya seperti menemukan orang tua baru.

"Kookie mau dengar cerita?"

"Tentang apa?"

Jungkook mengangkat kepala, mencoba menatap Yoongi dari posisinya. Tampak lucu sekali. Yoongi sampai terkekeh seraya mengusap lembut helaian rambut Jungkook.

"Tentang Yoongi dulu," ujar Yoongi kemudian. "Dulu, saat Yoongi pikir, Yoongi bisa menikah dan mempunyai anak pintar seperti Kookie."

"Eung?"

Jungkook tampak tertarik. Posisi duduknya berubah jadi bersandar miring.

"Bertahun-tahun lalu, Yoongi mempunyai kekasih. Namanya Park Jimin, orang-orang memanggilnya Jimin."

"Jimin...? Kekasih...? Uh, kekasih itu apa, Yoongi?"

"Kekasih itu... orang yang Kookie cintai saat Kookie tumbuh besar nanti. Orang yang Kookie pilih untuk bisa menghabiskan hidup bersama berdua selamanya."

Mata bulat Jungkook berkedip-kedip lucu. Yoongi tebak, anak itu sedang berpikir.

"Seperti ayah dan mama?" tanyanya kemudian.

Yoongi bergumam, mengangguk membenarkan.

"Lalu, apa yang terjadi pada Jimin?"

"Dia... pergi, sayang."

"Pergi? Kemana? Kenapa Yoongi tidak mencarinya?"

Yoongi menelan pahit dalam-dalam. Menahan buncah tangis sekuat tenaga. Memori lamanya dengan cepat mengisi kepala, membuat hatinya sesak diliputi rasa rindu.

"Yoongi tidak bisa mencarinya," ucap Yoongi, lembut sekali. "Karena Jimin... pergi ke rumah Tuhan."

Kali ini, ganti Jungkook yang terdiam. Anak itu pintar sekali. Dia mengerti, dia telah mencerna semuanya dengan baik.

"Jimin... pergi ke surga?" tanyanya lambat-lambat.

Lagi, Yoongi mengangguk saja. Memaksakan senyumnya yang entah mengapa terasa berat. Padahal sudah lama sekali. Bahkan dia sudah berjanji untuk tidak lagi menangis karena mungkin di surga sana Jimin tidak suka melihatnya seperti itu.

"Yoongi sudah berjanji pada Jimin," sambung Yoongi pelan, "bahwa Yoongi akan terus menjadi kekasih Jimin. Bahkan di kehidupan selanjutnya, Yoongi tetap berjanji bahwa Jimin lah satu-satunya orang yang Yoongi cintai."

Yoongi tidak bisa mencegah, saat bulir air mata turun dari pelupuk matanya. Membuatnya tersadar, entah seberapa lama pun Jimin pergi, tetap akan meninggalkan luka mendalam di hatinya.

Mereka sedang baik-baik saja kala itu. Seakan tidak ada hal yang lebih menyenangkan dari hubungan keduanya yang teramat manis. Jadi, saat kecelakaan hebat itu terjadi, dunia Yoongi seakan runtuh dan gelap.

Perlahan, tangan mungil Jungkook menjangkau. Mengusap lengan kurus Yoongi sembari menatapnya dengan kerjapan sedih. Anak itu sedang coba sampaikan empatinya, pintar sekali.

"Yoongi jangan menangis," ucapnya dengan bibir mengerucut. "Kookie tidak suka lihat Yoongi menangis. Kookie ikut sedih. Kookie tidak suka bersedih."

Terenyuh. Yoongi langsung mendekap lembut tubuh mungil dalam pangkuannya. Mengecup pucuk kepala Jungkook cukup lama, sambil berusaha menghentikan air matanya yang terus tumpah.

"Maaf..."

"Yoongi tidak perlu minta maaf. Kookie tetap menyayangi Yoongi walaupun Yoongi tidak bisa menjadi mama untuk Kookie."

9593 TrackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang