Draft 26

183 19 3
                                    


draft ini panjang banget!

;


Ini sudah keempat kalinya telepon di meja kerja Yoongi berdering. Indikator lampu di panel 'hub' menyala, yang berarti panggilan masuk dari— lagi-lagi —ruang presiden direktur.

Yoongi menghela nafas pasrah. Dia mengakui jika saat ini fokusnya sedang kacau, karena itu pekerjaannya pun harus direvisi berulang kali. Naasnya lagi, kali ini sang bos sendiri lah yang mengaudit hasil pekerjaan Yoongi.

"Iya, Pak?"

Dengan gugup Yoongi menggigit-gigit kecil sudut bibir yang mulai terasa kering. Mendengarkan dengan saksama rentetan kalimat sang bos di seberang telepon yang menjelaskan tentang kesalahannya dalam penginputan angka.

"Baik, Pak. Mohon maaf sekali lagi, Pak."

Yoongi mengangguk canggung, meski dia tau atasannya itu tidak dapat melihat. Sebenarnya tidak ada nada menghakimi di sana, tetapi justru itulah yang membuat Yoongi semakin merasa tak enak hati.

"Segera saya kirim revisinya, Pak. Baik. Saya benar-benar mohon maaf atas kecerobohan saya ini."

Lalu sambungan diputus. Yoongi meletakkan gagang telepon itu dengan helaan nafas panjang. Beruntung teman satu ruangannya sedang bertugas di luar kota, sehingga Yoongi tidak perlu merasa lebih bersalah lagi karena telah membuatnya terganggu.

"Fokus, Yoongi. Fokus!"

Gumamnya, sambil menggerakkan jemari di atas keyboard. "Kau tidak boleh kehilangan karirmu yang indah ini hanya karena lelaki brengsek itu!"

Pria bertubuh mungil dengan kulit seputih susu itu mengerut kening, mencoba menyemangati dirinya sendiri walau nyatanya tidak membantu sama sekali. Berkali-kali Yoongi menghentikan gerakan tangannya, hanya untuk menyeka air mata yang terus keluar dari pelupuk.

"Ah, sial! Kenapa aku begitu menyedihkan.."

"Yoongi?"

Yoongi terperanjat. Tubuhnya otomatis dibawa berdiri untuk membungkuk hormat pada sesosok pria yang baru saja muncul di ambang pintu ruang kerjanya.

"Pak Jimin. Selamat siang!"

Pria yang Yoongi panggil dengan sebutan Pak Jimin itu adalah sang presiden direktur. Pria itu pula yang sejak tadi menelpon Yoongi untuk merevisi hasil laporan keuangannya.

"Apa ada masalah? Sepertinya hari ini kau tampak kesulitan dengan pekerjaanmu."

Yoongi mengalihkan pandang, memilih untuk mengamati lantai ruang kerjanya dibanding harus bersitatap dengan sang bos. Malu, tentu saja. Karena mata sembab itu jelas sekali menunjukkan bahwa dia habis menangis.

"Ti-tidak, Pak. Maafkan saya."

Yoongi membungkuk sekali lagi, menyatakan sesal lewat gestur. Netranya masih belum berani bersitatap dengan Jimin, namun ia tau bahwa atasannya itu bergerak melangkah ke hadapannya.

"Kau sedang tidak enak badan? Ingin pulang lebih dulu?"

Yoongi menggeleng cepat, "tidak, Pak. Saya baik-baik saja."

"Apa aku terlalu menekanmu?"

"Tidak! Ma-maksud saya— tidak, Pak Jimin. Ini kesalahan saya, saya yang tidak fokus. Maaf!"

Sekali lagi Yoongi membungkuk, mengucapkan maaf entah untuk yang ke berapa kali hari ini. Dan tampaknya Jimin di hadapan sudah tidak ingin mendengar itu.

"Dimana sopan santunmu, Min Yoongi? Tidakkah seharusnya kau menatap lawan bicaramu saat bercakap seperti ini?"

"Ah, maaf—"

9593 TrackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang