Draft 22

116 17 6
                                    


Sebelumnya, Jimin jengah jika berurusan dengan kepolisian. Para tua bangka berseragam itu layaknya tikus yang akan dengan mudah tunduk jika dijejali uang.

Namun kali ini berbeda.

Bos mafia itu dengan senang hati menyambangi kantor kepolisian pusat untuk melakukan interogasi. Bahkan saat ini Park Jimin telah duduk berhadapan dengan seorang konsultan kepolisian yang tempo hari dengan mudah membuatnya tertarik.

"Kau tidak terlalu cocok memakai seragam polisi seperti itu."

Yoongi yang duduk di seberang meja hanya mengangkat bahu, "sejujurnya aku juga tidak suka memakai seragam seperti ini."

Jimin mendengus geli. Duduknya bersandar, dengan kedua tangan diborgol di atas meja. Manik matanya melirik ke arah kaca satu arah di sisi kanan ruang interogasi tersebut, seakan-akan ia dapat melihat Shin Jiwon yang mengawasi jalannya interogasi di balik sana.

"Kenapa tidak si tua itu saja yang melakukannya?"

"Dia terlalu kolot dan kaku," sahut Yoongi santai. Tidak tau saja Shin Jiwon menyumpah serapahinya dari ruang pengawasan. Dan Jimin jelas tertawa keras mendengar ujaran itu.

"Menginterogasi orang sepertimu itu tidak mudah. Bahkan melakulan tes poligraf padamu sepertinya tidak akan membantu apa-apa," ucap Yoongi lagi. "Jika Shin Jiwon yang bersumbu pendek itu berada di sini, kurasa hanya akan memperparah situasi."

Jimin tersenyum di sudut bibir, tubuhnya bergerak maju untuk menatap lurus pada Yoongi. "Jadi itu alasannya kau ada di sini, sayangku?"

Yoongi membalas tatapan Jimin tanpa ekspresi. Konsultan kepolisian itu tampak tidak terganggu sama sekali, disaat orang-orang yang menyaksikan mereka dari ruang pengawasan justru dibuat bergidik dengan setiap gerakan yang dibuat Jimin.

"Kurasa kau mengerti, Tuan Park."

Yoongi melirik beberapa kertas foto yang dijajarkan di atas meja sekilas, sebelum kembali menatap Jimin.

"Sebenarnya aku malas menanyakan kronologi yang sudah jelas kuketahui," kata Yoongi tenang. "Tapi demi proses hukum, terpaksa kulakukan ini dari awal."

Jimin mengangguk kecil, kembali menyungging senyum tipis. Sungguh, dalam hati pria Park itu menyayangkan orang jenius seperti Yoongi harus bekerja untuk negara. Menurutnya, Min Yoongi akan lebih tak terkalahkan jika berada di dunianya.

"Baiklah. Aku akan bersikap kooperatif," ujar Jimin, mengangkat bahu tak acuh.

"Polisi mencurigaimu sebagai tersangka kasus pembunuhan istrimu sendiri, Nyonya Park Jeha," kata Yoongi memulai. "Rekaman CCTV menunjukkan kau meninggalkan gedung kantor pada pukul 4, dan mendiang istrimu datang pada pukul 5. Tetapi berdasarkan riwayat pesan di ponselnya, kau mengirim pesan bahwa kau akan kembali ke kantor untuk menjemputnya."

Yoongi menggeser satu kertas foto, yang menunjukkan pergerakan Nyonya Park memasuki gedung kantor pada pukul 5.

"Forensik menyatakan waktu kematian Nyonya Park adalah sekitar pukul 6 atau 7 petang," tambahnya. "Aku yakin saat itu kau kembali untuk menghabisi nyawa istrimu sendiri."

"Tapi CCTV tidak menangkap kedatanganku lagi, bukan?" sanggah Jimin tenang. "Aku datang pukul 8, dan pukul 8 lewat 5 aku menelpon polisi untuk memberitahu tentang kematian istriku."

Yoongi tersenyum.

"Justru itu, Tuan Park yang Terhormat," ujarnya. "Bagaimana CCTV sama sekali tidak menangkap kedatanganmu tetapi faktanya kau telah kembali dan menelpon polisi dari ruang kantormu? Bukankah itu mencurigakan?"

Jimin terdiam beberapa detik, sebelum kemudian tawa itu mengudara mengisi ruang interogasi yang sunyi.

"Sial. Kau memang tidak bisa diremehkan, sayangku."

9593 TrackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang