Draft 11

145 11 2
                                    

"Sayang? Bangun, sayang."

Kelopak yang berhias bulu mata lentik itu mengerjap. Halus sekali. Jimin menantinya dengan senyum kecil.

"Sayangku?"

Pada saat akhirnya pasang manik serupa kucing itu menatap, Jimin tersenyum semakin cerah. "Good morning, love."

"Jimin.."

"Aku membawakanmu sarapan," Jimin mengangkat sedikit bed tray table di pangkuannya, menunjukkan pada Yoongi apa yang dia bawa. "Makanlah dulu, setelah itu kau boleh melanjutkan tidurmu."

"Jimin, aku pusing.."

"Aku tau. Maaf? Seharusnya aku tidak mengajakmu minum sampai larut malam."

Jimin membantu Yoongi untuk duduk bersandar di kepala ranjang. Lalu dengan hati-hati meletakkan bed tray table di depan pria manisnya. Yoongi menatap roti panggang, irisan apel dan secangkir teh madu itu satu persatu.

"Terima kasih, sayang," Yoongi tersenyum, dengan wajah bangun tidurnya yang jelita. "Anak-anak bagaimana?"

"Mereka sedang sarapan juga di bawah. Kukatakan pada mereka bahwa kau perlu istirahat."

Jimin mengangkat lengan, menata helaian halus rambut Yoongi dengan jemarinya.

"Setelah ini kuantar mereka ke sekolah lalu aku kembali lagi ke sini, ya? Ingin kubawakan apa, sayangku?"

"Jimin tidak ke kantor?"

"Tidak. Aku perlu menemanimu jikalau kau butuh sesuatu."

"Sayang, aku baik-baik saja.."

"Kurasa 5 menit lalu kau tidak bilang begitu," Jimin mengecup gemas ranum lembut Yoongi. "Jadi, ingin kubelikan apa, sayang?"

Yoongi mendengus kecil, lalu tersenyum untuk prianya. "Sup ikan? Tapi aku tidak tau bibi penjual sup ikan itu apakah sudah membuka kedainya sepagi ini?"

"Tenang saja. Kau akan mendapatkannya."

Jimin mengecup bibir Yoongi sekali lagi, tersenyum jenaka yang membuat pria manisnya itu terkekeh pelan.

"Papa?"

Pandangan keduanya teralih ke arah pintu, dimana anak sulung mereka sedang menyembulkan kepala meminta izin masuk.

"Kemari, Jihyunie. Dimana uri Jihye?"

Jihyun melangkah masuk, dengan satu tangan menggenggam tangan mungil adiknya. "Ini Jihye. Kita sudah selesai sarapan, Ayah, Papa."

"Pintarnya."

Jimin tersenyum, mengulur lengan sebagai gestur agar anak-anak mereka mendekat.

"Papa sakit.. Jihye sedih."

Gadis kecil dengan seragam sekolah berwarna kuning cerah itu melengkungkan bibir. Jari-jari mungilnya meraih lengan Yoongi untuk dibawa kepelukan.

"Jihye tidak perlu bersedih.. Papa akan segera sehat lagi kalau Jihye tersenyum."

"Jihye tersenyumlah," bisik sang kakak, Jihyun.

Jimin terkekeh, memperhatikan anak-anak mereka yang tumbuh begitu baik. Yoongi bahkan ikut tertawa kecil, begitu bungsu kecilnya menarik bibir lebar-lebar. Memberi senyum terbaik untuknya agar lekas sembuh.

"Ah, manisnya anak Papa. Sepertinya Papa sudah sehat lagi berkat senyum Jihye."

Yoongi mencondongkan tubuh hati-hati, untuk memberi kecupan lembut di pucuk kepala Jihye.

"Terima kasih, sayang," ucapnya pada si bungsu, sebelum kemudian beralih pada Jihyun, "Kak Jihyun kemari, beri Papa satu ciuman dulu."

Jihyun mendekat segera, sedikit berjinjit untuk mengecup pipi Yoongi yang terjangkau olehnya. Lalu kakak beradik itu kompak tersenyum, menggumam kata sayang untuk sang Papa.

Hati Jimin dan Yoongi terenyuh mendengarnya. Sungguh. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan di dunia ini dibanding sebuah keluarga yang hangat dan manis.

"Kami berangkat dulu ya, Pa?"

Jimin bangkit, lalu membungkuk kecil untuk mengecup singkat kening suaminya.

"Um. Ayah hati-hati menyetirnya," sahut Yoongi lembut. "Kak Jihyun, Jihye-ya, belajar dengan baik, ya? Jangan kemana-mana sampai nanti Ayah menjemput."

"Okay!" seru keduanya kompak.

Pagi itu, bukan menjadi yang pertama bagi Jimin untuk memulai hari dengan perasaan hangat. Tapi sejak pertama mereka menikah, dan terus sampai hari ini, Jimin selalu diberkati Tuhan dengan diberi suami yang sempurna dan anak-anaknya yang manis.

9593 TrackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang