Draft 13 (21+)

266 12 5
                                        


Sudah empat tahun lalu. Tidak ada komunikasi sama sekali, bahkan sekedar tau kabar saja tidak. Jimin hampir berhasil move on, tetapi seakan semesta tidak mengijinkannya.

Yoongi ada di sana. Di sebuah bar hotel tempat Jimin biasa melepas penatnya. Mantan kekasihnya itu sedang duduk sendiri, tampak bercakap ringan dengan bartender muda di hadapan.

Pakaiannya minim; short jeans yang hanya menutup setengah paha dan t-shirt hitam dengan kerah rendah. Jimin menjilat bibir bawahnya. Sial. Yoongi semakin cantik dan seksi.

Niatnya untuk menyusul teman-teman di ruang VIP lantai atas segera diurungkan. Jimin jelas memilih untuk menghampiri mantan kekasihnya itu.

"It's been years, huh?"

Yoongi menoleh, tampak tidak terlalu terkejut. Reaksinya tenang saja saat Jimin duduk di bangku samping, mengambil posisi membelakangi meja bar.

"I didn't expect I'll meet you this fast."

Yoongi berkomentar singkat, lalu menenggak tequillanya dengan gerakan anggun.

Jimin tersenyum, mengangkat lengan untuk memainkan helaian rambut Yoongi yang dibiarkan memanjang menyentuh bahunya. Tidak. Yoongi tidak menghindar sama sekali. Itu yang membuat Jimin tersenyum semakin lebar.

"Kau semakin cantik saja," ujar Jimin. "Pria beruntung mana yang sedang memanjakanmu?"

Yoongi mendengus, meletakkan gelas tequillanya untuk memberi perhatian penuh pada sang mantan kekasih.

"Masih sama," jawab Yoongi. "Pria tampan dan kaya raya sepertimu."

Jimin tertawa. Meski suaranya sebagian teredam dentuman musik di bar itu.

"Jangan samakan aku dengannya," kata Jimin, melarikan tangannya ke paha Yoongi. "Aku yakin aku lebih baik dalam urusan ranjang."

Yoongi tidak protes, saat telapak tangan Jimin mengusap paha dalamnya dengan gerakan sensual. Pria manis itu hanya tertawa kecil, lalu menyangga dagu sembari menatap Jimin yang juga sedang menatapnya.

"You do? Aku sedikit lupa. Kau tau, itu sudah empat tahun lalu, Jimin."

"I know. Aku bisa mengingatkanmu kembali kalau mau."

Yoongi tertawa, pun begitu dengan Jimin yang menyeringai nakal. Tangannya berpindah ke pinggang, untuk menarik lembut tubuh mungil itu agar condong ke arahnya.

"I miss you, Yoon," bisiknya tepat di depan bibir.

Yoongi tersenyum kecil, lalu mengecup sekali bibir Jimin yang teramat dekat jaraknya. "Dimana?"

"Apartemenku?" tawar Jimin, nadanya terdengar tak sabar. "Aku ingin bernostalgia denganmu."

Yoongi terkekeh. Setelah mengatakan itu Jimin justru mendusal untuk mengecupi lehernya. Nafsunya sudah melingkup. Yoongi tau Jimin benar-benar merindukannya.

"Kau yakin bisa menahannya sampai apartemen?"

Yoongi mengusap tengkuk Jimin, ketika pria itu sibuk memberi hickey di lehernya.

"Aku tidak yakin," ucap Jimin dengan suara berat, "tapi aku juga tidak ingin bercinta denganmu di sini."

Setelah mengatakan itu, Jimin segera bangkit. Dia mengeluarkan dompet untuk menaruh lembaran dollar ke meja bar. Lalu tangan Yoongi ditarik lembut, menuntun untuk segera mengikutinya.

Yoongi tertawa senang. Berjalan menembus keramaian bar dengan satu tangan digenggam Jimin begitu erat.

Sesampainya di sebuah Range Rover hitam yang terparkir paling ujung, Jimin membukakan pintu belakang untuk Yoongi. Seketika membuat Yoongi menaikkan alis, menatap Jimin dengan senyuman jahil.

9593 TrackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang