"Mana jaketmu?"
Dijawab gelengan kecil, ditambah satu senyum manis untuk meluluhkan. Nyatanya, Jimin sama sekali tidak luluh.
"Dingin, Yoon. Aku bawanya motor."
"Ya, nggak apa-apa? Kan, tinggal peluk Jimin?"
"Maumu."
Yoongi hanya balas dengan tawa kecil, tau kalau Jimin tidak akan lagi memaksanya. Lalu helm di tangan Jimin diraih, memakainya cepat-cepat sebelum menyamankan diri di atas motor itu.
"Sudah siap, Jimin. Ayo berangkat!"
"Akunya dipegang, biar nggak jatuh."
"Peluk kan, maksudnya?" Yoongi tertawa, sambil melingkar kedua lengannya memeluk Jimin. "Sudah, Jimin."
Jimin balas anggukan saja. Berganti fokus melajukan motornya untuk membelah jalanan malam. Satu dua percakapan ringan muncul, mengiringi perjalanan mereka sampai tiba ke tempat tujuan.
Ada pesta kecil-kecilan di rumah Jungkook, merayakan kelulusannya kemarin lusa. Jimin dan Yoongi turut diundang pula untuk meriahkan, walau bunga dan ucapan sudah diserahkan saat hari H.
"Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang!"
Sang tuan rumah menyambut dengan senyum lebar. Merentang tangan untuk menerima tubuh mungil Yoongi yang sudah siap memeluknya.
"Sorry a lil bit late ya, Kook."
"Nggak apa-apa, Jimin. Baru mulai juga kok."
"Sekali lagi, selamat atas kelulusanmu, ya!"
"Thank you, kak Yoongi. Makasih juga udah dateng, ya? Ayo, masuk. Yang lain udah pada nunggu."
Jimin dan Yoongi dituntun untuk masuk ke ruang tengah, dimana beberapa sahabat lain telah menanti dengan kue dan soda.
Pesta kecil itu berlangsung hangat dan menyenangkan, saling melempar canda juga tawa. Jimin tak pernah jauh dari Yoongi, berusaha memastikan agar pemuda mungil manis itu tidak terlalu banyak menenggak soda.
"Yoongi, itu ada kacangnya. Kamu alergi."
Bibir Yoongi melengkung. Sedih, tapi juga sebal.
"Sedikit aja kok, Jimin.."
"Kamu lupa rasanya sesak nafas habis makan roti selai kacang waktu itu?"
Yoongi menggeleng pelan. Tentu dia masih ingat, itu menyesakkan sekali. Dan Jimin menjadi orang pertama yang kalang kabut membawanya ke rumah sakit.
"Jangan ya, sayang," Jimin tersenyum lembut, meraih cupcake di tangan Yoongi untuk disingkirkan. "Makan ini aja, sehat."
"Ih. Nggak mau buah, Jimin."
"Tapi kamu daritadi udah banyak makan manis. Udah cukup, ya?"
Yoongi diam sebentar, berkedip mengamati Jimin di antara riuhnya pesta yang masih berlansung.
"Kalo aku nurut, aku dapet apa, Jimin?"
Jimin tertawa, lalu menyentil gemas ujung hidung Yoongi. "Nggak dapet apa-apa, karena kamu bandel hari ini."
"Masa aku bandel?!"
"Iya. Kamu bandel hari ini, nggak nurut."
"Jimin aku nurut terus, ih!"
"Nggak. Disuruh pake jaket aja nggak mau tadi."
"Kan udah peluk Jimin."
Jimin menarik bibir, tersenyum lembut sekali. "Udah cukup makan manisnya ya, sayang?"
Yoongi mendengus kecil, lalu berbalik untuk bergabung di kerumunan. Mungkin ingin ikut berdansa. Atau mungkin hanya ingin menjauhi Jimin saja.
"Padahal udah cocok banget. Kamunya juga perhatian terus."
Tiba-tiba Jungkook ada di samping, melempar komentar tanpa konteks. Tapi entah mengapa, Jimin langsung mengerti maksudnya.
"Tunggu apa lagi, Jimin?"
Pertanyaan Jungkook itu, buat Jimin terdiam sesaat. Netranya menerawang ke depan sana, mengamati sosok pemuda mungil yang sedang bergurau dengan sahabat-sahabat lain.
"Tunggu dia mau," ucap Jimin kemudian.
"Dia masih belum mau?"
Jimin angguk mengiyakan, tidak berkata apa-apa lagi. Mungkin sakit di dalam sana, Jungkook sedikit banyak mengerti.
"Teman nggak ada yang kayak kalian," ujar Jungkook pelan. "Cara kalian saling tatap, cara kalian saling perhatian, itu... bukan sekedar teman."
"Tapi dia bilang masih ingin berteman seperti ini. Aku bisa apa, Kook?"
Hening sejenak. Sepertinya Jungkook turut berpikir. Tidak lama, pemuda dengan piercing di sudut bibirnya itu kemudian membuang nafas pelan.
"Jangan nyerah, Jimin," ucap Jungkook dengan senyum tipis. "Aku yakin suatu hari nanti dia pasti sembuh dari lukanya."
Jimin balas tersenyum, saat Jungkook menepuk pundaknya dua kali.
"Iya, mungkin," balas Jimin, dalam hati.
