Draft 17

183 11 3
                                    

Jimin itu adik yang baik.

Semenjak orang tua mereka bercerai, dia mengambil tanggung jawab penuh untuk menjaga sang kakak dan bukan sebaliknya. Sejak kecil, Jimin telah memahami bahwa kondisi saudara kandungnya itu sedikit berbeda dari yang lain.

Ibu bilang, kakaknya lahir secara prematur dengan auto imun. Sehingga kestabilan kesehatannya tidak sekuat orang pada umumnya. Apalagi semenjak perceraian itu terjadi, tidak lagi fisiknya saja yang terbilang lemah namun kini mentalnya turut mengalami pasang surut.

Jimin itu adik yang baik.

Ketika sang ibu memutuskan untuk menikah lagi, dia dengan pasti memilih berpisah rumah dan membawa serta kakak kandungnya. Ibu tidak melarang, lagipula mereka berdua sudah dapat dikatakan cukup dewasa untuk bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.

Beruntungnya, atau mungkin tidak beruntung, pria yang menjadi suami baru sang ibu rela menyokong uang dengan jumlah besar setiap bulannya agar mereka keluar dari rumah itu. Ditambah lagi satu unit apartemen sederhana telah diberi atas nama Park Jimin.

Tidak masalah bagi Jimin. Hal itu sudah lebih dari cukup untuk dia menjalani kehidupannya bersama sang kakak. Tentu saja. Sudah dikatakan bahwa dia adik yang baik.





⚠️ brother complex ⚠️


;



"Sarapan dulu, Kak Yoongi."

Jimin menggeser piring dengan omlet gulung di atasnya, lalu beralih ke meja pantry untuk menuang susu hangat ke dalam mug putih bergambar karakter kucing lucu.

"Hari ini aku akan pulang terlambat," ucap Jimin lagi. "Aku harus mengcover shift teman sampai pukul 6."

Sosok di hadapannya mengangguk kecil, membalas gumaman saja karena mulutnya sibuk mengunyah. Jimin tersenyum, beranjak mengitari meja untuk berdiri di samping Yoongi.

"Makan yang banyak," ujarnya sembari mengusak sayang pucuk kepala sang kakak. "Aku berangkat dulu ya, Kak?"

"Jimin tidak sarapan?"

Kerjapan mata itu tampak lugu sekali. Mendongak menatap Jimin yang beralih menangkup sebelah pipinya.

"Nanti saja di kafe," sahut Jimin dengan senyum lembut, "habiskan saja sarapanmu."

Yoongi memandang omlet gulungnya sekilas, sebelum kembali mendongak menatap sang adik.

"Sarapan Jimin?"

Jimin terkekeh, lalu menarik kursi untuk duduk di dekat Yoongi. Yoongi bergerak patuh, saat sang adik menarik lembut pergelangan tangannya. Menuntun untuk duduk di pangkuan dengan tangan Jimin melingkar apik di pinggang kecilnya.

"Sarapan kau saja ya, Kak?"

Yoongi tidak menjawab apa-apa. Tentu, karena Jimin tidak memberi kesempatan untuk itu. Bibirnya dibungkam dengan lumatan lembut, sementara kedua lengannya dituntun untuk melingkar di pundak kokoh sang adik.

Dua menit disudahi. Jimin menarik diri, tersenyum sayang sembari menatap Yoongi yang terengah kecil. Pipi pucat itu diusap halus dengan ibu jari, untuk kemudian diberi kecupan manis satu kali.

"Terima kasih sarapannya, Kakak," ucap Jimin dengan senyum kecil. "Sekarang aku sudah boleh berangkat?"

Yoongi mengangguk, "boleh, Jimin..."

"Tunggu aku di rumah saja ya, Kak? Jangan kemana-mana, jangan pergi ke taman tanpaku. Kalau ingin sesuatu telfon saja aku. Oke?"

"Es krim?"

9593 TrackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang