Bagian XXV

521 91 14
                                    


Double update, enjoy :)

_______________________

Tiga bulan berlalu, rencana makan malam itu berganti dengan kencan sepanjang hari. Sepasang kekasih itu sejak pagi telah menghabiskan waktu bersama. Jogging di Alun-Alun Kidul, sarapan soto di sekitar alun-alun, siangnya bermalas-malasan, sore hari mereka ke salah satu cafe yang ada di daerah Seturan, dan malam ini keduanya makan malam di sebuah kedai jejepangan kelas menengah yang sedang booming di kalangan masyarakat Jogja dan Sleman.

Keduanya duduk berseberangan, di meja khusus dua orang, saling berhadapan. Tidak banyak bicara karena seharian keduanya telah menceritakan banyak hal. Keduanya sama-sama kehabisan kata-kata.

Perasaan Pansa mulai tidak nyaman, badan sebelah kirinya mulai terasa sakit, terutama punggung bagian entong-entong (1). Rasa sakit itu menjalar ke bagian dada sebelah kiri. Ia memijat punggungnya dengan tangan kanan.

"Gatal?" Cinta bertanya bingung.

"Nggak, pegal. Sudah lama kaya gini.

Cinta menatap Pansa khawatir. "Sejak kapan?"

"SMA mungkin. Tenang saja, cuma pegal biasa. Kalau dibawa tidur sembuh."

"Kalau sudah sejak SMA apa nggak sebaiknya diperiksa?"

"Sudah pernah, dokter bilangnya cuma karena aku sering kerja di depan komputer dan sering bawa barang berat. Waktu SMA dan kuliah, kan, aku sering bawa laptop pakai tas punggung." Pansa tidak berbohong, dokter yang memeriksanya sekian tahun lalu memang mengatakan hal tersebut.

Pansa menguap. Rasanya ia sangat lelah. Menjelajah Jogja dan Sleman seharian penuh serta menghampiri tempat yang ramai benar-benar melelahkan baginya. Ia tahu ia butuh tidur. Rasa sakit ini disebabkan karena tubuhnya mulai memintanya untuk beristirahat.

Pansa meletakkan kepalanya di atas meja. Meja itu masih kosong, pramusaji belum menghidangkan pesanan mereka. Melihat tingkat laku Pansa, Cinta tersenyum, diusapnyakepala Pansa dengan lembut.

Ia sudah hampir tertidur, tetapi samar-samar ia mendengar suara pramusaji. Ketika ia mendengar suara mangkok diletakkan di atas meja, ia bergegas tersadar sepenuhnya, dibuat kaget oleh suara itu. Kini dadanya terasa lebih sakit dari sebelumnya, ia menarik napas panjang untuk mengatur napasnya yang mulai terasa sesak. Ia harus tampak baik-baik saja.

"Yee, sudah datang. Makasih, ya, Mas." Pansa tersenyum ramah kepada pramusaji tersebut. Namun, setelah pramusaji itu pergi, raut wajahnya seketika berubah, tampak menahan rasa sakit, dan Cinta menyadari hal ini.

"Kak, are you okay?"

"Hah? Oke oke saja. Kenapa tiba-tiba tanya begitu?"

"I don't think so."

"Aku cuma ngantuk, Cinta. Sudah sepuh, keluar seharian langsung capek." Pansa mencoba bergurau untuk menutupi rasa sakitnya. "Makan, yuk. Sudah lapar banget. Itadakimasu."

Cinta yang tadinya merasa khawatir, dibuat kaget dengan rasa kuah ramen yang diseruputnya. Kuah ini begitu gurih dan nikmat untuk harga ramen yang menurutnya murah meriah, tidak sampai tiga puluh ribu rupiah.

"Enak, kan?"

Cinta mengangguk girang. Makanan selalu bisa memperbaiki suasana hatinya.

Pansa mengambil satu biji gyoza, meletakkannya ke dalam mangkuk Cinta. Lantas mengambil satu lagi untuk dirinya sendiri.

"Thank you." Cinta tersenyum tersipu.

"Mau coba punyaku, nggak?" Pansa menyodorkan sendok berisi kuah ramen miliknya. Cinta meminum kuah itu dengan perasaan malu-malu.

Di Kehidupan Lain, Mari Jatuh Cinta LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang