Pansa tidak suka berteman maupun bekerja dengan orang yang banyak bicara, selucu apapun orang tersebut. Ia menyukai ketenangan. Untuk itulah, ia lebih suka tinggal di Jepang maupun Jerman ketimbang Indonesia. Meski harus ia akui, terkadang level ketenangan orang Jepang kelewat tenang, orang lain di depan mata mereka sedang dalam bahaya pun mereka tidak ingin menolong dengan alasan tidak mau ikut campur urusan orang lain, terlalu apatis.
Itulah sebabnya Pansa merasa sial ketika tahu bahwa Win bekerja di perusahaan yang kini bekerjasama dengan perusahaan tempatnya bekerja.
"Hai ganteng, jadi kita mau rapat apa hari ini?" Win menyapa Pansa dengan semringah begitu perempuan sepantarannya memasuki ruang rapat.
Pansa selalu ingin mencekik Win. Pertama kali ia mengenal laki-laki itu adalah saat pertukaran mahasiswa lima tahun yang lalu. Lantaran satu kampus telah mengetahui bahwa ia memiliki darah dan bisa berbahasa Indonesia. Pansa ditunjuk sebagai pendamping kelompok mahasiswa yang berasal dari Asia Tenggara.
"Kultur Asia Tenggara mirip-mirip. Kamu yang paling cocok mendapingi mereka." Kata presiden mahasiswa kala itu.
Win memang lucu. Terkadang oceh-ocehannya membuat Pansa tertaw. Namun, Win kelewat berisik. Kalau bukan karena hukum positif, rasanya ia ingin memasukkan pasak bumi ke dalam kerongkongan Win. Namun serius, satu kali Pansa pernah mencekik Win. Tidak sampai masuk IGD apalagi mati, tetapi cukup membuat Win terbatuk beberapa kali. Kejadiannya sekitar 2 tahun lalu, ketika keduanya telah lulus.
Kala itu ia dan Win sedang rapat, dihadiri oleh beberapa pekerja asing lainnya. Win terlalu banyak menggodanya, meskipun rapat belum dimulai, tetapi Pansa merasa sangat terganggu dengan celotehnya. Sejak saat itu, Win selalu berusaha untuk melihat situasi. Namun, ia tetap cerewet.
"Nggak bisa lama-lama ya, aku harus nemenin adikku. Dia lagi di Jepang, belum hafal jalan."
Sebulan telah berlalu. Cinta mulai hafal jalanan di sekitar apato, ia sudah hafal jalur bus menuju ke tempat-tempat kursusnya dan supermarket terdekat. Namun, justru itu yang membuat Win khawatir, ia takut Cinta terlalu percaya diri untuk pergi lebih jauh yang pada akhirnya berujung tersesat.
Baru saja Pansa duduk, Win telah membuatnya emosi.
"Saya belum sempat mulai, lho."
"Ya makanya aku kasih tahu, biar kamu segera memulai."
Pansa mendengus bak banteng. Dengan sengaja menghela napas panjang agar Win tahu betapa perempuan itu ingin menjambak rambutnya.
Takdir sialan. Kenapa pula perusahaan mereka harus bekerja sama. Kenapa pula laki-laki ini memilih untuk bekerja di Jepang setelah lulus. Ada Singapura, Jerman, Taiwan, kenapa ia harus kembali ke Jepang.
Pansa menyalakan proyektor. Terpancar RAB sebuah proyek. "Tentang kabel 1,5 mm. Bukannya mau diganti 2,5, ya? Kemarin Yamamato-san telepon katanya sudah bilang kamu. Di RAB terakhir kenapa masih 1,5?"
"Nah, itu!"
Ponsel Win bergetar. Layarnya menyala. Menampilkan lockscreen ia dan Cinta. Sebuah pesan masuk.
Pansa melirik. "Pacar?"
Win sebenarnya akan mengabaikan ponselnya. Namun, justru Pansa yang memberi perhatian.
"Nggak tahu belum kubuka."
"Lockscreennya."
"Oohhh." Dengan cepat ia mengarahkan layar ponselnya kepada Pansa, "adikku, cantik, kan?" Ucapnya bangga.
Pansa mengernyitkan alisnya, "lho, beberapa minggu yang lalu saya ketemu dia."
"Hah? Di mana?"
"Selesai jogging. Habis hujan, ada mobil ngebut, dia hampir kesiram genangan air."
![](https://img.wattpad.com/cover/373025141-288-k917278.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Kehidupan Lain, Mari Jatuh Cinta Lagi
FanfictionMilk x Love Indonesia AU Pada kehidupan lain, mari jatuh cinta lagi. Jika kita reinkarnasi berkali-kali, berkali-kali pula aku ingin jatuh cinta lagi denganmu. Entah berakhir bersama, atau berakhir yang sama. Aku akan selalu jatuh cinta denganmu.