Bagian XIX

494 102 15
                                    

Kecupan itu terjadi tiga minggu yang lalun, dan bukan merupakan kesalahan. Pansa tidak menyesalinya. Ia bahkan masih mengingat tekstur lembut dan hagat bibir Cinta. Ia masih dapat mendengar dengan jelas napas Cinta yang tersengal usai ia mengecup bibir gadis itu. Pansa tidak menyesalinya.

Tidak ada yang berubah dari hubungan keduanya. Hanya saja, sesekali membuatkan sarapan untuk Pansa dengan alibi untuk Pansa dan Mbak Dewi. Sesekali Pansa masih mengantar CInta bekerja. Percakapan di antara keduanya justru semakin berkurang. Bahkan saat mereka bersama.

Tidak ada momen malam minggu atau berkirim pesan secara rutin sekadar untuk bertanya: "sudah makan?", tidak ada pula bunga yang dibeli khusus untuk salah satu, segala tetekbengek orang pacaran itu tidak terjadi. Toh lagi pula mereka memang tidak berpacaran.

Tapi malam ini sepertinya Pansa harus sudi untuk menjalani omong kosong kegiatan kencan tersebut. Dipta memberikan dua tiket pertunjukan orchestra secara cuma-cuma. Lelaki itu bermaksud agar Pansa pergi bersama Irkham. Namun, ia tidak punya nyali untuk menghubungi Irkham maka ia putuskan untuk menonton bersama perempuan yang bibirnya telah ia kecup.

Berdiri di depan pintu kmar Cinta dengan grogi, Pansa mengetuk pintu itu sebanyak dua kali. Tak lama berselan, pintu itu terbuka. Menampilkan Cinta yang telah berpakaian rapi, siap untu berangkat kerja,

"Hai. Eee..nanti malam ada acara nggak?"

Cinta menggeleng, terpana melihat sikap salah tingkah Pansa.

"Mau nonton orchestra di UNY? Saya sudah dapat tiketnya. Kalau kamu mau saja, sih, tapi."

"Orchestra apa?"

"Orchestranya Dipta. Itu temanku yang aku ajak ke nikahannya Win."

Tanpa berpikir panjang Cinta mengangguk. "Boleh."

"Oke sip. See you tonight." Pansa bergegas memutar badannya bersiap memasuki kamarnya, tetapi ia kembali menghadap Cinta. "Anu, soal dress codenya pakai pakaian semi formal, warna bebas."

Cinta mengangguk paham.

"Itu aja sih. Aku masuk kamar dulu, kamu selamat bekerja." Pansa segera menghilang ke dalam kamarnya. Cinta terpaku, tersenyum lebar melihat Pansa salah tingkah.

***

Dalam balutan celana kain dan atasan sleveless Pansa terpana menatap Cinta yang tampak indah dalam atasan lengan pendek dan rok sepanjang ⅞ . Rambutnya tergerai, bagian belakangnya memiliki gaya double braided.

"Sudah selesai?" Pansa bertanya, memberikan kode apakah mereka sudah bisa berangkat atau belum. Cinta mengangguk.

Perjalanan menuju ke UNY tersebut sepi. Tidak ada satu orang pun yang memulai obrolan. Pansa bahkan tidak menyalakan radio maupun memutar musik dari mobilnya. Namun, Cinta menyukainya. Ia sanga-sangat menikmati momen seperti ini.

Tidak ada yang lebih Pansa sukai selain keheningan. Namun, keheningan kali ini membuat Pansa salah tingkah. Ia merasa tersudutkan dan seolah akan diintimidasi.

***

Belum banyak penonton yang datang. Namun, tim orkestra sudah siap di atas panggung. Pansa melambaikan tangan kanannya begitu melihat Dipta di barisan pemain cello. Dipta tersenyum lebar, balas melambaikan tangan.

Dipta lantas menghampiri Pansa. "Kok nggak sama Irkham?" Godanya.

Mendengar nama itu, otak Cinta seketika mengingat wajah satu laki-laki yang kala itu belum ia ketahui namanya.

"Bukan mahrom." Pansa balas menggoda.

"Ini adiknya Win, kan?" Dipta menunjuk Cinta, "kita belum kenalan deh waktu itu. Dipta." Ia mengulurkan tangannya pada Cinta.

Di Kehidupan Lain, Mari Jatuh Cinta LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang