Bagian XXVII

509 99 17
                                    



Cinta bergegas memasuki kamarnya begitu ia mendapatkan pesan online dari Pansa. Tidak menyempatkan diri untuk ganti baju dan cuci kaki. Make upnya masih menempel pada wajah. Ditunggunya panggilan video dari Pansa dengan sejuta perasaan gugup.

Ponsel cerdas itu berdering, panggilan video dari Pansa masuk. Ia menarik napas sebelum menerima panggilan tersebut. Layar ponselnya menampakkan wajah Pansa dan wajahnya.

"Hai." Pansa menyapa.

"Hai." Cinta tersenyum malu-malu.

"Sudah pulang?"

"Mmm, baru saja sampai."

"Wah, aku ganggu kamu, dong."

"Nggak. Aku biasanya mandi kalau sudah mau tidur."

"Gimana Jakarta?"

"Pace-nya lebih cepat. Pasiennya lebih banyak. Jalannya lebih macet."

"Pasti capek banget, ya, nyetir sendiri."

Cinta mengangguk, "but it's okay, lama-lama juga terbiasa."

"Mungkin harus ngekost dekat rumah sakit biar bisa jalan kaki."

"Mama justru akan mencarikan sopir."

"Oh, begitu juga bagus."

"Aku sambi makan malam, ya, Ta. Kamu sudah makan?"

"Sudah tadi maghrib."

"Buka puasa dong."

Cinta terkekeh. "Kakak masih di kantor?"

"Masih, habis ini pulang, kok."

Keduanya lantas terdiam. Pansa sibuk menghabiskan makan malamnya, sementara Cinta sibuk menonton Pansa.

"Aku seperti mukbang, ya. Makan sambil ditonton orang."

Cinta tertawa. Tawanya renyah, menggelitik telinga Pansa. "Aku cuma pengin lihat wajah Kakak."

"Ada proyek di Jakarta, tapi belum deal. Doakan semoga deal, ya, Ta. Supaya aku bisa mampir ke tempatmu."

Cinta mengangguk penuh semangat.

Pansa mengamati mata sayu Cinta, mata Pandanya terlihat samar-samar, tetapi kulit cinta yang seputih susu itu membuat mata panda tersebut tampak jelas di mata Pansa. "Kamu kelihatan capek banget. Sudah ngantuk, ya?"

"Nanti aku tidur, habis ini mau mandi dulu."

"Kalau ngantuk jangan dipaksa, Ta. Kita bisa lanjut video call lain kali."

Cinta menggeleng. Bersikukuh agar panggilan video ini tetap berjalan lebih laman lagi.

"Kak.." Cinta menggantung ucapannya, entah ini momen yang tepat atau tidak, tetapi ia harus kembali menanyakan perihal penyakit Pansa. "Aku benar-benar ingin tahu apa yang terjadi dengna kamu."

Pansa meneguk air mineral. Kemudian menatap Cinta tajam tanpa berkata apapun barang lebih dari 10 detik. "Suatu saat akan aku kasih tahu."

"Tapi, aku khawatir."

"Cinta, aku rutin minum obat, kok. Jangan mengkhawatirkan aku secara berlebihan."

Cinta ingin mendebat Pansa, tetapi ia tidak mau membuat Pansa marah sungguhan.

Punggung dan lengan kiri Pansa perlahan terasa pegal. "Ta, aku mau pulang. Kita sudahi, ya. Maaf banget." Pansa beralasan, ia harus minum obat malam.

Ada kekecewaan yang Cinta rasakan. Ia masih ingin melihat wajah Pansa. Tetapi, ia mengangguk. "It's okay. Minggu depan bisa video call lagi." Ia tidak baik-baik saja.

Di Kehidupan Lain, Mari Jatuh Cinta LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang