Bagian X

508 86 12
                                    

Jonathan tidak pernah menyangka bahwa ia akan seberuntung ini. Sebulan lalu, ia lolos penempatan magang di Yogyakarta bersama Cinta. Keduanya tidak satu rumah sakit, biar begitu Jonathan merasa menjadi manusia paling bahagia di dunia.

Sambil menenteng tas kertas berisi burger dan kopi, Jonathan menuju ke bangsal anak. Menghampiri Cinta yang sebentar lagi istirahat. Hari ini Jo tidak ada shift, dan sudah kali ketiganya membawakan Cinta makanan. Rumor sudah beredar bahwa anak magang bernama Cinta memiliki pacar yang begitu effort.

Cinta merasa tidak nyaman dengan rumor itu. Namun, tidak enak untuk menolak kebaikan Jonathan apapun niat Jo. Hampir dua tahun ini hubungan keduanya sebagai teman semakin dekat. Jo sudah hampir ia anggap sebagai teman dekat, tetapi Cinta masih belum bisa menceritakan segala hal pribadi tentang dirinya.

Dari balik kaca pintu, Jo mengintip ruang rawat inap anak. Ia melihat Cinta sedang memeriksa salah satu anak. Saat masih mengintip, seorang dokter senior balik mengintipnya membuat Jo terperanjat.

Dokter Arya membuka pintu. "Kok nggak bawa makanan buat saya?" Tiap kali Jonathan menghampiri Cinta, selalu ada Dokter Arya. Tampaknya, dari Dokter Arya juga rumor keduanya berpacaran beredar.

Jo meringis malu, "Dokter nggak nitip, sih."

"Lho, ya yang peka, dong. Memangnya yang lapar cuma Cinta."

Jo terkekeh mendengar candaan galak Dokter Arya.

Dokter Arya lantas memberikan kode pada Jonathan untuk masuk. "Shiftnya selesai 10 menit lagi, tunggu aja di dalam." Lelaki berusia hampir 60 tahun itu lantas meninggalkan ruangan.

Jo mendekati Cinta. Mengangkat tas yang dibawanya setinggi dada, memberi tanda bahwa ia membawakan makanan untuk Cinta. "Hai, Ta."

Cinta memandang Jo sekilas, tersenyum simpul. "Hai, Jo." Ia kembali memeriksa pasiennya. "Tunggu sebentar, ya, bentar lagi selesai."

Jo mengganggu. "Okay."

"Istirahat aja, Dok. Tinggal cek tensi, kan. Biar saya yang periksa." Perawat yang sejak tadi mencatat hasil pemeriksaan menimpali.

Cinta menatap perawat itu penuh rasa bersalah. "Beneran?"

"Iya, nggak papa, kok. Kasihan pacarnya nungguin." Perawat itu menggoda

Jonathan tersenyum lebar, menutupi rasa tersipunya,

"Cuma teman."

"Waduh, friendzone nih, Mas. Nggak papa, Mas. Nanti jadi teman hidup."

Jonathan tak mampu menahan tawanya. Ia kegirangan. Sementara Cinta menatap perawat itu kesal.

"Ya udah, makasih, ya Sus. Saya duluan." Cinta melipat stetoskopnya, memasukkan ke dalam jasnya.

Cinta bergegas meninggalkan bangsal anak, diikuti oleh Jonathan.

***

Keduanya beristirahat di taman, dekat dengan gereja milik rumah sakit. "Ngambek, ya?" Jonathan bertanya, merasa candaan perawat tadi menyinggung Cinta. Namun, menebak perasaan Cinta seperti menyelesaikan mahjong level pro: sulit membedakan suasana hatinya hanya dari mimik wajah karena saat diam, wajah Cinta menampilkan raut yang hampir selalu sama.

"Sedikit. Tapi, aku cuma capek aja. Hari ini lumayan banyak pasien."

"Maaf, ya. Kamu, jadi digosipin yang nggak-nggak." Jonathan mencoba menenangkan rasa kesal Cinta.

Cinta kini merasa bersalah pada Jonathan. Tidak seharusnya ia merasa kesal pada Jo yang sudah sebaik ini. "You did nothing wrong."

Cinta menggigit bibir bawahnya. Ia teringat bahwa sebentar lagi kakaknya menikah. Win mengatakan bahwa Cinta boleh mengundang teman dekatnya. Masalahnya, Cinta tidak memilikinya. Barangkali ia perlu mengundang Jonathan.

Di Kehidupan Lain, Mari Jatuh Cinta LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang