Bagian XVII

519 100 10
                                    


Tersuruk-suruk Pansa berlari menuju IGD tempat Cinta bekerja. Lima belas menit yang baru Mbak Dewi menelepon mengatakan bahwa Mbak Cinta sesak napas, saya sudah panggil ambulan sekarang perjalanan ke rumah sakit.

Ini terasa de ja vu. Ia ingat bagaimana sopirnya tiba-tiba menjemput Pansa saat tengah menjalankan ujian nasional SMP. Bapak sakit, Mbak. Alibi sopirnya kala itu, tetapi rupa-rupanya ayahnya sudah tak lagi bernapas begitu ia sampai di rumah sakit.

Aroma rumah sakit yang menyusup ke hidungnya mirip dengan aroma rumah sakit belasan tahun yang lalu.

"Ada yang bisa kami bantu, Bu?" Tanya seorang perawat jaga begitu Pansa memasuki runag IGD. "Ada pasien atas nama Cinta?"

"Nama panjangnya?"

"Aduh, saya nggak tahu."

"Mbak Pansa!" Dari kejauhan Mbak Dewi melambaikan tangan.

"Ah, sudah ketemu, sus. Terima kasih." Bergegas ia hampiri Mbak Dewi. Di dekatnya Cinta sedang duduk di pinggir tempat tidur rumah sakit. Tanpa aba-aba., dengan napas yang masih tersengal, ia rengkuh badan mungil Cinta. Dipeluknya gadis itu erat-erat hingga Cinta dapat mendengar detak jantung Pansa yang tak beraturan.

Dalam pelukan Pansa, Cinta teperanjat dan kebingungan. Ia dapat mendengarkan suara napas Pansa yang berantakan.

Pansa melepas pelukannya. Dipegangnya kedua pundak Cinta. Diperhatikannya gadis itu dari ujung kaki ke ujung kepala dan sebaliknya.

"Kamu nggak papa?"

Cinta menatap Pansa heran. Kenapa perempuan itu tampak begitu khawatir? Batinnya. Ia mengangguk, menjawab pertanyaan Pansa.

"Sudah boleh pulang kata dokter." Mbak Dewi menimpali.

"Kenapa nggak bilang kalau punya astma?"

"Panick attack, it was panick attack." Cinta memotong ucapan Pansa.

Pansa menarik napas panjang, lalu mengembuskannya. Diusap wajahnya sendiri dengan frustrasi. Setets air mata mengalir dari salah satu matanya. Buru-buru ia mengusapnya. Ia tatap Cinta penuh kecemasan. "Saya minta maaf." Suaranya terdengar lirik. "Saya benar-benar minta maaf."

Cinta tidak mengerti kenapa Pansa meminta maaf. Apakah ia meminta maaf untuk pertengakaran tadi pagi?

Pansa tampak linglung. "Aku urus administrasi sebentar." Ia meninggalkan Cinta dan Mbak Dewi.

***

Keduanya tiba di kamar tidur Cinta. Pansa membantu Cinta untuk memakai selimut.

"Gelas kamu kosong, saya ambilkan air dulu." Pansa berlalu menuju dapur. Begitu ia kembali, Cinta tampak telah tertidur.

Pansa duduk di pinggir tempat tidur. Ditatapnya wajah yang tertidur pulas itu. Rasa lelah tergambar sangat jelas pada wajah itu. Ada banyak rasa bersalah yang kini menghantui Pansa. Diusapnya kepala gadis itu dengan lembut.

"I'm sorry for acted like a basstard." Bisiknya.

Ia masih mengusap kepala Cinta. Namun, tanpa sadar tiba-tiba dikecupnya puncak kepala itu. Pansa terperanjat dengan aksinya sendiri. What just I did? Tanyanya kebingungan. Ia bergegas meninggalkan kamar ini.

Namun, ketika ia akan pergi Cinta telah meraih pergelangan tangannya. "Can you stay?" Cinta memandang Pansa penuh harapan.

Pansa tercekat. Ia pikir Cinta sudah tidur. "Kamu belum tidur?"

"Kakak bisa temani aku tidur?"

Lama Pansa dan Cinta saling pandang, tetapi tidak ada jawaban apapun dari Pansa.

"I'm sorry for asking too much." Cinta bergumam. Ia lepaskan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Pansa.

Pansa duduk di pinggir tempat tidur. Dipeluknya gadis di sampingnya. "I'll stay. Kamu bisa tidur sekarang." Pansa kini ikut merebahkan dirinya di samping Cinta.

Cinta memeluk Pansa erat, seakan hidup dan matinya ada di sana. Pansa terus mengusap kepala Cinta. Kehangatan ini membuat Cinta menangis, air matanya mengalir begitu saja.

"Kak, I'm sorry."

"Untuk?"

To love you, Cinta hanya berani membatin. "Sudah membuat kakak khawatir."

Pansa mengangguk. "Jangan dipikirkan. Yang pentin sekarang kamu sudah baik-baik saja." Tetapi perasaan Cinta tidak baik-baik saja.

"I love you." Cinta berbisik, air matanya makin deras.

Pansa melepas pelukannya. Ditatapnya wajah Cinta yang kini basah penuh dengan air mata.

"Cinta.."

"Aku nggak bisa bohong sama diri aku lagi. I love you. I'm sorry for that." Cinta tersedu-sedu, "nggak seharusnya aku merasakan perasaan ini, kan, Kak?" Cinta terlihat sangat berantakan.

Pansa mengusap air mata Cinta, kemudian membelai rambunya, diusapnya pipi cinta, dibelai lagi rambut itu. Ia tidak mengatakan apapun karena tidak tahu isi kepalanya yang sangat penuh, mana yang harus ia ungkapkan. Dilakukannya akitvitas ini seterusnya hingga tangis Cinta sedikit reda.

Begitu tangis Cinta reda, Pansa kembali memeluk Cinta. "Kamu nggak melakukan kesalahan apapun. Tapi, saya minta maaf, Ta. Saya belum bisa jawab perasaanmu. Saya nggak tahu apakah saya tidak mencintai kamu atau mencintai kamu. Saya benar-benar minta maaf."

Nada bicara itu terdengar sangat lembut. Tidak ada nada yang naik. Namun, justru menghunus hati Cinta. Rasanya sangat perih. Cinta kembali tersedu-sedu.

Dua puluh menit berlalu, kini Cinta benar-benar terlelap. Pansa melepas pelukannya dengan sangat hati-hati. Dibetulkannya posisi selimut yang membungkus badan Cinta. Sebelum Pansa pergi, ia kecup kening Cinta dengan sangat hati-hati. I love you, maybe. Hati kecilnya berusaha bicara, bukan pada Cinta, melainkan pada diri Pansa sendiri. Suara dalam pikirannya itu berusahaa memaksa Pansa untuk berteriak, tetapi tidak berhasil. 

Di Kehidupan Lain, Mari Jatuh Cinta LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang