Saat masuk bekerja kembali keesokannya, Ruby terkejut mendengar kabar jika Daffa di pecat secara tidak terhormat dari MFood. Laki-laki itu di pecat dengan tuduhan melakukan tindakan pelecehan terhadap salah satu pegawai MFood. Ruby tidak terlalu tahu siapa korban dari pelecehan yang dilakukan oleh Daffa, tapi saat dia masuk bekerja, Daffa sudah tidak bekerja di gudang lagi, Ruby hanya tinggal berdua bersama Melly mengurus segala dokumen di pergudangan.
Apa ini bentuk pembalasan yang di katakan oleh Chris? Bisa saja bukan laki-laki itu yang melakukannya? Tapi, untuk apa? Chris tidak akan memiliki keuntungan dengan memecat Daffa, justru hal itu akan mempersulit keadaan karena mereka akan kekurangan tenaga kerja di gudang.
Untuk menutupi kekurangan tenaga kerja di gudang, Pak Burhan terpaksa membuka lowongan pekerjaan baru, mencari seseorang yang akan menggantikan Daffa. Untuk sementara waktu, Melly terpaksa harus membagi tugas dengan Ruby yang masih sangat pemula. Ruby sangat tahu jika dirinya membuat repot Melly, perempuan itu menggerutu tidak jelas setiap kali berhadapan dengan Ruby.
Di tambah semenjak Daffa tidak lagi bekerja di gudang, Melly tidak pernah memperlihatkan wajah ramahnya lagi. Perempuan itu selalu memasang wajah tidak suka. Hanya ketika ada Daffa saja Melly akan tersenyum, dengan tidak adanya Daffa, maka senyuman di wajah Melly ikut lenyap.
“Kau enak kemarin bisa libur” sindir Melly, berbicara tanpa melihat ke arah Ruby yang duduk di sebelahnya. “Aku harus mengurus pekerjaan karena Daffa di pecat. Aku yakin yang melaporkan Daffa pasti iri dengan laki-laki itu”
“Maafkan aku, Melly. Aku akan mencoba membantu sebisaku”
“Membantu katamu?!” Melly menatap Ruby kesal. “Kau hanya mengacaukan pekerjaanku, lebih baik kau yang di pecat, bukan Daffa!”
Ingin rasanya Ruby memberitahu Melly jika Daffa berniat jahat kepadanya, tapi perempuan itu pasti tidak akan peduli dengan kondisi Ruby. Melly hanya peduli dengan Daffa, penyemangat hidupnya yang selalu membuat hari Melly tampak cerah. Kali ini, Melly menjalani hari yang suram bersama Ruby.
Ruby memilih merapikan dokumen yang baru saja di cetak, membawanya ke meja sebelah di mana di sana ada alat pemotong kertas. Ruby menyusun dokumen itu dengan rapi di atas alat itu.
“Kau lama sekali!” gerutu Melly, menekan pisau pemotong kertas ke bawah tanpa memberikan Ruby aba-aba. Akibatnya tangan Ruby yang masih berada di bawah alat itu ikut terkena pisau.
Ruby mengaduh, menarik tangan kanannya menjauhi alat pemotong kertas. Ruby menatap jari telunjuknya yang terluka. “Kau bisa memberitahunya padaku. Tanganku masih ada di bawah pisaunya”
Melly melirik tangan Ruby yang berdarah. “Baru terluka sedikit kau sudah marah” Melly beralih menatap kertas yang terkena darah Ruby. “Kau lihat ini! Karenamu kertasnya jadi rusak, kau harus mencetaknya ulang!”
Bukankah yang harus di salahkan itu Melly? Kenapa perempuan itu malah memutar balikkan fakta dengan menyalahkannya? Ruby menatap nanar ke arah Melly yang bergerak menjauhinya, perempuan itu menghampiri mobil yang sedang di muat.
Ruby menghela napas pelan, dia harus sabar menghadapi Melly, perempuan itu sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Ruby terus mencoba mencari kotak P3K di laci-laci meja yang ada di gudang, tapi tidak bisa menemukannya. Ruby kembali menatap luka di ujung jarinya, cukup dalam karena Melly menekannya kuat. Bahkan darahnya cukup banyak, dan Ruby harus menutupi luka itu sebelum kembali mencetak dokumen baru yang sebelumnya sudah terkena darahnya.
“Apa kau tahu di mana letak kotak P3K, Melly?” tanya Ruby saat Melly baru kembali ke kursinya lagi.
“Kau cek saja di ruangan atas” jawab Melly, tampak tidak acuh dengan luka di tangan Ruby. Dia sama sekali tidak merasa bersalah karena sudah membuat tangan perempuan itu terluka.
“Aku mencari kotak P3K dulu, aku harus menutupi lukaku” pamit Ruby, bangkit dari duduknya.
Ruby mencoba menenangkan dirinya, menekan amarahnya ketika Melly berlalu seenaknya saja padanya. Ruby harus terima jika tidak semua orang menyukainya, ada orang tertentu yang memang kejam kepada orang yang baru di kenal.
Ruby termenung saat menunggu pintu lift terbuka, tangannya masih di angkat di udara agar darahnya tidak menetes ke lantai. Saat pintu lift terbuka, Ruby terkejut melihat kehadiran Chris, laki-laki itu berada di dalam lift yang memberikan akses gedung utama ke gudang. Untuk apa laki-laki itu menaiki lift ini?
Chris tersenyum kepada Ruby. “Aku baru saja ingin menghampirimu. Sebentar lagi jam makan siang, aku ingin mengajakmu makan siang bersama” Tatapan mata Chris terarah ke tangan Ruby, terkejut melihat tangan perempuan itu yang berdarah. “Kau terluka?” tanyanya, berjalan mendekati Ruby yang masih berdiri di depan lift.
Ruby tidak ingin jika Chris membuat kegaduhan, dia memilih berjalan memasuki lift, tidak memedulikan Chris yang menatapnya panik, dan juga kehadiran Davin yang selalu mengekori Chris. “Aku tidak sengaja melukai tanganku dengan pemotong kertas”
“Bawa ke ruanganku, Davin” suruh Chris.
Davin mengangguk, menekan tombol menuju lantai 9 di mana ruangan Chris berada. Gedung utama MFood terdiri atas 10 lantai, tidak termasuk basement untuk parkir mobil dan juga Rooftop. Di lantai 10 ada ruangan aula yang sering di gunakan untuk rapat besar atau acara kantor.
“Sini tanganmu” Chris menarik tangan Ruby yang terluka, memasukkan tangan perempuan itu ke mulutnya.
Ruby terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Chris, mencoba menarik tangannya, tapi di tahan oleh laki-laki itu. “Tanganku kotor, Chris”
Chris menatap Ruby sejenak, kemudian mengeluarkan tangan Ruby yang berada di mulutnya. Tanpa merasa jijik, laki-laki itu menelan darah Ruby yang ada di mulutnya. “Luka di tanganmu cukup dalam” ucapnya, menatap jari telunjuk Ruby yang sudah dia bersihkan dengan air liur.
Ruby terdiam melihat tangannya yang bersih, lukanya tidak terlalu dalam jika dilihat setelah bersih dari darah. Hanya sedikit tersayat saja. Ruby mengangkat kepalanya menatap Chris, laki-laki itu tidak masalah menelan darahnya. Apa Chris titisan drakula?
“Kau menelan darahku?” tanya Ruby.
Chris mengangguk. “Aku tidak akan berubah menjadi vampir hanya karena menelan darahmu. Atau kau akan mengatakan aku akan tertular HIV karenanya?”
Ruby mendengus pelan, laki-laki itu masih saja sempat bercanda. “Bukan begitu maksudku, tanganku kotor, dan darahnya sudah bercampur dengan debu”
“Tidak masalah jika aku jadi sakit perut karena darah berdebumu itu”
Ruby memilih diam, Chris selalu memiliki jawaban atas semua ucapannya. Laki-laki itu memiliki segudang jawaban, dan Ruby tidak akan bisa meladeninya.
“Kau bisa melepaskan tanganku, Chris” Ruby menarik tangannya yang masih di pegangi Chris. Terlalu berlebihan jika luka sekecil itu harus di pegangi.
Chris mengangguk, menatap ke arah pintu lift yang terbuka di lantai di mana ruangannya berada. Chris melangkahkan kakinya keluar lift, tapi dia sadar jika Ruby tidak mengikutinya. Laki-laki itu berbalik, menatap Ruby yang masih diam di dalam lift. “Kau tidak mau ikut?”
Ruby menggeleng. “Tidak. Aku ingin ke lantai 2 mengambil kotak P3K. Aku lupa tadi menekan tombol di lantai 2”
“Aku balik ke ruanganku untuk mengobati luka di tanganmu, Ruby”
“Tidak usah. Aku bisa mengobatinya sendiri”
Meskipun Ruby menolak, Chris tetap memaksanya, laki-laki itu kembali ke dalam lift, menghela tubuh Ruby untuk keluar bersamanya. “Kau kekasihku, aku harus mengobati kekasihku saat dia terluka”
Ruby kembali pasrah, membiarkan Chris membawanya ke dalam ruangan laki-laki itu. Tubuh Ruby di dudukkan oleh Chris di sofa, dan laki-laki itu ikut duduk di sebelahnya. Tidak berapa lama, Davin masuk ke dalam ruangan dengan membawa kotak P3K.
Davin menaruh kotak P3K di atas meja, melirik ke arah Ruby. Hal itu membuat Ruby merasa sedikit gelisah dengan tatapan tak terbaca yang di layangkan Davin kepadanya. Terasa begitu canggung mengingat dirinya yang begitu menghina Chris malah berakhir menjadi kekasih laki-laki itu. Rasanya Ruby ingin berteriak kepada Davin jika Chris yang memaksanya.
“Kau ingin makan di mana, Chris?” tanya Davin, mengkonfirmasi kembali kepada Chris yang kini sibuk mengobati tangan Ruby.
“Kau ingin makan di mana?” Chris membalikkan pertanyaannya kepada Ruby.
“Hah? Aku?” tanya Ruby bingung, menunjuk dirinya sendiri dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya di pegangi oleh Chris.
Chris mengangguk, matanya sibuk menatap tangan Ruby yang sudah dia tetesi dengan obat merah, tinggal menutup lukanya dengan perban saja.
Ruby menatap bingung ke arah Davin yang menunggu pilihan tempat makan darinya, kemudian dia melirik Chris yang masih menunduk, sibuk berkutat dengan jari telunjuknya. “Aku makan di kantin saja. Kalian bebas makan di mana, aku tidak ikut”
Chris mengangkat kepalanya, menatap Ruby. “Aku ke gudang tadi berniat mengajakmu makan bersama”
“Tapi, aku belum mengatakan setuju untuk makan bersamamu” bantah Ruby.Dia akan merasa tidak enak jika harus makan bersama dua makhluk asing di depannya ini. Davin dengan tatapan dinginnya, dan Chris dengan tatapan memujanya itu. Persetan dengan tatapan Chris, Ruby lebih takut dengan tatapan Davin, laki-laki itu seperti tidak menyukai kehadirannya.
“Pesankan makanan saja, Davin. Aku akan makan di ruanganku bersama Ruby. Kau bisa ikut bergabung jika kau mau”
Davin mengangguk. “Aku akan memesankan makanan di restoran biasa untukmu dan Ruby. Aku sepertinya akan makan di luar saja, kalian akan terganggu dengan kehadiranku”
Chris menatap Davin, temannya itu memang pengertian. “Kau yakin makan sendirian?”
Davin mengangguk lagi. “Aku tahu kau ingin makan berdua bersama Ruby-mu itu” sindirnya, melirik Ruby.
Ruby mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mendengar kata Ruby-mu membuatnya merasa mual. Kenapa dia menjadi kepunyaan semua orang? Agnes dan Elsa memanggilnya Ruby kita, dan sekarang Chris menjulukinya Ruby-nya. Hidup Ruby penuh dengan orang-orang yang merasa memiliki dirinya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Boss!! (TAMAT)
Romansa(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE ACAK!) WARNING!! (21+) Tak kunjung mendapatkan pekerjaan, Ruby menerima tantangan dari kedua sahabatnya untuk mengajak tidur laki-laki acak yang berada di bar di mana mereka sedang minum...